MAGELANG (jatengtoday.com) – Ribuan lampion menghiasi langit malam diatas Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Sabtu (18/5/2019). Warna keemasan termaram api lampion yang telah membumbung, memadati langit yang hanya diterangi bulan purnama.
Pesta lampion ini merupakan bagian dari perayaan Hari Raya Waisak yang menjadi magnet wisatawan. Baik wisatawan nusantara, maupun mancanegara. Terbukti, malam itu, pelataran Candi Borobudur dipadati wisatawan. Sebagian dari Thailand, Jepang, dan negara lain di Asia.
Tahun ini, pesta lampion sedikit berbeda dari tahun sebelumnya. Tadi malam, lampion diterbangkan dua sesi. Pukul 20.00 dan 22.00. setiap sesi, dilakukan dua kali penerbangan lampion. Hal ini dilakukan karena melihat antusiasme wisatawan yang ingin menikmati Candi Borobudur dengan nuansa spesial.
Penerbangan lampion digelar sesaat setelah detik-detik Waisak. Ditandai dengan pemukulan gong tiga kali dan pemercikan air berkah serta membacakan Paritta Jayanto dan umat bersikap anjali.
Dalam renungan Waisak, Biksu Tadisa Paramita Mahasthavira menyampaikan saat ini, tidak sedikit umat manusia yang tidak paham hati dan tidak menampakkan kesejatian diri. Sehingga, hati mereka terlantar, gelap, kotor, sakit dan merajalelanya pancaskanda.
“Akibatnya hati kita menjadi bingung, berlaku buruk, kebiasaan buruk, karakter buruk, dan nasib pun jadi buruk. Imbasnya interaksi hubungan dengan keluarga dan masyarakat jadi buruk, karena hati tidak dikendalikan maka hati mudah tergoda, terjerat dan terbius oleh kondisi di luar,” katanya.
Menurutnya, banyak juga manusia hanya tertarik dan tertuju pada dimensi di luar dirinya. Sampai melupakan jatidiri masing-masing. Memuja keluar sampai lupa memahami hati, tidak bisa introspeksi, tidak bisa koreksi diri.
“Bagaimana dia bisa melatih diri, kalau tidak menampakkan kesejatian diri dan bagaimana dia bisa terbebas dari siklus tumimbal lahir,” katanya.
Sementara itu, Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin yang hadir dalam perayaan itu menuturkan, keberagaman agama menjadi ciri khas Indonesia. Meski mayoritas pemeluk Islam dan sedang menjalani ibadah puasa, tidak menghalangi umat Buddha dalam merayakan Waisak. Bahkan tidak sedikit umat muslim yang membantu menyukseskan Waisak.
“Kita menghargai kebangsaan kita dengan kebhinekaan kita, perbedaan bukanlah kelemahan melainkan kekuatan. Oleh karena itu, perhatian pada kehidupan beragama dan berdemokrasi menjadi sangat penting,” katanya.
Dijelaskan, bahwa inti ajaran agama adalah kasih sayang bukan kebencian, semangat inilah yang akan dirawat sebaik-baiknya.
“Kita harus mencegah berbagai upaya yang membuat kehidupan kita bersama menjadi terpecah dan menimbulkan konflik. Melalui momentum Tri Suci Waisak ini saya ingin mengajak kepada setiap umat beragama untuk melakukan evaluasi diri,” ucapnya. (*)
editor : ricky fitriyanto