in

Luncurkan Sekolah Tani Pemkab Semarang Ingin Cetak 500 Petani Milenial per Tahun

Bupati Semarang, H Ngesti Nugraha (tengah) membakar semangat para milenial peserta pelatihan, pada peluncuran Sekolah Tani Milenial yang dirintis Dispertanikap Kabupaten Semarang di Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaaan Swadaya (P4S) Citra Muda, Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Senin (16/9/2024)

UNGARAN (jatengtoday.com) —Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang melalui Dinas Pertanian Perikanan dan Pangan (Dispertanikap) membuat terobosan baru dalam menjawab tantangan keberlanjutan  sumber daya manusia (SDM) bidang pertanian di daerahnya.

Menyasar kaum milenial, Dispertanikap bekerjasama dengan Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaaan Swadaya (P4S) Citra Muda, Desa Kopeng, Kecamatan Getasan meluncurkan Sekolah Tani Milenial.

Di sekolah tani ini, kaum milenial bakal digembleng, diberikan bekal skil di bidang pertanian maupun manajemen pemasaran produk hasil pertanian serta pendampingan, hingga nantinya siap terjun sebagai SDM di bidang pertanian di Kabupaten Semarang.

Melalui Sekolah ini, Pemkab Semarang mengajak generasi muda –khususnya kaum milenial—tertarik dan mau terjun langsung di bidang usaha pertanian, sekaligus juga untuk mencetak petani baru dari kalangan milenial.

Untuk saat ini, di Kabupaten Semarang sudah ada sekitar 480 petani milenial. Dengan adanya Sekolah Tani Milenial ini Pemkab Semarang menargetkan mampu mencetak 500 petani milenial per tahun.

“Sehingga dalam waktu dua atau tiga tahun ke depan, jumlah petani milenial di Kabupaten Semarang akan semakin bertambah,” ungkap Bupati Semarang, H Ngesti Nugraha usai meluncurkan Sekolah Tani Milenial di Kebun Pelatihan P4S Citra Muda, Desa Kopeng, Senin (16/9/2024).

Bupati juga menyampaikan, di tahun 2024 Sekolah Tani Milenial Dispertanikap ini sudah melaksanakan pelatihan untuk delapan angkatan dari total sebanyak 12 angkatan. Targetnya adalah 500 milenial dari seluruh kecamatan (19 kecamatan) yang ada di Kabupaten Semarang.

Anggaran untuk pelatihan di Sekolah Tani Milenial ini dari APBD Kabupaten Semarang yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) serta bantuan Corporate Social Responsibility (CSR) sejumlah perusahaan yang dimanfaatkan untuk membangun fasilitas pelatihan.

Pemkab Semarang, lanjut bupati, setiap tahun akan berupaya menambah anggaran pelatihan. Karena setelah para milenial ini dilatih, mereka juga akan praktek langsung. Pendampingan dilakukan Dispertanikap melalui para Penyuluh Pertanian lapangan (PPL).

Agar pelatihan lebih maksimal, nantinya para PPL juga akan dibantu dari APBD. Pemkab Semarang juga akan mengupayakan pemasaran hasil pertanian para petani milenial. “Misalnya melalui kerjasama antar BUMDes maupun dengan pemasok agar hasil produksi petani milenial ini bisa masuk supermarket,” tegas Ngesti.

Kepala Dispertanikap Kabupaten Semarang, Edy Sukarno mengungkapkan, diwujudkannya Sekolah Tani Milenial ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan semakin berkurangnya jumlah SDM di bidang pertanian.

Baik karena kurangnya regenerasi petani serta rendahnya minat kaum milenial untuk terjun langsung di bidang/ sektor pertanian. Di sisi lain jumlah petani yang ada di Kabupaten Semarang juga terus berkurang karena faktor usia.

Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2023 terungkap, jumlah petani di Kabupaten Semarang berkurang 10 persen lebih, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Artinya setiap tahun ada pengurangan jumlah petani hingga 1 persen di Kabupaten Semarang.

Di sisi lain, jumlah petani milenial di wilayah Kabupaten Semarang tercatat baru sekitar 11,8 persen, sisanya merupakan petani yang berusia di atas 45 tahun bahkan mendekati 60 tahun dan jumlahnya sudah mencapai sekitar 77,8 persen.

Artinya dalam jangka panjang, kalau pemerintah tidak punya upaya untuk menarik kaum milenial terjun di sektor pertanian, lama kelamaan jumlah petani akan terus habis. Padahal potensi pertanian di Kabupaten Semarang sangat luar biasa besar.

Maka Pemkab Semarang tidak ingin masalah keberlanjutan SDM pertanian ini menjadi problem masa depan. “No farm, no food, no life’. Jika tidak ada petani, tidak ada makanan akhirnya juga tidak akan ada kehidupan,” tegasnya.

Makanya sekolah tani ini anak- anak muda digandeng untuk dilatih mulai dari technical skill bagaimana cara menekuni pertanian organik. Karena pertanian organik akan semakin meningkatkan hasil.

Selain itu juga diajarkan soft skillnya dalam konsep kewirausahaan dan bagaimana mengenal ekonomi digital untuk pemasaran. “Ke depan sekolah tani ini juga akan didorong untuk memanfaatkan teknologi di bidang pertanian,” jelasnya.

Edy juga menyampaikan, untuk tahun pertama ini total peserta sebanyak 540 anak muda dari berbagai kecamatan di Kabupaten Semarang yang terbagi dalam 12 angkatan dengan per angkutan jumlah pesertanya mencapai 40 orang.

“Pelatihan ini tidak dipungut biaya dan para pesertanya justru mendapat transportasi serta biaya akomodasi,” tambahnya.

Salah satu mentor Sekolah Tani Milenial dari P4S Citra Muda, Sofyan Adi Cahyono menambahkan, pelatihan di sekolah tani ini dibagi menjadi beberapa klastering Seperti kalster tanaman pangan meliputi padi, jagung dan singkong; klaster hortikultura meliputi sayuran, buah- buahan, tanaman hias dan biofarmaka.

Kemudian klaster perkebunan meliputi kopi, tembakau dan cengkih; klaster pembuatan pupuk organik, klaster membuat olahan pangan, klaster peternakan dan perikanan hingga klaster bagaimana mengemas pertanian untuk wisata agro.

“Sehingga nantinya di Kabupaten Semarang ini akan muncul petani- petani milenial di bidang pangan, hortikultura, sayuran buah, peternakan, pengolahan dan lainnya untuk mengoptimalkan potensi yang ada,” jelasnya. (*)

Bowo