Hidup terasa semakin cepat? Jika pertanyaan itu datang, pasti ada yang salah dengan persepsi kamu tentang waktu.
Saya punya cerita yang kamu sudah pernah lihat di sekitar. Warung kopi sekarang berisi orang-orang bermain judi slot, dengan uang sungguhan (dengan sistem transfer, withdraw, deposit). Terima kasih, QRIS. Rata-rata, mereka bermain 4-6 jam dalam sehari. Atau orang yang bekerja 8 jam sehari, 8 jam tidur, dan 8 jam tidak sepenuhnya bebas. Orang yang menghabiskan waktunya di masa lalu yang penuh kenangan, mencari harapan, keberuntungan. Kita sering menjumpai fenomena seperti ini.
Apa moral dari cerita di atas? Sebenarnya, mereka bisa menjadi gitaris, ahli bahasa, pintar marketing, menjadi ahli bidang tertentu, kalau waktu itu dikonversi untuk belajar. Untuk menjadi ahli, rata-rata butuh waktu 6-8 jam sehari untuk berlatih.
Tidak. Kebanyakan orang tidak mau mengukur kembali, seberapa lama mereka “sadar” dalam sehari, bagaimana mereka menjalani waktu, dst. Mereka tidak suka penjelajahan dan kedalaman. Mereka suka mempercepat waktu mereka sendiri. Tiba-tiba sudah kemarin, sudah seminggu yang lalu.
Mengetahui Waktu dan Menjalani Waktu
Waktu bukanlah jam dan kalender. Waktu adalah catatan atas tindakan kita di jam dan kalender itu. Sebab itulah yang kelak kita ingat, dan begitulah cara kita menjalani waktu.
Mari kita uji. Apa yang kamu lakukan hari ini, setahun yang lalu?
Jika tidak ingat, itu wajar. Sebenarnya, kita bisa tuliskan “rapid log” berisi sebaris kejadian, yang akan kita kenang dan ketahui nanti. Kebanyakan orang tidak mau melakukannya. Mengandalkan ingatan. Tanpa mengukur progress sendiri.
Pendapat Ahli Syaraf tentang Persepsi atas Waktu
Kita sering mengukur waktu melalui peristiwa yang tak-terlupakan dan lebih-sedikit hal baru yang terjadi. Itu sebabnya, masa kanak-kanak, atau masa muda, selalu terasa sering lebih menyenangkan kalau diingat.
Menurut Dr. Santosh Kesair, ahli saraf manusia, “Untuk anak berusia 10 tahun, satu tahun adalah 10 persen dari hidup mereka.. untuk orang berusia 60 tahun, 1 tahun kurang dari 2% dari hidup mereka”. Dr. Patricia Castello menambahkan, “Transmisi saraf anak-anak secara fisik lebih lambat dibandingkan orang dewasa.”. Ini sebabnya, anak-anak memiliki persepsi tentang waktu yang berlalu.
Detik yang terjadi sama, sebaliknya, persepsi pikiran terhadap waktu, selalu berbeda. Waktu menjadi lentur, meregang, menekan, tampak terhenti, kadang terlalu cepat.
Bedakan antara waktu yang kamu ingat dengan yang kamu alami.
Mengakali Rutinitas Menjadi..
.. tantangan baru dan sarana belajar.
Prinsip Dasar: Untuk memperlambat waktu, jangan tenggelam dalam rutinitas dan kesibukan. Jangan masuk “nose” (kebisingan), dan dunia penuh gangguan (distraction).
Rutinitas dan kawan-kawan buruknya, yang saya sebut ini, membebaskan kekuatan pikiran. Kamu tidak terlibat sepenuhnya dengan “informasi” yang benar-benar baru. Tidak menemukan pengalaman baru.
Jika kamu mengalami waktu secara berbeda, cara yang kamu pilih sendiri, maka waktu akan terasa melambat.
