in

Awas, Pasanganmu Melakukan Manipulasi Emosional Terselubung

Bukan rahasia. Banyak orang pacaran atau berumah-tangga, tidak bahagia di pertengahan. Mau berpisah, akal sehat selalu kalah melawan kenangan.

Ketahui apa nama masalahnya. Secara tak-sadar, banyak orang terkena manipulasi emosional, dari pasangannya. Jika tidak terselesaikan, sebuah hubungan tidak lagi menjadi hubungan penuh cinta, sebaliknya, menggerogoti mental, energi, dan waktu.

Adelyn Birch menuliskan masalah ini dalam buku 30 Covert Emotional Manipulation Tactics (30 Taktik Manipulasi Emosional Terselubung), terbitan Createspace Independent Publishing Platform, 2015, setebal 66 halaman.

Waspadai peningkatan keintiman yang cepat dan tidak normal. Hubungan yang penuh cinta, tidak menyakitimu. Kenali manipulasi emosional terselubung dalam hubungan kamu.

Tanda-Tanda Kamu Sedang Dimanipulasi Pasanganmu

  • Dari cinta, suka, bebas, terbuka, menjadi ketakutan akan kehilangan. “Kamu boleh marah, dunia boleh hancur, tetapi jangan tinggalkan aku.
  • Kebahagiaan kamu menjadi bergantung kepada hubungan kamu. Kalau bertengkar atau putus, dunia bisa Kiamat.
  • Kamu beralih dari titik ekstrem tertinggi ke titik ekstrem terendah. Misalnya, dengan mudha, dari yang tadinya senang, bisa berubah menjadi kecewa berat.
  • Takut kehilangan hubungan. Mengalami kebergantungan informasi. Ia sedang apa? Mengapa ia melakukan itu? Kebergantungan ini bisa sampai ke tahap kritis.
  • Hubunganmu berada dalam keadaan kompleks, sulit dijelaskan. “Ceritanya.. ah, sulit sekali diceritakan..”.
  • Kamu merasa bertanggung-jawab atas rusaknya hal-hal yang terbaik namun kamu tidak yakin bagaimana hal itu terjadi. “Semua ini salahku.. entah mengapa semua ini terjadi.”
  • Kamu terlalu terobsesi dengan hubungan kamu. Sepertinya, hubungan ini adalah segalanya, sumber kebahagiaanmu, tempat segala macam kebaikan, dan penerapan nilai-nilai terbaik dalam hidup.
  • Kamu terlalu menganalisis hubungan kamu sampai pada tahapan yang sangat rasional. “Saya pilih dia, karena dia itu orangnyabaik, perhatian, dan tahu apa yang aku inginkan. Bukankah kita ingin bahagia dengan pasangan?“. Kebanyakan hubungan yang berhasil, justru bukan berasal dari alasan-alasan rasional, melainkan berasal dari “getaran”.
  • Sering bertanya tentang kepantasan, apakah ada yang salah dengan sikapku kepadamu. Kebahagiaanmu membutuhkan izin darinya. “Kamu nggak suka kalau aku pakai baju merah? Kalau iya, aku nggak akan pakai baju merah.“.
  • Bersikap defensif, sering menjelaskan alasan-alasan tindakanmu. “Sebelumnya, jangan marah.. Tadi aku nggak langsung jawab WA kamu, karena aku sedang di jalan. Biasanya juga langsung aku jawab, kan?“.
  • Kamu mengembangkan masalah dengan kepercayaan (trust), kecemburuan, dan rasa tak-aman (insecurity). Tidak terlepas dari 3 hal itu. Mau bertindak, selalu bertanya, “Bagaimana kalau ia marah? Bagaimana kalau nanti ia cemburu? Bagaimana kalau ketahuan?“.
  • Kamu merasa tidak bisa membuat pasanganmu bahagia lagi. Kamu terkena impostor syndrome berkepanjangan di depan dirinya, merasa nggak berguna, dan penilaian baik dialah yang kamu tunggu. Kamu merasa lebih buruk di hadapannya, merasa tidak percaya-diri, dan tidak smart lagi, tidak tahu keinginannya.
  • Kamu merasa dilarang dan merasa bersalah ketika mengekspresikan pikiran dan emosi negatif. Nggak bebas untuk marah, tertawa, dan bergaul dengan orang lain. “Aku tadi ketawa tetapi sekadar mengimbangi kawanku yang suka bercanda.
  • Kamu marah-marah kepada orang lain, bukan kepada pasanganmu. Membuat lembaga gosip dan curhat, padahal masalahmu ada pada hubunganmu.
  • Kamu menjalani rutinitas, pola perilaku, dan reaksi yang hampir sama, monoton, dan tidak membuatmu senang dengan tindakanmu sendiri. Kamu kehilangan “malam minggu” dengan orang lain, kehilangan momen melamun, kehilangan asyiknya tidak melakukan apa-apa.
  • Kamu lebih memilih “kenangan” daripada akal sehat.

