in

Membiarkan Suap PKB, Bukti Kepala Daerah Minim Integritas

SEMARANG (jatengtoday.com) – Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB), sejauh ini belum dikelola secara baik. Sebab, praktik berbau korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) termasuk pungli maupun suap, masih kental dilakukan di berbagai tempat.

Tidak adanya ketegasan Kepala Daerah menjadi pemicu praktik buruk tersebut sulit diberantas. Oknum-oknum pejabat bermain secara terstruktur. Ironisnya, hal itu dibiarkan tanpa ada penindakan.

Masih maraknya praktik suap PKB tersebut menjadi bukti bahwa belum semua pengelola daerah memiliki integritas tinggi. Terkait dengan Pengujian Kendaraan Bermotor ini, baru ada dua daerah kabupaten di Jawa Tengah yang dinilai memiliki ketegasan.

“Dua kabupaten itu Cilacap dan Kabupaten Purbalingga,” kata peneliti Laboratorium Transportasi Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, Senin (27/8/2018).

Namun demikian, kabupaten maupun kota yang memerbaiki kinerja pelayanan yang profesional dan baik seperti itu tidak akan bisa mencapai target Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sejauh ini, beban PAD yang harus dicapai ini menjadi kendala yang menghambat pelayanan menjadi lebih baik.

“Target PAD-nya memang enggak akan tercapai. Tapi kinerjanya harus diganti dengan pelayanan. Di dua daerah itu bisa,” katanya.

Kenapa target PAD tidak akan tercapai? Sebab, acuan targetnya berasal dari jumlah angkutan umum yang ada di Kantor Samsat. Proses PKB-nya benar sesuai aturan atau berintegritas. Apabila tidak layak disuruh memperbaiki.

“Nah, modusnya, pemilik angkutan umum maupun barang akan menumpang uji PKB di daerah lain yang bisa “dicincai” alias bayar uang suap,” katanya.

Kelemahannya, uji PKB ini bisa dilakukan di daerah lain. Terlebih buruk, daerah lain tersebut tidak memiliki integritas. Pemilik angkutan bisa mengurus dengan cara membayar.

“Sistem Informasi Manajemen PKB belum terpusat datanya. Sehingga sulit untuk melacak kendaraan yang menumpang uji di daerah lain. Masalahnya ada di seputar itu,” katanya.

Urusan PKB adalah kewenangan pembantuan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota. Maka pemerintah provinsi tidak dapat masuk dalam proses pengawasan. “Di pemerintah pusat, seyogyanya Kemenhub kerjasama dengan Kemendagri untuk membereskan urusan PKB ini,” katanya.

Kalau kedua kementerian tersebut bisa kolaborasi tentu akan lebih bagus. Menurut Djoko apabila target retribusi PKB tidak terpenuhi, tetapi kinerja keselamatan dan pelayanan PKB menjadi bagus, maka seharusnya Kepala Dishub Pemkab/Pemkot diberikan penghargaan. Jangan hanya mengejar PAD, sedangkan kinerja pelayanan buruk. (*)

editor : ricky fitriyanto