Paradoks Liburan
Claudia Hammond, penulis buku Time Warped: Unlocking the Mysteries of Time Perception menjelaskan tentang “paradoks liburan”. Mengapa liburan terasa cepat? Ketika kita menikmati diri kita sendiri, waktu terasa seperti bergerak jauh lebih cepat. Berbeda ketika kita cemas, menghadapi masalah berat. Ini yang sebenarnya terjadi: ketika kita melihat kembali liburan, penilaian waktu kita tidak didasarkan pada berapa jam yang sebenarnya kita habiskan untuk berlibur, tetapi pada kenangan baru individu yang kita buat selama periode itu.
Rutinitas seringnya tidak meninggalkan kenangan baru. Liburan, sebaliknya. Waktu akan terasa lebih lama jika kita tidak menemukan hal baru.
Sayang sekali, semua orang memiliki rutinitas. Kaum hippies, orang kreatif yang tidak terpancang deadline, milyuner, mereka tetap terkena rutinitas modern. Termasuk, tentu saja, pekerja kantor, pejabat publik, mahasiswa, semua memiliki rutinitas yang lebih membosankan.
Jadi, bagaimana mengubah rutinitas menjadi pengalaman yang selalu baru, agar persepsi kita tentang waktu, dapat melambat?
Rutinitas memiliki sifat otomatis yang kejam: pembelajaran tidak benar-benar terjadi. Ini penyakit dunia modern, di mana pekerjaan menuntut orang yang profesional dan ahli, kemudian bidang pekerjaan menerima orang-orang yang sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Syarat dan ketentuan berlaku. Ijazah, pengalaman, komitmen, disiplin, kerja-tim, dst. Keahlian mereka bertemu dengan sesuatu yang tak-terbayangkan sebelumnya. Rutinitas.
Menyelesaikan laporan. Masalah di pekerjaan. Target harus terpenuhi. Kembali ke rumah, dengan masalah rumah. Bermain dan bekerja di layar ponsel.
Dalam bahasa singkat:
Kebanyakan orang menjadi ahli di level tertentu untuk bekerja, sampai mereka terjebak dalam rutinitas karena tidak mampu menaikkan level keahlian mereka.
Rutinitas dapat kita hancurkan dengan menemukan tantangan dan pengetahuan baru. Persepsi akan beralih ke waktu yang melambat.
Kita jarang berterima kasih kepada diri sendiri atas apa yang kita capai “hari ini”.
Menulis Catatan
Bagaimana kita mengingat waktu? Dengan menulis catatan setiap hari.
Kita bisa menuliskan “fokus energi”, berterima kasih kepada diri sendiri atas keberhasilan kecil yang sudah kita capai (gratitude), menuliskan kegagalan dan evaluasi, dan mencatat moment tak-terlupakan. Atau melalui foto dan video, dengan caption. Kita mengingat waktu dengan menulis dan merekam.
Waktu kita tidak habis untuk menjelaskan, “Kemarin saya sudah bilang..”, “Saya dulu pernah begini..”.
Berterima Kasih kepada Diri Sendiri
Dalam menulis catatan, ini disebut “gratitude”.
Tanpa menuliskan gratitude, kita tidak berterima kasih kepada usaha kita sendiri, dan sebenarnya tidak jujur mengakui bahwa kita “bisa”. Sumber kegagalan pertama adalah kegagalan melihat kemampuan diri sendiri. Malu. Inferior complex (rendah-diri). Mental down. Mengukur diri sendiri dengan keberhasilan orang lain. Itu semua menutup kemampuan melihat potensi diri kita.
Hapus mental buruk ini dengan “gratitude“, berterima kasih kepada diri sendiri. Biarpun itu kecil, kita layak mengingatnya. Biarpun besar, jika kita tidak pernah mengucapkan (artinya: menuliskan di catatan), akan terlupakan.
Saya berikan contoh gratitude di catatan harian:
- Saya menemukan cara mencegah agar orang tidak bisa memakai deepfake video untuk kriminalitas.
- Saya melewati rute yang belum pernah saya lewati, dari Lamongan ke Mojokerto.
Perbaikan dan Kemajuan
Menjadi lebih-baik dibandingkan -saya- yang sebelumnya.
Buatlah kemajuan. Artinya, “.. yang lebih baik dibandingkan dengan -saya- yang kemarin.”. Progress berarti kemajuan, peningkatan, menjadi lebih baik.