Taktik Manipulasi dan Cara Mengatasinya

Penguatan Intermitten

Bala bantuan positif, perhatian dan penghargaan atas dasar intermiten. Dinamika yang sama yang membuat orang kecanduan judi. Untuk mengatasinya, cobalah tidak terlalu meluap-luap secara emosional. Jika memiliki harapan, bersikaplah realistis. Jangan menggunakan “figur ideal” untuk diterapkan dalam hubungan. Pacar kamu bukan tokoh fiktif di film Korea, apalagi setampan itu.

Penguatan Negatif

Manipulator memberikan hukuman atau penarikan, ketika kamu melakukan sesuatu yang tidak ia sukai. Dengan mudah membuktikan negativitas, agar kamu menyadari kesalahanmu. Pesannya baik, namun caranya buruk. Ia menciptakan “perasaan bersalah” (guilty feeling), menyudutkan, dan membuatmu menyalahkan dirimu sendiri.

Misalnya, ia bilang begini, “..karena kamu terlambat, kamu nggak boleh pegang hape. Setelah itu, berjanjilah, kamu tidak akan mengulangi lagi“. Kamu bukan anak playgroup. Kesalahan yang sudah jelas dan bisa diperbaiki, tidak perlu dinyatakan lagi di mana salahnya.

Sengaja Menyebabkan Kehancuran

Manipulator akan melakukan ini: menyudutkan secara emosional, membuatmu marah tanpa-kendali, dan menuduhmu tidak normal. Kasus ini sering terjadi. Sudah tahu kalau (sebenarnya) kamu cemburuan, ia sengaja membuatmu cemburu sampai kamu hilang-kendali, kemudian ia menunjukkan kalau sikapmu itu nggak wajar, kayak anak kecil, dst. Untuk mengatasi ini, sadarkan dirimu, konsekuensi apa yang akan kamu terima kalau kamu marah-marah dan kalap.

Pergeseran Fokus

Manipulator menggeser fokus kamu menuju keadaan lain, misalnya: kamu bertanya tentang A, pertanyan itu dianggap sebagai tuduhan, kemudian topik berubah menjadi kamu yang harus menjelaskan ke arah negatif. Manipulator merasa berhasil menemukan sesuatu, hanya agar topik berubah. Kalau ada fakta yang ia tahu (dan dalam posisi benar), ia akan besar-besarkan itu, agar (diam-diam) bisa ganti topik. Kalau kamu salah sebut nama kota, misalnya, ia akan tampil sebagai orang yang paling mengerti nama kota itu.

Pengungkapan Dini

Memalsukan kerentanan dengan mengungkapkan informasi pribadi tentang diri mereka sendiri untuk menciptakan rasa keintiman yang salah. Misalnya, “Kamu sudah tahu, kalau aku itu orangnya sangat sensitif kalau diajak bicara tentang masa lalu..” padahal waktu itu kamu sedang mengajak bercerita tentang asyiknya masa SMA dan pasanganmu tidak mau membahas mantannya. Ia memakai alasan “saya sensitif dengan masa lalu” untuk bwrlindung dari masa lalu.

Triangulasi

Menghadirkan pihak ketiga, sehingga hubungan menjadi tiga arah (triangular), yang membuat kamu cemburu, seringnya pihak ketiga ini fiktif, hanya agar ia mengetahui reaksi kamu dan kamu mengungkap sisi negatifmu sendiri. Manipulator memilih cuci-tangan ketika melakukan triangulasi. Sosok pasangan seperti ini, tega menghadirkan figur fiktif demi kepentingannya sendiri. Ia tidak mau repot menghadapi kenyataan, bahkan kurang tahu kalau tindakannya itu kebohongan.

