in

Mantan Anggota KPK Dukung Vonis Bebas Penyerang Novel Baswedan

JAKARTA (jatengtoday.com) – Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2010-2015, Busyro Muqoddas, mendukung hakim memutuskan bebas terhadap dua orang terdakwa yang disebut sebagai penyerang penyidik KPK Novel Baswedan.
“Mudah-mudahan hakim memutus bebas. Dengan divonis bebas maka akan dilakukan penyelidikan ulang,” kata dia, dalam diskusi virtual “Sengkarut Persidangan Penyerang Novel Baswedan” yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch (ICW), di Jakarta, Jumat (19/6/2020).
Baswedan diserang di dekat rumahnya, di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 11 April 2017. Selang dua tahun kemudian, Kepolisian Indonesia mengumumkan dua orang penyerang dia, yaitu oknum polisi bernama Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Utara dalam sidang 11 Juni 2020 lalu menuntut satu tahun penjara kepada keduanya. Hal ini kemudian menjadi kontroversi di tengah masyarakat.
Novel Baswedan melalui akun twitternya, @nazaqistsha, pada 15 Juni 2020 lalu juga mengusulkan pembebasan Mahulette dan Bugis.
Dia menuliskan “Saya juga tidak yakin kedua orang itu pelakunya. Ketika saya tanya penyidik dan jaksanya mereka tidak ada yang bisa menjelaskan kaitan pelaku dengan bukti. Ketika saya tanya saksi-saksi yang melihat pelaku dibilang bukan itu pelakunya. Apalagi dalangnya? Sudah dibebaskan saja dari pada mengada-ngada”.
Melanjutkan ucapannya, Muqoddas menyatakan, “Tapi menyerahkan penyelidikan ke kepolisian, maaf sulit sekali dilakukan dalam proses ini. Jalan keluarnya jangan kasih ke polisi, kasihan banyak polisi yang masih jujur dan berintegritas, jadi bagaimana menelisik pelaku sesungguhnya adalah menggedor Presiden Jokowi untuk membentuk TGPF.”
Menurut dia, sejak Novel diserang pada 11 April 2017 lalu, suara mengenai pembentukan TGPF sudah digaungkan. Namun tak ditanggapi Jokowi.
“Ini seperti usulan bersama tiga tahun lalu yang tidak pernah digubris, karena bila hakim menggunakan nalar hukum berdasarkan analissi fakta dan hati nurani maka jelas menimbulkan keragu-raguan berat terhadap proses itu,” kata dia.
Diskusi itu diikuti sejumlah mantan anggota KPK, yaitu Saut Situmorang (periode 2015-2019), Abraham Samad (periode 2011-2015), Bambang Widjojanto (periode 2011-2015), dan pengacara Baswedan sekaligus Koordinator KontraS, Yati Andriyani.
Kasus Udin
Muqoddas lalu membandingkan kasus Baswedan dengan pembunuhan wartawan Harian Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin, pada 1996.
Menurut dia, yang menewaskan wartawan ini latar belakang pemberitaan dugaan korupsi di Pemda Bantul.
“Yang menarik ketika pengacara terdakwa Iwik yaitu pengacara yang independen berhasil mengungkap sisi sisi gelap dari apa yang didakwakan kepada Iwik ini, akhirnya sidang berubah dari skenario oleh polisi sampai akhirnya jaksa menuntut bebas saudara Iwik dan hakim membebaskan terdakwa Iwik dari semua dakwaan,” kata dia.
Namun menurut dia, berbeda dengan kasus Novel. “Artinya jaksa di Yogyakarta waktu itu nampak berpikir objektif lalu juga menampakkan nurani sebagai penegak moralitas hukum yang objektif demikian juga hakimnya,” kata dia.
“Yang jadi catatan saya adalah jaksa ini wakil negara di bawah Kejagung, Kejagung di bawah presiden. Dalam kasus Iwik jaksa di Bantul menuntut bebas tapi dalam kasus teror Novel ini jaksa justru menuntut satu tahun. Ada apa di balik semua itu?,” ucapnya.
Ia menyatakan, persidangan belumlah final meski peran jaksa sudah selesai dengan dibacakannya tuntutan itu. (ant)
editor : tri wuryono

Tri Wuryono