SEMARANG – Saat ini, Indonesia tercatat 10 besar negara pembuang sampah plastik ke laut. Termasuk Cina, Filipina, Vietnam, Sri Lanka, Thailand, dan Malaysia. Persoalannya adalah mengenai buruknya sistem pengelolaan sampah plastik. Tidak hanya di daratan, tetapi sampah plastik justru merepotkan wilayah laut. Apa yang terjadi kemudian?
“80 persen sampah plastik datang dari darat, bocor masuk ke sungai, kemudian menuju ke laut karena tidak dikelola dengan baik,” kata Deputi I Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim, Arif Havas Oegroseno, Senin (30/10).
Mengapa pengelolaan sampah di Indonesia tidak baik? Salah satunya, kata dia, karena belum sesuai dengan rata-rata standar Internasional. Di dunia, standar biaya pengelolaan sampah per orang adalah 15 dolar AS. Sementara Indonesia hanya enam dolar AS per orang. Pengelolaan sampah plastik terus dilakukan pembenahan. “Tapi tetap saja masih tertinggal karena anggaran untuk pengelolaan sampah di Indonesia hanya enam dolar per orang,” katanya.
Dia mengungkap fakta hasil riset di dua perguruan tinggi tentang kondisi ikan yang hidup di perairan Makassar dan Amerika Serikat. “Ikan di kedua negara tersebut ternyata mengonsumsi sampah plastik. Kami melakukan survei di Makassar dan di Amerika untuk melihat apakah ikan itu makan plastik. Ternyata betul, 28 persen ikan di pasar ikan Makassar itu makan plastik dan 67 persen ikan di Amerika juga makan plastik. Selain itu, 30 persen ikan anchovy di Tokyo makan mikroplastik. Ikan anchovynya dimakan ikan tuna, kemudian ikan tunanya dikonsumsi. Ini fakta baru yang sangat mengejutkan,” kata dia.
Menghadapi ancaman sampah plastik tersebut, kementerian koordinator bidang maritim berupaya menyelesaikan usulan peraturan presiden tentang percepatan pembangunan pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah. “Kementerian koordinator bidang maritim menyelesaikan usulan Perpres tentang pusat listrik tenaga sampah, Jateng merupakan salah satu provinsi pilot project. Selain itu, kami melakukan pengelolaan sampah plastik menjadi BBM. Saya menerima investor dari Australia, dia mampu memanaskan plastik 400 derajat menjadi solar dan premium siap pakai,” kata dia.
Sekda Jateng, Sri Puryono menyatakan setuju atas perlunya langkah serius untuk menyelamatkan laut Indonesia dari sampah plastik. Sebab, buruknya pengelolaan sampah plastik akan menjadi petaka di kemudian hari. Terutama akan merusak ekosistem laut. “Saat ini, Indonesia ternyata pembuang sampah plastik terbesar ke laut, nomor dua setelah Cina. Kalau ini tidak menjadi perhatian, maka ini jadi polusi plastik yang sangat membahayakan. Kita harus segera ambil langkah-langkah serius,” katanya. (Abdul Mughis)
Editor: Ismu Puruhito