Bermain [sebagai] Korban

Menyalahkan korban atau bermain sebagai korban agar pikiran yang sesungguhnya tidak terungkap. Manipulator tahu, penolong akan bertsnya kepada korban (dirinya), dan bisa dikendalikan untuk menuruti apa maunya.

Penghinaan dan Pelecehan Tak-Langsung

Memberikan saran, seolah-oleh netral, namun ketika kamu menjatuhkan pilihan, ia akan menyalahkan pilihanmu, menjatuhkan kamu, dan tidak merasa memberikan opsi buruk kepadamu. Kasus seperti ini sering terjadi. Ketika kamu bertanya, “Baju apa yang sebaiknya kupakai untuk acara temanmu?“, ia bisa memberikan saran, “Yang menurutmu bagus saja.“.

Ketika ada yang menganggapnya kurang keren, dengan mudah ia menyalahkan kamu sebagai orang yang nggak ngerti selera, atau kurang menghargai acara kawannya. Ia tidak merasa ikut menentukan pengambilan keputusan. “Kemarin kan aku sudah bilang, pakai yang pantas, hasilnya malah memalukan.“.

Dari saran “netral” ke “menyalahkan”.

Menciptakan Rasa Bersalah

Menggunakan rasa bersalahmu agar kamu mau melakukan apa yang mereka inginkan. “Apa kamu nggak kasihan dengan keadaanku? Tolong ya..“.

Kamu hidup bukan untuk menyelesaikan masalah orang lain, hanya karena rasa kasihan. Buatlah prioritas. Mengerjakan agenda orang lain, hanya akan membuatnya semakin tidak mandiri.

Malu

Menyatakan rasa jijik atau malu, agar kamu merasa malu kepada diri sendiri. Hanya masalah selera, bisa menjadi masalah. Misalnya, kamu suka naik gunung (dan nggak mandi di gunung), ia akan kaitkan hobi sehat kamu dengan kebersihan, kesehatan, bahaya, dll.

Kebohongan

Manipulator berbohong, berpura-pura, atau mengaku memiliki perasaan yang sebenarnya tidak mereka miliki.

Manipulator tidak bisa membedakan mana empati, mana simpati.

Ketika ia tidak menemani kamu ketika sedang bersedih sepanjang malam karena dapat nilai B+ (biasanya dapat A), ia bilang, “Semalam aku tidak menghubungi kamu karena aku sedih mikirin kamu.“. Ia terlalu percaya, perasaan orang lain bisa lebih baik dan posisinya aman, dengan kebohongan.

Manipulator membuat janji yang tidak ingin mereka pertahankan. Sebelum menjadi pacar, ia mirip penyair dan penuh-perhatian, namun setelah jadian, ia berubah menjadi pengendali berkekuatan super.

Gaslighting

Melakukan pengawasan dan menunjukkan hal-hal, yang sering sepotong-sepotong, untuk memperlihatkan kesalahanmu. Stalking hanya sebagian kecil dari gaslighting. Manipulator sangat bangga bisa mengintai. Dengan segala alasan baik menurut ia sendiri. Manipulator meminta akses akun kamu. “Aku lakukan ini demi kebaikan kamu. Lagian, kamu percaya aku, kan? Sekarang ini banyak kejadian..“.

Kalau melindungi berarti membawa kunci dan menempati rumah, itu berarti kamu menyewa rumahmu sendiri. Apa artinya akun kalau setiap ada inbox masuk, bukan kamu yang baca, dan kamu harus selalu menjelaskan apa yang terjadi kepada pasanganmu?

Kalau ini terjadi, tidak usah bermedia sosial dengan akun itu. Berikan akunmu kepada pasangan, buatlah akun lagi. Manipulator sulit diajak bicara mengenai privasi dan kepercayaan. Tugas ia ke dunia, untuk memanipulasi privasi dan kepercayaan itu.

Meminimalkan Situasi

Menganggap tindakan atau pernyataan yang bermasalah dari mereka, sebagai sesuatu yang nggak penting. “Kenapa sih kamu membesar-besarkan masalah ini?“. Lagi-lagi, lari dari masalah adalah ciri khas manipulator. Hitung, berapa kali ia melarikan-diri dari pembahasan?

