in

Lima Tuntutan Pedagang Barito yang Harus Dipenuhi Wali Kota

SEMARANG (jatengtoday.com) – Dari ribuan pedagang di bantaran Sungai Banjir Kanal Timur (BKT) yang terdampak pembangunan normalisasi sungai, ada 536 pedagang Barito Blok A-H di Kelurahan Karangtempel Semarang Timur, Kota Semarang yang sempat menolak.

Mereka terbilang paling alot dan tidak mau dipindah secara asal-asalan. Pasalnya, para pedagang di kawasan tersebut terbilang memiliki level lebih tinggi ketimbang pedagang kaki lima (PKL) biasa. Pedagang beraneka ragam onderdil kendaraan, mobil maupun motor, kerajinan besi, tembaga hingga kerajinan kayu tersebut memiliki omzet rata-rata mulai Rp 100 juta hingga miliaran.

Tentu saja, mereka tidak mau disamakan dengan PKL yang hanya ditempatkan di klaster kios mini pasar tradisional. Makanya, rencana pemindahan di Pasar Klitikan Penggaron pun ditolak mentah-mentah.

Namun saat ini, gelombang penolakan pedagang terkait relokasi telah mereda setelah Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi memberi kebijakan cukup bijaksana. Sedikitnya ada lima tuntutan yang harus dipenuhi oleh Wali Kota Semarang, baru pedagang siap pindah. Keempat tuntutan tersebut, masing-masing:

1. Meminta Pembangunan Shelter Permanen untuk 536 Pedagang

Para pedagang meminta kepada Pemkot Semarang merealisasikan pembangunan shelter permanen untuk 536 pedagang Barito Blok A-H. Bahkan pedagang telah membuat detail engineering design (DED) sendiri.

2. Tidak Mau Tempati Klaster Kios Standar Pasar Tradisional

Para pedagang tidak mau menempati klaster kios standar pasar tradisional. Sebab, tidak mungkin mencukupi untuk pedagang onderdil motor, mobil, kerajinan besi, dan lain-lain.

3. Blok A-H Tidak Mau Dipisah-pisah

Para pedagang juga tidak mau dipisah-pisah. Sebab, kawasan Barito, terutama Blok A-H dinilai telah menjadi ikon di Kota Semarang. Keberadaan Barito telah dikenal orang di Jawa Tengah sebagai pusat suku cadang motor, mobil, kerajinan besi, dan lain-lain.

4. Tiga Tahun Tak Selesai, Minta Kontrak Diperpanjang

Apabila pembangunan shelter permanen tidak bisa diselesaikan dalam tiga tahun, Pemkot Semarang harus memerpanjang kontrak lahan di relokasi Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT).

5. Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Lantai Kios Ditanggung Pemkot

Akses jalan menuju relokasi MAJT hingga sekarang tidak mendapatkan perhatian Pemkot Semarang. Pasalnya, kondisi jalan menuju ke pasar relokasi ini rusak dan memprihatinkan. Maka dari itu, pedagang meminta agar akses jalan menuju relokasi MAJT dibangun. Selain itu, lantai kios yang akan ditempati juga harus dibangun oleh Pemkot Semarang.

Apabila kelima tuntutan tersebut dipenuhi oleh Wali Kota Semarang, sebanyak 536 pedagang Barito Blok A-H bersedia pindah ke relokasi MAJT.

“Kami sampaikan kepada Wali Kota Semarang, bahwa pedagang Barito Blok A-H sebanyak 536 orang, siap pindah sementara. Tetapi untuk jangka panjang harus dibikinkan shelter permanen,” kata Ketua Paguyuban Pedagang Karya Mandiri Barito Blok A-H, Rahmat Yulianto, Rabu (29/8/2018).

Dikatakannya, selama ini warga tidak pernah diberi tahu mengenai DED. “Nah, setelah dikasih tahu DED-nya, bahwa tempat kami di gambar kena semua. Kami coba audiensi dengan Wali Kota Semarang, ada opsi usulan dari pedagang bagaimana kalau ditata lagi di Barito?” katanya.

Atas usulan dan permintaan pedagang, ternyata Wali Kota Semarang merespons dengan bijak. “Melalui audensi itu, Pak Wali Kota menyetujui untuk mencarikan tempat lain (bukan di Pasar Klitikan Penggaron), yakni di relokasi MAJT. Wali Kota juga berjanji menyiapkan tempat pedagang Barito A-H secara permanen,” katanya.

Selama sesuai dengan permintaan pedagang sebanyak 536 orang, maka pihaknya siap pindah di relokasi MAJT yang sudah disewakan lahan seluas 2,5 hektare. “Termasuk kami tidak mau dipisah-pisah, harus menjadi satu kesatuan Blok A-H,” katanya.

Sedangkan untuk realisasi shelter permanen, kata dia, Wali Kota menjanjikan 2019, akan dianggarkan untuk pembangunan shelter permanen bagi pedagang Barito A-H. “Ada dua opsi pilihan lahan milik pemerintah yang ditawarkan bisa dibangun shelter permanen, yakni di daerah Sawah Besar dan Gayamsari,” katanya.

Akhirnya pedagang sepakat. Untuk bisa menata pedagang Barito menggunakan DED baru membutuhkan waktu lama. Sebab, harus mengubah DED BKT yang sudah jadi. “Termasuk mengubah Keputusan Presiden juga. Makanya kami koordinasi lagi dengan teman-teman 536 pedagang di Karangtempel, untuk bersepakat. Sejak awal kami mendukung pembangunan normalisasi BKT, tapi hanya persoalan relokasi di Pasar Klitikan Penggaron itu tidak tepat,” katanya.

Sedangkan pembangunan shelter permanen, ditargetkan selesai 2021. Selama menunggu tiga tahun ke depan, pedagang diminta pindah dan nenempati relokasi MAJT. “Apabila pembangunan shelter Barito permanen di Karangtempel belum selesai, maka kontrak lahan relokasi MAJT akan diperpanjang lagi. Atas kesepakatan itu, kami siap pindah,” katanya.

Ia memberi apresiasi kepada Pemkot Semarang, karena masukan dari pedagang mendapat respons baik dari Wali Kota Semarang. “Kami sempat mengajukan DED tentang shelter permanen untuk PKL Barito, kepada Pemkot Semarang. Itu yang nantinya dijanjikan akan dianggarkan 2019. Shelter permanen itu juga berdasarkan DED yang saya ajukan bersama kawan-kawan,” katanya. (*)

editor : ricky fitriyanto

Abdul Mughis