SEMARANG (jatengtoday.com) – Pemerintah pusat telah mengetok palu mengenai larangan mudik mulai Jumat (24/3/2020) lusa. Meski begitu, hingga Selasa (21/4/2020) sore, terhitung sudah ada 565.965 orang yang mudik ke Jateng menggunakan transportasi umum. Ada kemungkinan, Kamis (23/3/2020) besok masih bertambah.
Data jumlah pemudik itu dibeberkan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, Rabu (22/4/2020). “Kedatangan pemudik dengan transportasi umum akumulasikan progresnya ini, sampai kemarin 565.965, ini April, yang Februari sampai awal Maret kurang lebih (total sampai sekarang) 600 ribu,” ucapnya.
Dari jumlah pemudik itu, Brebes menjadi daerah yang paling banyak dituju. Yakni 76.016 pemudik.
“Brebes 76.016, Banyumas 73.463, Pemalang 58.517, Kabupaten Tegal 48.826, dan Wonogiri 43.100,” imbuhnya.
Ganjar juga menjelaskan ada sekitar 7 juta perantau asal Jateng di sejumlah daerah hingga ke luar negeri. “Paling banyak masih di Jabodetabek, masih paling tinggi,” cetusnya.
Lebih lanjut, dia menuturkan, dari laporan yang diterimanya, jumlah pengguna moda transportasi umum untuk mudik sudah turun. Baik bus, kereta, atau pesawat. Sedangkan kapal laut mengalami peningkatan walau persentasenya tidak sebanyak moda lainnya.
“Ini tercatat Dinas Perhubungan, fluktuasi pemudik pakai bus sudah landai, ini gambaran positif dan membuat optimis. Kereta api juga turun, kapal sempat meningkat tapi persentasenya paling kecil, pesawat udara juga grafiknya turun,” jelasnya.
Agar angka mudik tidak melonjak, dia menilai perlu ada insentif bagi perantau asal Jateng. Pasalnya, bagi perantau yang pendapatannya harian maka bantuan tersebut penting di tengah pandemi.
“Banyak pertanyaan ke saya hampir tiap hari. Pak saya nggak pulang oke, Pak. Tapi yang kasih makan siapa, Pak. Saya buruh harian, saya ojol, saya pedagang yang duitnya dapatnya hari itu saja. Kalau ini bisa didata maka ini akan selesai,” tandasnya.
Maka sudah sejak awal April dia mengupayakan pendataan perantau asal Jateng di Jabodetabek agar mereka tercatat mendapat bantuan.
“Maka insentifnya, ayo didata, jangan lihat KTP-nya, jangan lihat sukunya, jangan lihat agamanya, yang sudah ada minimal di zona merah seperti di Jabodetabek,” tegasnya. (*)
editor: ricky fitriyanto