in

Menemukan Suku

Mau pribadi dan bisnis berkembang? Temukan “suku” kamu. Spoiler: Bukan yang sehati dan sejalan dengan hobi dan hidup kamu.

ilustrasi vector ragam orang dari banyak suku
SUKU (TRIBE). Temukan "suku" untuk kembangkan pribadi dan bisnis kamu. Jangan salah pilih "suku". Spoiler: ini bukan tulisan rasisme. (Credit: Alex Yustus)

Mau kembangkan hobi, bekerja, bisnis, interaksi dengan orang, kita selalu cari “suku” (tribe). Umumnya, orang sering berpikir, “Adakah yang sejalan dengan pikiran saya? Siapa yang mau investasi? Enaknya main ke mana? Produk ini mau saya jual ke siapa?”. Semua itu sebenarnya pertanyaan tentang menemukan “suku”.

Saya tidak bicara tentang target pemasaran. Tulisan ini bukan tentang rasisme.

Jika kamu temukan “suku” (tribe) yang tepat, maka pribadi dan bisnis kamu akan tumbuh.

Dulu saya kira “suku” saya adalah orang yang sejalan dan sehobi dengan saya. Ke mana saja, saya mencari yang “klik” dengan saya. Di Facebook, saya mencari orang yang punya hobi, selera, kalau perlu film favorit yang sama. Dalam kehidupan sehari-hari, hanya orang yang “match” (pas) dengan saya, yang akan saya ajak bicara. Ternyata itu salah.

Sungguh memalukan, ketika saya tahu, betapa lingkaran pertemanan saya, ternyata orangnya hampir sama dengan saya. Ternyata, itu pesona zona-nyaman yang berbahaya bagi proses kreatif dan bisnis saya. Sampai kemudian saya mengubahnya nanti.

Yang terjadi, ketika saya mencari “kesamaan” adalah saya membuat pengkotakan. Jangan heran, kalau kita temukan group berisi hobi sama, curhatan sama, dan itu artinya “masalah” yang sama. Tongkrongan Shinta berisi orang-orang yang seperti Shinta. Tidak ada yang salah. Orang mencari empati, yang “berdiri mengenakan sepatu yang kamu kenakan” (ini kiasan, artinya: dia tidak hanya mengerti, namun pernah mengalami dan merasakan masalahmu).

Masalahnya, bergabung dengan orang-orang yang “seperti kita”, hasilnya: kamu akan masuk kotak. Replikasi, pengulangan, copy of copy of them. Tidak masalah, asalkan kamu tidak berhenti di 1 kotak. Ingatlah, dunia ini luas.

Kamu bisa jelajahi hal yang lebih, yang berbeda, yang lebih “next level”, yang masih menyimpan orang-orang pintar, tempat yang belum kamu ambil bonusnya. Masih banyak “musuh” yang bisa membuatmu produktif kalau kamu mengerti pentingnya punya musuh.

Semula, saya pikir, mereka ini adalah orang-orang yang seperti “saya”, dengan hobi dan aktivitas hampir sama. Tidak. Ternyata, itulah salah satu cangkang dari sekian pengurung yang membuatmu tidak tahu, kamu sedang di zona-nyaman. Kamu sedang berada di dalam “resistance” (hambatan) yang memintamu untuk santai, “bahagia”, dan tidak beranjak. Pikiranmu akan membenarkan bahwa kamu berada di tengah orang-orang yang sehati dan sejalan denganmu.

Yang perlu kamu lakukan, justru sebaliknya: mengatasi hambatan dan menjadi profesional.

Ketika kamu putuskan untuk berada di kotak konsumerisme berupa: paket “baca buku, dengar musik, dan ngopi”, atau dalam narsisme amatir berupa: “kerja, jalan-jalan, dan bahagia”, maka kamu di zona nyaman.

Suku bukanlah pencarian persamaan.

“Niche” atau ceruk yang bisa kamu garap untuk topik tulisan kamu, bekerja dengan cara yang hampir sama.

Dalam gagasan tentang “niche”, ketika kamu menulis untuk kepentingan komersial, beranggapan bahwa sebuah keyword, memiliki nilai klik yang bisa ditukar menjadi dollar. Focus keyword ini kemudian terhubung dengan keyword lain. Mirip suatu “forum” yang dipecah menjadi sub-forum, yang membahas topik terkait. Intinya, mencari “hubungan dan persamaan”. Mereka ini sering “mati-gaya” ketika berpijak pada “hubungan dan persamaan” yang membuat mereka berkumpul. Ini bukanlah “suku” yang membuatmu berkembang.