Manipulator selalu mencari pintu untuk melarikan-diri.

Validasi Perasaan

Menolak, meminimalkan, mengabaikan, mengkritik, atau menghina perasaan seseorang. Manipulator bisa bilang, “Nah, sekarang kita tahu, sebenarnya kamu itu orangnya sangat sensitif. Tadi kamu bilang sendiri, kan? Sebaiknya sekarang setiap kali kamu marah, kamu sadari kalau kamu itu orangnya sensitif.”. Ia tidak mau repot. Kamu dianggap bermasalah, dihina, lalu kamu sendiri yang harus mengalahkan dirimu sendiri.

Pesona Superfisial

Menampilkan pesona yang tampaknya keren namun sebenarnya dangkal. Misalnya, bawa buku hanya agar kelihatan keren dan suka baca, atau mengutip perkataan pemikir, agar kelihatan mengerti apa kata pemikir itu.

Cara mengatasinya mudah: uji dan mintalah membuktikan.

Memakai kaos brand terkenal, bukan berarti kaya. Baca buku banyak, bukan berarti pintar. Pamer selfie dengan orang-orang terkenal, belum tentu akrab dengan orang-orang itu. Nytatus penuh quote religius, belum tentu ia paham dengan apa yang ia tuliskan. Jangan mudah terpesona pada casing.

Lupa Disengaja

Berpura-pura melupakan sesuatu yang penting atau kamu pedulikan, serta menyiapkan sederet alasan yang seolah-olah masuk akal. “Waduh, aku lupa, padahal sejak tadi malam sudah aku siapkan.

Hukuman Traumatis

Mereka membangun dominasi dengan tindakan kemarahan yang hebat atau agresi.

Idenya adalah untuk “melatih” kamu agar menghindari konfrontasi atau agar kamu tidak menyentuh topik tertentu, agar ia tak-tersentuh.

Manipulator menyukai hukuman, yang ia sebut sebagai konsekuensi logis.

Manipulator menyukai pasangan yang ketakutan dan pamer ketegasan dan kemarahan, agar bisa memberikan hukuman. “Kalau sampai kamu terlambat, aku nggak bisa membantu kamu. Aku paling tidak suka dengan orang yang terlambat. Sekali aku beri peringatan tetapi diabaikan, ya sudah, nggak ada toleransi lagi.

Meremehkan

Meremehkan pendapat, tindakan, atau pencapaian korban dengan sarkasme, kritik, atau lelucon. Biasanya dengan mengejek habis-habisan, begitu kamu salah-kutip, salah menjelaskan, atau ketahuan sedikit saja kesalahanmu. “Sudahlah, nggak usah terlalu berpikir yang rumit. Koreksi diri kamu sendiri. Tidak ada yang sempurna di dunia ini.

Tindakan ini merupakan pembodohan nyata. Hanya karena kamu bukan dokter, kamu nggak didengar kalau bicara tentang kesehatan. Hanya karena kamu bertanya, atau mempertanyakan sesuatu, ia dengan mudah menganulir usaha dan tindakan kamu.

Manipulator takut kalau pasangannya melakukan petualangan walaupun di tingkatan pemikiran.

Memposisikan Kamu ke Posisi Defensif

Menyerang dengan agenda yang harus kamu selesaikan atau dengan pertanyaan yang perlu kamu jawab. Kamu diposisikan defensif agar hanya sibuk menjawab dan menjelaskan. “Coba jelaskan, apa saja alasan kamu tidak mau mendukung ideku?“. Dengan sibuk menjawab dan menjelaskan hal-hal yang nggak penting, kamu menuruti permainan manipulasi emosi. Ia aktif, kamu reaktif. Ia menentukan, kamu sibuk menolak dan menanggapi.

Menakut-nakuti

Membuatmu takut. Bahkan kalau kamu putus-hubungan dengannya, itu karena sudah terprediksi atau agar kamu menerimanya. Manipulator mengarahkan kamu agar lari dari kenyataan. Tujuannya bukan memutuskan kamu, tetapi melihat dirinya sendiri bisa menakuti kamu.

Permainan Hati Nurani

Manipulator meminta belas kasihan dan mendorongmu menjadi orang yang berbaik hati.

Saat mereka tertangkap basah, atau terlihat nyata kesalahannya, mereka merayu dan meminta belas-kasihan. “Masak kesalahan begini saja kamu permasalahkan? Ingat, kita sudah melampaui suka-duka bersama..“.

