SEMARANG (jatengtoday.com) – Pengamat transportasi Jawa Tengah, Djoko Setijowarno mengakui penggunaan Bahan Bakar Gas (BBG) untuk Bus Rapid Transit (BRT) memiliki keunggulan lebih irit dan ramah lingkungan.
Tetapi penggunaan BBG ini tetap saja memiliki risiko tinggi. Salah satunya harus mewaspadai risiko tabung gas meledak.
“Lebih ramah lingkungan, tapi harus waspada tabung gas bisa meledak sewaktu waktu, jika tidak disertai perawatan secara intensif,” kata Joko.
Aspek keamanan ini yang harus lebih dipersiapkan secara matang. Jangan sampai penggunaan BBG untuk BRT ini malah memakan korban. “Sistem keamanannya tinggi. Saya khawatir, ini sekedar proyek tanpa memperhatikan faktor keamanan,” katanya.
Secara finansial, kata dia, penggunaan BBG memang lebih murah dan ramah lingkungan.
Tapi faktor keselamatan harus diutamakan.
“Pegawai bengkel dan kru kendaraan, termasuk pengemudi harus didiklat dulu tentang kendaraan berbahan bakar gas. Tujuannya supaya aspek safety terjamin, baik bagi kru maupun penumpang,” katanya.
Menurutnya, penggunaan bahan bakar gas perlu persiapan matang. “Kalau di luar negeri sudah pasti sangat memperhatikan aspek keamanan. Syaratnya sangat tinggi. Sedangkan di sini bisa menimbulkan potensi risiko tinggi. Apalagi kalau sopirnya ugal-ugalan di jalan. Mengemudi harus dengan hati-hati,” katanya.
Sebelumnya, Pemkot Semarang sedang proses uji konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) solar ke Bahan Bakar Gas (BBG) menggunakan sistem Compress Natural Gas (CNG) untuk diterapkan di BRT Trans Semarang.
Proyek ini bekerjasama dengan Pemerintah Toyama City Jepang. Berdasarkan hasil uji yang dilakukan, penggunaan bahan bakar gas lebih ramah lingkungan. Sebab, gas membuat bus tidak ngebul, dan lebih irit. Selain itu, ‘tarikan’ bus juga lebih enteng.
Plt Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Trans Semarang, Ade Bhakti, mengatakan hasil uji emisi tingkat kepekatan emisi gas buang terhadap lingkungan hidup, yakni hasil dari uji emisi tingkat kepekatan gas buang untuk hasil HCC 7 ppm dari ambang batas maksimalnya 200 ppm. Sementara untuk Co2 dengan hasil 2,4 persen dari ambang maksimal 4,5 persen.
Pemakaian bahan bakar gas CNG telah dilakukan uji coba dengan menempuh jarak kurang lebih 16,5 Km membuktikan adanya penghematan pemakaian bahan bakar solar kurang lebih 4,1 liter dari nilai everage standart 1:3 (1 liter : 3 km) dari 16,5 km.
“Ada substitusi yang tergantikan ke gas CNG 70 persen,” katanya.
Menurutnya, hasil uji coba menunjukkan keunggulan dan keuntungan pemakaian bahan bakar Gas CNG, yakni tarikan bus lebih enteng, perawatan filter solar dan oli umurnya lebih panjang, perawatan mesin juga lebih mudah dan umur perawatan lebih lama.
“Selain itu, performance dan power tenaga mesin lebih meningkat, misi tingkat kepekatan gas buang lebih bagus sekitar 50 persen. Hal itu berdasarkan dari hasil uji emisi,” katanya.
Namun demikian, Ade mengakui untuk hasil uji coba masih terkendala traffic lalu-lintas yang padat atau kemacetan. “Apabila untuk traffic lancar, pemakaian gas dan solar akan berbeda,” katanya. (abdul mughis)
editor: ricky fitriyanto