Tidak. Itu bukan suku. Itu namanya pengulangan, persamaan, dan tidak kreatif.

Jadi, bagaimana saya bisa menemukan “suku” saya? Suku yang berharga dan bernilai seperti apa, yang akan membuat saya lebih berkembang?

Carilah yang berharga untuk kamu miliki dalam tribe.

Siapa yang berharga dalam suku?

  1. Kamu yang dulu (dari masa lampau); dan
  2. Kamu yang kamu harapkan (nanti).

Singkatnya, bayangkan 2 tipe ini: “saya yang dulu” dan “saya besok”. Titik.

Itulah suku yang kamu cari. Kamu bisa cari tipe orang seperti itu. Hasilnya, sudah pasti akan bagus untuk bisnis dan keilmuan kamu.

Sebentar, mengapa perlu melihat “saya yang dulu”? Saya akan jelaskan tentang 2 tipe ini..

Pertama, Mereka yang masih berada di masa lampau dan sudah kamu tinggalkan, akan senang melihatmu sudah berhasil melampaui masalah; mereka akan hargai kemampuan dan pengalaman kamu “sekarang”. Artinya, ini menjadi “peluang” buatmu.

Misalnya, “sekarang” kamu bisa menulis. Menemukan orang-orang yang belum bisa menulis, akan menjadi “emas” bagi kamu dan mereka. Mereka bisa menjadi konsumen kamu, menjadi cermin bagimu.

Kedua, orang-orang yang kamu harapkan, akhirnya bisa menunjukkan kepada kamu bagaimana melakukannya. Bergabung dengan orang-orang yang lebih maju, lebih berharga untukmu.

Kepada mereka, kamu bisa belajar. Melakukan lompatan (leap).

Bagaimana saya bisa menemukan mereka? Mulai dengan bertanya, “Seperti apa saya yang sekarang?”. Dan bertanya, ” Nanti saya ingin menjadi siapa?”.

Jadi, masalahnya, bukan “group apa” yang ingin saya masuki, bukan siapa yang sebaiknya saya rangkul, melainkan ini: Saya datang ke sini, sebagai siapa?

Ketika saya sudah mengerti, bagaimana cara menulis dan menaikkan follower Instagram dengan mudah, kemudian saya datang ke orang-orang yang masih berada di masa lalu saya, yang belum bisa melakukan 2 hal itu. Sungguh tempat yang ideal untuk berbagi atau menjual sesuatu. Tergantung sejahat apa tindakan yang akan kamu lakukan. Ketika menemukan “mereka yang di masa lalu saya”, maka saya bisa memahami masalah mereka, menemukan solusi yang jauh lebih baik.

Seorang leader memiliki mentalitas berbagi dan tidak ingin orang lain jatuh ke lubang yang sama. Mereka “berbisnis”, bukan hanya menutup poin penjualan dan deadline. Mereka ingin membagikan produk mereka yang bernilai, bisa mengatasi masalah orang lain.

Seorang penjual amatir memilih hanya mendatangi orang-orang di masa lalu (yang memiliki masalah, kemudian mereka menjual produk) untuk keuntungan sendiri. Bersikap ramah, sambil menghitung berapa kepala, berapa klik, kali sekian, menjadi keuntungan menjual. Mereka tidak membagikan nilai. Mereka berhenti hanya menjual.

Seorang penipu, sangat suka mendatangi orang-orang di masa lalu mereka, yang masih terjebak masalah, agar penipu ini menjadi penolong, sampai akhirnya menipu dan tidak kembali.

Seorang guru, mau menemui orang-orang yang sedang belajar, sekalipun murid mereka tidak semuanya pintar, agar murid mereka bisa mengembangkan potensi secara optimal, jauh melampaui guru mereka nanti.

Pada kasus lain, ketika saya membayangkan “saya di masa depan”, saya memiliki proyeksi. Mau apa saya melakukan ini? Kepada siapa saya belajar? Saya bertemu dengan diri saya di masa depan (setahun yang akan datang), yang memberikan “warning”: Jangan malas, kamu harus kuasai ini, karena ini akan mengubah hidup kamu setahun mendatang.

Temukan kamu yang dulu dan kamu besok. Itulah suku kamu. [dm]