Terutama pada kesalahan fatal. Manipulator tidak tahu pemakaian kata “khilaf” yang tepat, namun ia memakainya sesuai kepentingan dan situasi, agar menguntungkan.

Pembenaran dan Rasionalisasi

Manipulator membuat alasan yang terdengar rasional untuk perilaku buruk mereka. “Logikanya begini..“. Padahal bukan logika, melainkan bias kognitif.

Sanjungan

Sanjungan tidak selalu jelas dan bisa disembunyikan dan disamarkan, dibalik menjadi dukungan untuk dirinya. “Wah, keren sekali. Sudah aku duga kamu bisa melakukannya dengan mudah. Sekarang, coba bagaimana kalau masalah ini kamu selesaikan, aku mau lihat secepat apa kamu bisa lakukan.” Manipulator mengajakmu jalan-jalan, berkeliling untuk dipamerkan kepada kawan-kawannya, dan memperlihatkam betapa ia berperan di balik kemampuanmu itu. Manipulator mem-forward dirimu sebagai attachment (lampiran), sedangkan teks dan anotasinya ia kerjakan agar penerima pesan menganggap betapa hebat dirinya. Pujian untukmu hanyalah alas bagi pujian dan kepentingan lebih besar.

Serangan Perhatian

Awas! Intimasi yang menaik, terlalu cepat, texting (chat WA), dan percakapan yang terlalu sering, memberi hadiah tiba-tiba, dan sangat perhatian kepadamu. Manipulasi sebenarnya sedang bekerja. Kamu menjadi terpesona kepada presentasi 15 menit yang ia lakukan dan menunjukkan betapa besar pengorbanan yang ia lakukan. Jangan mudah terpesona pada perhatian-pertama.

Trance dan Hipnosis

Kamu diajak terbawa kepada situasi menyenangkan, dipacu dengan musik, makanan enak, kata-kata lembut, dst. Agar kamu mengungkapkan dirimu yang paling dalam, yang paling hitam.

Buaian bisa berubah menjadi serangan dengan pewaktu yang jarang disadari.

Kamu mau selfie berdua, ia punya fotomu dengan pakaian minim, atau chat yang memalukan. Itu bisa terjadi kalau dirimu terbuai dan mengikuti hipnotis dengan mata terbuka. Ingatlah, sebagian manipulasi itu terancang.

Waspadai Tinggi-Rendah Emosi

Menariknya emosi, justru pada pasang-surutnya emosi. Tidak selalu menarik, tidak selalu datar. Konflik emosional bisa membuat orang kecanduan kepada pertikaian -rutin-. Emosi tinggi didorong oleh dopamine yang memicu euforia. Perasaan kamu terkuras dengan mudah. Ketika emosi rendah, justru membuat kamu ingin kembali ke puncak. Penguatan imbalan yang berselang-seling, yang tidak stabil, dengan hukuman sesekali, justru mengembangkan ikatan emosional terkuat. Orang menyebutnya: suka-duka, pahit-manis. Hubungan yang “berdasarkan intensitas” (keras atau ringan), membuat orang kecanduan, sebagaimana narkoba dan alkohol. Waspada terhadap pelecehan emosi.

Jika itu yang terjadi, waspadalah: hubungan kamu sedang dimanipulasi “orang lain”. Orang yang kemarin kamu cintai, bisa jadi sedang mengubah kamu menjadi “orang lain”.

Madonna berkata, “Miskin itu orang yang kebahagiaannya membutuhkan izin orang lain”.

Tubuh kamu milikmu sendiri, hidupmu milikmu sendiri. Sejak kecil orang tua merawatmu agar senyummu semakin lepas. Kamu masuk sekolah agar lebih pintar, merdeka, dan menjadi diri-sendjri.

Manipulator memanfaatkan 3 kata-kunci yang ia kombinasikan: “niat baik”, “kebohongan”, dan memakai orang lain”, demi kepentingannya sendiri.

Kalau manipulasi emosional terjadi secara sistematis, berarti, itu bukan lagi cinta. Penindasan. Lawan kata dari “kemerdekaan” dan “kebahagiaan”.

Periksa lagi, apakah hubunganmu seperti itu? [dm]