SEMARANG (jatengtoday.com) – Selama beberapa tahun terakhir, sedikitnya terjadi lima kecelakaan bus umum yang mengakibatkan banyak korban tewas. Ini menjadi riwayat buruk transportasi di Indonesia.
- PO Sang Engon
Jumat (20/2/2015), sebanyak 16 peziarah asal Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur tewas dan 51 lainnya terluka akibat bus PO Sang Engon nomor polisi B 7222 KGA yang mereka tumpangi terguling di ruas Tol Jatingaleh, Semarang, Jawa Tengah. Bus yang dikemudikan Ahmad Husein (56) itu menabrak dan melewati pembatas jalan, lalu terguling di tikungan tajam Tol Semarang.
- PO Mustika Mega Utama
Kedua, hari Rabu (27/2/2013), sebanyak 17 penduduk Kampung Cikemang, Desa Sukajaya, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat juga tewas. Bus yang mereka tumpangi menabrak tebing di Ciloto, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Bus PO Mustika Mega Utama berpelat kendaraan F 7263 K, yang ditumpangi warga Cikemang, itu mengalami kecelakaan diduga karena terlalu banyak penumpang. Rombongan itu akan berziarah ke makam leluhur mereka di Cikundul, Cianjur, Jawa Barat.
- PO Giri Indah
Ketiga, hari Rabu (21/8/2013), bus Giri Indah berpelat B 7297 BI, mengalami kecelakaan di Jalan Raya Puncak, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sebanyak 20 orang tewas.
- Bus Pariwisata F 7959 AA
Keempat, pada Sabtu (10/2/2018) sekitar pukul 17.00, sebanyak 27 orang tewas dalam kecelakaan sebuah bus pariwisata pada jalan turunan di Kampung Dawuan, Desa Ciater, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Bus berpelat F 7959 AA mengangkut 43 orang ini membawa rombongan anggota dan pengurus Koperasi Simpan Pinjam Permata, Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten. Saat melintasi turunan dan kelokan tajam di Kampung Dawuan, laju bus cukup cepat sehingga pengemudi tidak bisa mengontrol dan rem pun tak berfungsi optimal.
- PO Sriwijaya
Kecelakaan bus PO Sriwijaya jatuh ke jurang Sungai Lematang di Liku Lematang, Desa Prahu Dipo, Kecamatan Dempo Selatan, Pagar Alam, Sumatera Selatan, Senin (24/12/2019). Ini menjadi catatan kelam di penghujung tahun 2019. Sedikitnya tercatat 35 orang meregang nyawa akibat kecelakaan di tengah malam itu.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno mengatakan, jika pemerintah ingin serius menurunkan angka kecelakaan seperti halnya di Korea Selatan dalam kurun 20 tahun menurun hingga 60 persen, caranya adalah menaikkan status Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) yang selama ini di bawah Kementerian Perhubungan menjadi Badan Keselamatan Transportasi Nasional (BKTN) di bawah Presiden.
“Hingga sekarang, angka kecelakaan lalu lintas tidak pernah menurun, kecuali saat musim Mudik Lebaran dan dilakukan operasi khusus, seperti Operasi Ketupat, Operasi Lilin dan macam operasi lainnya,” katanya.
Lebih lanjut, kata Djoko, selama ini KNKT selalu membantu melakukan investigasi setiap ada kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal di atas 8 orang atau kecelakaan khusus.
“Rekomendasi yang diberikan KNKT belum semuanya dapat diwujudkan oleh regulator maupun operator, apalagi regulator di luar Kemenhub kurang merespon tindak lanjut rekomendasi yang diberikan. Apalagi tidak ada sanksi jika tidak melaksanakan rekomendasi dari KNKT tersebut. Jangan kompromi apalagi pungli terhadap keselamatan,” katanya.
Kemenhub harus menjadikan program keselamatan prioritas kerja dalam Indikator Kinerja Utama (IKU). “Bukan sekedar ucapan, tetapi butuh kenyataan. Keberhasilan kinerja Kementerian Perhubungan diukur tidak hanya dari pembangunan fisik semata, akan tetapi sistem yang diciptakan untuk menjaga keselamatan bertransportasi,” terangnya. (*)
editor : ricky fitriyanto