BOYOLALI (jatengtoday.com) – Di tangan Kelompok Masyarakat Ngudi Tirto Lestari di Desa Sobokerto Kecamatan Nemplak Kabupaten Boyolali, eceng gondok yang tumbuh liar di Waduk Cengklik bisa menjadi sumber energi baru terbarukan (EBT). Gas yang keluar dari olahan eceng gondok, disulap menjadi biogas dan dimanfaatkan untuk menyalakan kompor. Sementara ampasnya, masih bisa diolah menjadi pupuk organik.
Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Program Corporate Social Responsibility (CSR) Desa Energi Berdikari Pertamina telah memberikan solusi dari beberapa permasalahan. Pertamina memberikan pelatihan kepada Kelompok Masyarakat Ngudi Tirto Lestari yang berada di sekitar lokasi operasi Pertamina, Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Adi Soemarmo Boyolali untuk menyulap masalah menjadi berkah.
Sebelumnya, warga Ngemplak dibuat pusing dengan eceng gondok yang terus menutup potensi Waduk Cengklik. Tumbuhan itu dianggap gulma. Warga sekitar yang mengandalkan isi dompet dari ikan-ikan di waduk, kepayahan dengan keberadaan eceng gondok.
Padahal, pembersihan eceng gondok sudah ritun dilakukan. TNI, Pemkab Boyolali, hingga BBWS pernah resik-resik. Tapi gulma itu terus bertunas. Penyebarannya hampir menutupi luasan waduk.
Solusi masalah eceng gondok ditawarkan Pertamina pada pertengahan 2022 lalu. Pertamina menawarkan warga sekitar untuk mengolah eceng gondok yang sebelumnya dianggap sebagai momok, disulap menjadi sesuatu yang berguna.
Kepala Desa Sobokerto, Suharmin menceritakan, saat itu Pertamina menawarkan program pelatihan pengolahan eceng gondok dari Waduk Cengklik sebagai bagian dari CSR. Program CSR ini mengarah pada Desa Energi Berdikari.
“Kami ditawari apakah mau dilatih mengolah eceng gondok. Pertamina juga memberikan bantuan alat pendukungnya,” ucapnya ketika ditemui di lokasi pengolahan eceng gondok yang tidak jauh dari waduk, beberapa waktu lalu.
Panen Eceng Gondok
Warga yang sudah punya Pokmas Ngudi Tirto Lestari langsung mengeksekusinya. Eceng gondok yang menutupi permukaan Waduk Cengklik mulai dipanen. Kemudian digarap dengan alat yang diberikan Pertamina dan diolah sesuai yang sudah diajarkan.
“Saya sendiri tidak menyangka kalau eceng gondok ini bisa jadi biogas. Bisa buat masak gantinya gas epiji. Ternyata hal yang selama ini dianggap jelek, ada manfaatnya juga,” bebernya.
Tahu manfaat yang luar biasa itu, kades sangat mendukung. Dia yang didapuk menjadi pelayan masyarakat merasa bangga ada gas gratis yang meringankan beban ekonomi warga.
Suharmin pun ikut membantu dan mendorong pengembangan olahan eceng gondok menjadi biogas. Salah satunya dengan mengupayakan agar produksi biogas bisa maksimal hingga bisa menyalurkannya ke rumah-rumah.
“Kami sebagai perangkat desa pasti mendukung yang seperti ini. Apalagi warga sekitar ini sangat butuh. Masalah eceng gondok selesai, masih dapat bonus gas gratis,” terangnya.
Meski begitu, sampai saat ini penyaluran biogas dari eceng gondok ke rumah warga belum terealisasi. “Sementara ini baru dimanfaatkan untuk warga yang punya hajat. Yang butuh masak-masak banyak bisa pakai ini,” jelasnya.
“Mungkin sekarang biogas eceng gondok ini jadi cadangan kalau elpiji habis. Semoga ke depan biogas ini yang jadi primer dan elpiji jadi cadangan kalau biogas ini habis,” harapnya.
Salurkan dengan Bio Gas Portabel
Community Development Officer Pertamina DPPU Adi Soemarmo, Siti Fatonah menambahkan, Pertamina akan terus mengawal pengembangan pengolahan pengolahan eceng gondok menjadi biogas yang sedang digarap Pokmas Ngudi Tirto Lestari ini.
Dia mengaku, nantinya akan ada bantuan lanjutan. Yakni penyaluran biogas ke rumah warga. Tidak harus menggunakan pipanisasi, bisa menggunakan biogas portabel.
“Penggunaannya bisa menggunakan biogas portabel agar bisa dimanfaatkan di rumah. Nanti pengembangannya di tahun depan akan lebih banyak lagi penerima manfaatnya yang memakai biogas enceng gondok ini,” ucap Siti.
Jika biogas enceng gondok sudah berjalan dengan baik, lanjutnya akan membantu masyarakat dalam pengurangan konsumsi gas elpiji. “Nanti warga sini bisa saja tidak perlu beli gas karena sudah bisa produksi biogas sendiri,” tandasnya.
Mudah Diolah
Sementara itu, Ketua Pokmas Ngudi Tirto Lestari, Turut Raharjo mengaku tidak kesulitan mengolah eceng gondok menjadi biogas. Eceng gondok yang dipanen dari Wadung Cengklik perlu dibuat busuk agar keluar gas.
Untuk mempercepat proses pembusukan, eceng gondok dicacah dengan alat pencacah bantuan dari Pertamina. Cacahan tersebut dicampur dengan air biasa dan dimasukkan ke wadah khusus.
“Biasanya kami buat 100 kilogram (eceng gondok) dengan 100 liter air. Ini dimasukkan ke wadah khusus agar gasnya tidak keluar,” paparnya.
Proses pembusukan bisa memakan waktu tiga pekan. Eceng gondok yang sudah busuk itu akan mengeluarkan biogas. “Gas ini yang dipakai untuk ganti elpiji, bisa langsung masuk kompor untuk masak,” terangnya.
Soal jumlah biogas yang diproduksi dari 100 kilogram eceng gondok, Turut Raharjo tidak bisa mengukur dengan pasti. Dia tidak bisa memastikan berapa kilogram biogas yang dihasilkan.
“Kami masih terus mengembangkan. Dari ini saja sudah banyak manfaatnya. Lumayan daripada beli gas melon,” ungkapnya.
Tidak hanya untuk biogas, ampas eceng gondok ini juga masih bisa dimanfaatkan. Yakni diolah menjadi pupuk ornganik. Pupuk ini sangat bermanfaat mengingat sebagian besar warga Kecamatan Ngemplak merupakan petani. Mereka akan sangat terbantu dengan produksi pupuk dari eceng gondok karena mampu menurunkan ongkos produksi tanam. Dan karena organik, pupuk ini tidak akan merusak kesehatan tanah. (*)