in

Kota Tanpa Traffic Light, Asmat Sudah Gunakan Kendaraan Listrik Sejak 2007

Pemerintah Indonesia saat ini tengah mempersiapkan penerapan kebijakan transisi energi dari sumber energi fosil ke listrik. Kendaraan listrik diperkirakan bakal menjamur.

Masyarakat di Kota Agats, Kabupaten Asmat, Provinsi Papua Selatan sudah menggunakan Electric Vehicle atau kendaraan listrik untuk untuk transportasi harian sejak 2007 silam. (foto dokumentasi djoko setijowarno)

SEMARANG (jatengtoday.com) – Mungkin tidak banyak yang tahu jika masyarakat di Kota Agats, Kabupaten Asmat, Provinsi Papua Selatan sudah menggunakan Electric Vehicle atau kendaraan listrik untuk transportasi harian sejak 2007 silam.

Ketika itu, inisiatif penggunaan kendaraan listrik di sana salah satunya karena pertimbangan sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM). Sebab, akses ke dan dari Kabupaten Asmat hanya bisa dijangkau melalui udara dan laut. Akses udara melalui Bandar udara Ewer yang terletak di Pulau Ewer.

“Setelah pesawat mendarat di Bandar Udara Ewer, transportasi selanjutnya bisa menggunakan speedboat kurang lebih menempuh waktu 20 menit untuk menuju Kota Agats, Ibu Kota Kabupaten Asmat Provinsi Papua Selatan. Tarif speedboat Rp 100 per orang atau Rp 200 ribu untuk tiga orang penumpang,” ungkap pemerhati transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, Selasa (24/1/2023).

Sedangkan akses laut selain sudah ada pelabuhan yang melayani kapal pelayaran rakyat, lanjut dia, juga sudah dibangun Pelabuhan Laut Asmat. Ada tiga kapal perintis yang singgah di Pelabuhan Agats, yaitu KM Sirimau, KM Tatamilau, dan KM Leuser.

“Kapal-kapal tersebut melayani rute Pelabuhan Pomako (Timika) – Pelabuhan Agats – Pelabuhan Merauke dan sebaliknya. Perjalanan dari Timika ke Agast memakan waktu sekitar 12 jam. Sebagian besar kebutuhan pokok masyarakat Kabupaten Asmat disuplai dari Timika,” katanya.

Kota Agats sering disebut “kota rawa”. Kota yang dibangun di atas rawa dengan jaringan jalan berupa jembatan kayu pada mulanya selebar 4 meter. Kemudian mulai terbangun jembatan komposit baja beton tahun 2010.

“Sebelumnya seluruh jaringan jalan berupa jalan kayu. Sudah terbangun fasilitas jembatan gantung sepanjang 72 meter dengan lebar 1,6 meter yang menghubungkan Kampung Keye menuju Ibu Kota Kabupaten Asmat, Agats. Pembangunan dimulai sejak September 2018 dan selesai pada 30 Maret 2019,” bebernya.

Pada 2018, setidaknya tercatat sebanyak 1.280 motor listrik yang berlalu-lalang dan digunakan oleh penduduk Agats. “Jarang atau bahkan hampir tidak ada penduduk yang menggunakan kendaraan dengan bahan bakar bensin,” katanya.

BACA JUGA: Potensi Masalah Jika Kebijakan Insentif untuk Kendaraan Listrik Dijalankan

Motor dengan BBM biasanya hanya digunakan oleh pihak kepolisian, sedangkan kendaraan berupa mobil hanya dipakai oleh rumah sakit dalam bentuk ambulans atau mobil pemerintah.

“Saat ini sudah mencapai lebih dari 4000 unit kendaraan listrik. Menariknya, motor listrik di distrik tersebut dikategorikan sepeda, penggunaan plat nomor hanya penanda sebagai pengganti stiker retribusi, sehingga para pemiliknya tidak memiliki STNK atau SIM dan tidak dikenakan pajak kendaraan,” katanya.

Kota Agats adalah kota tanpa traffic light atau lampu pengatur lalu lintas. Namun demikian, kota ini sangat minim kecelakaan lalu lintas. “Tidak ditemukan Polisi Lalu Lintas berada di tepi jalan. Tidak ada Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) dan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), meskipun mayoritas menggunakan motor listrik,” beber dia.

Data Dinas Perhubungan Kabupaten Asmat, hingga November 2018 tercatat 3154 kendaraan listrik. Terbanyak sepeda motor listrik 3067 unit. Terdapat 22 pangkalan ojek listrik. Ojek yang beroperasi di Kota Agats menggunakan pelat kendaraan berwarna kuning.

“Regulasi itu mengatur retribusi kendaraan bermotor listrik (ojek) yang disewakan sebesar Rp 500.000 per tahun, retribusi kendaraan bermotor listrik pribadi Rp 150.000 per tahun, dan sewa lahan untuk ojek Rp1 juta per tahun,” katanya.

Dikatakan Djoko, Kota Agats telah memberikan contoh suatu wilayah yang mengalami kesulitan distribusi BBM dan tidak selalu mempertahankan tetap menggunakan kendaraan motor bakar. “Namun mau beralih menggunakan kendaraan motor listrik. Pemerintah Pusat dapat memberikan penghargaan bagi Kabupaten Asmat yang sudah membantu mengurangi penggunaan BBM,” katanya.

Menurutnya, Indonesia sedang alami krisis energi (BBM), sebanyak 80 persen BBM subsidi dinikmati pengguna transportasi. “Indonesia mengimpor BBM lebih dari 50 persen dari kebutuhan, sudah saatnya mencabut subsidi BBM,” katanya.

Untuk daerah-daerah di Indonesia yang kesulitan distribusi BBM dapat mencontoh Kabupaten Asmat dengan menggunakan kendaraan listrik. “Ongkos angkut distribusi BBM dapat dihemat. Sebaiknya mengembangkan kendaraan listrik di daerah yang kesulitan mendapatkan BBM. Kendaraan listrik dapat digunakan untuk transportasi lokal,” cetusnya.

Kritik Kebijakan Subsidi Mobil Hybrid

Rencana Kementerian Perindustrian memberikan subsidi mobil hybrid yang wacana subsidinya kepada pembeli mobil listrik sebesar Rp 40 juta, mobil listrik berbasis baterai Rp 80 juta, pembelian motor listrik Rp 8 juta, dan motor listrik hasil konversi sebesar Rp 5 juta, sebaiknya tidak diberikan untuk konsumen kendaraan listrik di perkotaan apalagi di Pulau Jawa.

“Berikanlah ke daerah-daerah yang kesulitan mendapatkan BBM, disarankan warganya menggunakan kendaraan listrik untuk mobilitas lokalnya. Di perkotaan, subsidi kendaraan listrik diberikan membenahi transportasi umum dengan menggunakan bus listrik,” ungkap Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Semarang itu. (*)

Abdul Mughis