SEMARANG (jatengtoday.com) – Di kalangan jamaah Maiyah Cak Nun di berbagai kota, nama kelompok musik Wakijo Lan Sedulur sudah tidak asing lagi.
Kelompok musik ini terbilang unik. Baik dari segi pemilihan nama, konsep, lirik, hingga idealisme bermusik. Mereka bermusik secara alami dan merdeka, tanpa harus terikat dengan industri musik yang dikendalikan keinginan pasar.
Tidak mengenal genre, bahkan sulit didefinisikan atau disebut sebagai sebuah band murni. Sebab, kelompok ini mengusung konsep musik pelayanan. Mereka bisa saja sholawatan dengan arransemen musik kekinian, tapi juga tampil sebagai band profesional dengan produktivitas lagu karya sendiri.
Menempatkan musik sebagai media yang luas untuk menuangkan gagasan religi seputar kehidupan manusia dengan manusia, alam, maupun Tuhan.
Cara pandang musik Wakijo Lan Sedulur tak terlepas dari ciri khas pemikiran Cak Nun (Emha Ainun Najib) – Kiai Kanjeng. Pasalnya, kelompok ini terbentuk berawal dari pertemuan sesama jamaah Maiyah Gambang Syafaat di Masjid Baiturrahman Semarang pada 2017.
Sosok pentolan, Ridwan Salim Riyadi (vokal/gitar) sering disapa Wakijo, menggandeng Azis Muslim (Gitar) sebagai sedulur. Dalam komposisi dua personel, mereka sempat melahirkan single pertama berjudul “Mencari Kehadiran”. Lagu tersebut mencuplik kisah “suluk” yakni menempuh jalan spiritual menuju Tuhan.
“Klip pertama diluncurkan pada November 2017. Pembuatannya dilakukan di daerah Wonosobo. Tepatnya di sebuah bukit di kaki Gunung Sindoro-Sumbing, Desa Kapencar yang merupakan kampung kelahiran Wakijo,” kata gitaris, Azis Muslim, Selasa (15/1/2019).
Dalam perkembangannya, kelompok musik ini menggandeng beberapa personel lain. Yaitu Adi Setiawan (kibor), Adi Kurniawan (basa), Gusti Marli (harmonika), dan Bobi Setiawan (drum). Lahirlah single kedua berjudul “Mari Pulang, pada November 2018. Peluncuran dilakukan secara daring melalui akun YouTube.
“Kami berkumpul dari forum Maiyah Gambang Syafaat. Rutin mengisi Maiyah Gambang Syafaat setiap tanggal 25 setiap bulan di Baiturrahman. Untuk harmonisasi bermusik, kami butuh orang. Maka mengajak Bobi dan kawan-kawan,” katanya.
Menurut Azis, Wakijo Lan Sedulur berbeda dengan band biasa yang cenderung mencari panggung berbasis event musik, konser dan lain-lain. Sedangkan cara pandang Wakijo Lan Sedulur adalah musik sebagai pelayanan.
“Tidak mengikuti industri musik. Tidak mengklasifikasi genre. Penyajian musik bisa luas dan masuk di ruang-ruang tradisi dan budaya masyarakat secara universal. Kami merasa satu frekuensi tentang musik,” katanya.
Bermusik bagi mereka juga bukan menjadi pekerjaan utama. Sebab para personel memiliki pekerjaan masing-masing. “Kami menempatkan musik sebagai media. Kalau petani berbicara dengan media ladang dan sawah, maka kami berbicara melalui musik,” katanya.
Wakijo Lan Sedulur memiliki Basecamp di Jalan Tusam Timur II Nomor 20, Pedalangan, Banyumanik. Sebuah rumah yang dijadikan sanggar kreatif diberi nama “Gemah Ripah Nusantara”. “Selain sebagai ruang berkarya dan latihan, basecamp tersebut menjadi ruang berkreasi dalam bidang karya seni apa saja,” katanya.
Kelompok ini juga didukung tim Mandira Film yang menangani bidang multimedia dan audio visual. “Sedangkan untuk mixing dan mastering dilakukan di sebuah studio di Sukoharjo,” katanya.
Selain menyiapkan dan mengeksplorasi karya musik sendiri, Wakijo Lan Sedulur sering terlibat pentas keliling untuk mengisi acara Maiyah di berbagai kota di Indonesia. Mulai dari forum Maiyah Kenduri Cinta Jakarta, Padang Bulan Jombang, Bangbang Wetan Surabaya, Suluk Surakartan Sukoharjo, Majelis Gugur Gunung Ungaran, Suluk Malaman Pati,
Semak Tadaburan, Maiyah Kalijagan, Suluk Badran Sukoharjo, Santren Delik dan lain-lain.
Selain itu, mereka juga sering diminta mengisi musik di acara forum diskusi remaja kampung hingga kampus. “Biasanya kami membawakan karya sendiri sekitar 5-6 lagu. Selain itu ada shalawatan versi aransemen kami sendiri,” katanya.
Saat ini, Wakijo Lan Sedulur dalam proses mempersiapkan peluncuran single terbaru. “Dalam waktu dekat, single baru segera dilaunching,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto