SEMARANG (jatengtoday.com) – Kuliah secara daring dikhawatirkan menjadi celah penyusupan gerakan radikalisme di lingkungan perguruan tinggi. Sebab, pihak kampus makin kesulitan memantau secara langsung aktivitas para mahasiswa.
Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Amanat (Gampar), Yohannes Sugiwiarno mengingatkan agar perguruan tinggi tidak lengah.
“Di tengah situasi pandemi ini, peluang penyebaran radikalisme lewat media sosial begitu masif. Anak muda terutama mahasiswa sangat rawan tersusupi secara tak sadar,” ungkapnya, Selasa (27/10/2020).
Dia pun mendorong perguruan tinggi untuk membersihkan orang-orang terindikasi paham radikal dan kelompok intoleran dari struktur jabatan strategis di perguruan tinggi.
“Jangan sampai kelompok ini memperbesar jaringannya, jangan beri peluang sekecil apapun pada kelompok intoleran di kampus,” terangnya.
Dikatakannya, untuk menangkal paham radikalisme pada generasi muda melalui internet, diperlukan kepedulian secara serius dari pemerintah melalui lintas sektoral.
Misalnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, BNPT, Kemenkominfo, dan kementerian terkait. Ini penting untuk mencegah meresapnya paham radikal itu masuk ke kamar-kamar tiap individu anak muda.
Dia mencontohkan kasus alumni Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, TR yang ditangkap Densus 88 terkait dugaan terlibat kelompok teroris seusai lulus tahun 2019 lalu.
Ditegaskannya, latar belakang pendidikan yang baik tidak menjamin seseorang mampu membendung masuknya paham radikalisme. Terbukti, Undip Semarang sebagai perguruan tinggi yang baik tak serta merta terbebas dari paham tersebut.
“Seorang terpelajar, mahasiswa, di lingkungan akademisi tentu harus mampu menghargai perbedaan. Untuk apa keilmuan tinggi kalau akhlak tidak ada akan menimbulkan permusuhan. Tidak ada artinya di satu lingkungan ada intoleransi,” katanya.
TR merupakan mahasiswa berprestasi di kampus. Tapi, kelompok radikal tampaknya lebih menyukai anak muda berprestasi yang sedang mencari jati dirinya.
“Perlu langkah konkret para pimpinan kampus untuk membersihkan paham radikalisme di lingkungannya. Mulai dari proses pembelajaran, tenaga pengajarnya, pejabat kampusnya, lingkungan kampus, dan lainnya,” tandasnya. (*)
editor: ricky fitriyanto