Reminder atau pengingat kembali. Kebanyakan orang tidak menaikkan level keahlian mereka secara sadar, karena terjebak rutinitas. Kemajuan, harus dilakukan secara sadar.
Membuat kenangan berkaitan dengan cara kita membangun pengetahuan.
Membuat kemajuan berkaitan dengan cara kita memperbaiki bagaimana kita bekerja dan hidup.
Saya pernah percaya, segala macam pekerjaan modern, bisa dilakukan secara alami. Saya percaya, hanya ahli yang menang dalam pertarungan pekerjaan. Saya mendalami faktor “teknis” agar menjadi ahli. Saya salah. Banyak waktu saya terbuang. Sampai akhirnya saya belajar filsafat. Saya belajar tentang cara belajar. Berpikir tentang cara berpikir. Semua ada ilmunya. Termasuk bagaimana menentukan keputusan, membuat prioritas, mengelola waktu, menjadi produktif, dst. Akhirnya, saya berhasil membuat waktu saya melambat, dengan mencari ilmu di balik apa yang sedang saya kerjakan.
Jauh sebelum ada Android saya memikirkan “Bagaimana saya bisa ubah foto menjadi pencil drawing dengan sekali klik?” dan berhasil saya lakukan dengan Photoshop. Bagaimana saya bisa mengendalikan komputer di rumah dari smartphone saya? Bagaimana saya bisa ubah ide bisnis menjadi proposal bisnis lengkap?
Konsep yang kita pahami, melalui referensi dan pengalaman, bisa kita ringkas menjadi metode terbaik (versi kita sekarang), yang akan kita pakai dalam bekerja. Ini sangat menyingkat waktu. Kita bisa bekerja sehari hanya 2 jam (total), jika cara kita bekerja semakin efisien dan efektif.
Lebih Sering Sadar dan Melatih Perhatian
Memang, perhatian perlu dilatih. Yoga, meditasi, dapat memperlambat waktu. Keduanya menyehatkan dan baik untuk tubuh dan pikiran. Yang perlu kita latih dan medianya tersedia sepanjang waktu adalah “menjadi lebih sadar”.
Terutama, sadar dalam “sekarang”. Saya sedang mengerjakan apa? Saya berada di mana? (Dalam posisi apa, di antara siapa) Saya sedang mengetahui apa? Bagaimana indera saya bekerja sekarang? Saya tuliskan ini dalam pikiran saya “sekarang”. Singkatnya, “Be now and present person“.
Waktu menjadi sangat cepat, ketika kita berada dalam masalah yang tak-terselesaikan. Terjebak dalam lingkaran. Sedih, cemas, mengharap, kecewa, dan mencari bantuan.
Waktu melambat ketika kita tidak mengambil tindakan. Tanpa bertindak, salah-benar tidak terlihat. Mana yang “work” dan mana yang “fail” tidak teruji. Waktu sangat cepat ketika orang mengeluh, menceritakan kesenangan sesaat yang diberi label “bahagia”, ketika membandingkan kehidupan mereka dengan standar hidup orang lain (piknik, foto dengan orang terkenal, selfie, pura-pura kaya, copy-paste humor dari akun lain, mengulangi apa yang ngehit, dst.).
Actionable
- Kamu bisa mengingat waktu dengan menulis dan merekam. Berterima kasih kepada diri sendiri (gratitude) dan tuliskan masalah yang kamu selesaikan, di catatan harian.
- Rutinitas jarang meninggalkan kenangan berkesan. Ubah rutinitas menjadi tantangan baru dan sarana pembelajaran. Tidak ada yang biasa, yang ada adalah kamu yang menganggapnya biasa. Selalu ada hal luar biasa yang tak-terlihat.
- Perbaiki cara kamu bekerja, agar waktu kamu tidak habis untuk bekerja.
- Membuat kenangan berkaitan dengan cara kita membangun pengetahuan. Membuat kemajuan berkaitan dengan cara kita memperbaiki bagaimana kita bekerja dan hidup.
- Lebih sering sadar dan melatih perhatian.Apa fokus energi kamu hari ini?
- Bertindak. Jangan terjebak di masa lalu, jangan hidup di masa lalu. [dm]