SEMARANG (jatengtoday.com) — LBH Mawar Saron Semarang meminta majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang supaya menerapkan sistem peradilan cepat. Persidangan hendaknya dilaksanakan sesuai jadawal yang telah ditentukan.
Pernyataan itu disampaikan Tommi Sarwan Sinaga dari LBH Mawar Saron saat menyikapi penundaan sidang kasus dugaan pembunuhan tukang becak di Kota Semarang. Tommi mendampingi Nico Limarga, salah satu terdakwa pada kasus itu.
Majelis hakim sebenarnya sudah membuka persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan. Dalam sidang ini ada yang hadir secara langsung, ada pula yang secara virtual.
Namun, sidang tak bisa dilanjutkan lantaran jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan tuntutannya belum siap dan minta penundaan sidang. Jaksa meminta diberikan waktu lagi untuk mempersiapkan surat tuntutannya pada sidang lanjutan.
Majelis hakim akhirnya memberikan kesempatan lagi kepada jaksa. Ia juga menyatakan agar jaksa menghadirkan para terdakwa ke persidangan pada sidang berikutnya.
“Kami tentu menghargai sikap majelis kakim. Namun kami juga berharap agar persidangan ini memperhatikan asas yang berlaku dalam hukum acara pidana kita yakni azas peradilan cepat, sebagai salah satu hak terdakwa,” ujar Tommi.
Menurutnya, prinsip ini pentinh dijalankan. “Artinya, sedapat mungkin penundaan sidang dilakukan dengan alasan yang bersifat mendesak,” tandasnya.
Sebagai informasi, LBH Mawar Saron mendampingi kasus dugaan pembunuhan tukang becak.
Jaksa Kejari Kota Semarang Gilang Prama Jasa, dalam dakwaanya mengatakan, kasus ini terjadi di Jalan Imam Bonjol 180 Semarang pada 8 November 2019. Total ada 4 orang ditetapkan sebagai tersangka. Selain Nicko Limarga (19), ada Yobel Hendrawan (19), ACS (17), dan DL (17).
Bermula dari hal sepele, terjadi cekcok antara pihak. Terdakwa yang sedang mabuk tidak terima saat ditegur korban di pangkalan becak. Kemudian terdakwa berambisi mencari uang untuk kembali membeli minuman keras dan pil koplo.
Pasca itu sempat terjadi perkelahian. Karena kalah jumlah, korban meninggal di lokasi kejadian. Atas perbuatannya, terdakwa dijerat Pasal 339 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 365 ayat 3 KUHP. (*)
editor : tri wuryono