in

Korupsi Proyek Pelabuhan Batang, Pengawasan Kepala Kantor Dipertanyakan

SEMARANG (jatengtoday.com) — Pengadilan Tipikor Semarang kembali menyidangkan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan lanjutan fasilitas Pelabuhan Laut Batang, Jawa Tengah.

Pada sidang Rabu (13/9/2023), penuntut umum menghadirkan empat orang saksi, salah satunya mantan Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas III Batang, Taufik Kurrohman.

Taufik selaku kepala kantor sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA) mengaku baru mengetahui proyek pembangunan fasilitas pelabuhan bermasalah usai mendapat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Saya tahu ada masalah setelah ada laporan BPK. Sesuai Perpres, KPA tidak punya kewajiban untuk mengecek ke lapangan, saya mengeceknya hanya lewat dokumentasi,” jawab Taufik.

Majelis hakim mempertanyakan fungsi pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh saksi selaku pimpinan.

“Pimpinan itu mempunyai tugas pengawasan dan pembinaan. Kalau tidak melakukan sesuatu ketika ada masalah itu namanya pembiaran,” kritik hakim.

Menurut hakim, ketika pengawasan dilakukan secara baik maka penyelewengan pelaksanaan proyek dapat dicegah.

Selama proyek pembangunan dilangsungkan, saksi juga mengaku tidak mengetahui adanya perubahan metode kerja. Padahal perubahan itu berkaitan dengan alokasi anggaran dan efektivitas kinerja.

Selain majelis hakim, jaksa penuntut umum dan penasihat hukum terdakwa juga mencecar kelalaian pengawasan kepala kantor.

Perlu diketahui, dalam dugaan korupsi pembangunan Pelabuhan Batang tahap VIII tahun 2015 tersebut ada dua orang yang menjadi terdakwa. Yakni Haryani Oktaviantiningsih selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Moh Syihabuddin selaku Direktur Utama PT Ujung Galuh Perkasa atau pelaksana proyek.

Proyek tersebut menggunakan dana APBN dengan nilai pagu Rp27,3 miliar. PT Pharma Kasih Sentosa merupakan pemenang lelang. Namun, proyek justru dikerjakan oleh perusahaan Syihabuddin, PT Ujung Galuh Perkasa.

Terdakwa Syihabuddin diduga tidak menyelesaikan pekerjaan sepenuhnya. Sementara alokasi anggaran untuk pembiayaan proyek tersebut tetap dicairkan. Berdasarkan penghitungan, perbuatan para terdakwa menimbulkan kerugian Rp12 miliar. (*)

editor : tri wuryono