SEMARANG (jatengtoday.com) – Muhamad Jamal, mantan Kepala Desa (Kades) Sidorejo, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan didakwa melakukan korupsi dana desa. Total kerugian negara yang timbul sebesar Rp 170,6 juta.
Penuntut umum Kejaksaan Negeri Pekalongan, Eko Hertanto mengungkapkan, terdakwa Jamal sengaja mengondisikan proyek pembangunan di desanya supaya mendapat keuntungan pribadi.
Pada 2017 lalu, Desa Sidorejo mendapat anggaran dana desa sebesar Rp 814,1 juta. Lalu, Jamal selaku Kades memanggil pihak CV Makmur untuk ditawari proyek tahap 1 di Desa Sidorejo.
“Tapi terdakwa meminta fee atau imbalan sebesar 5 persen dari nilai proyek yang dikerjakan,” ujar jaksa Eko saat membacakan berkas dakwaan di Pengadilan Tipikor Semarang, kemarin.
Selanjutnya, terdakwa menyuruh Kaur Pembangunan Desa Sidorejo untuk membuat proposal pembangunan fisik dengan total anggaran Rp 488,5 juta. Selanjutnya proposal diverifikasi pihak kecamatan dan diteruskan Dinas PMD.
Pembangunannya meliputi pengaspalan jalan di lingkup RT RW Rp 98 juta, pembangunan drainase di RT berbeda dengan nilai Rp 32 juta, Rp 89 juta, dan Rp 104 juta, serta pavingisasi Rp 102,8 juta.
Setelah dana desa turun, terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum. Dia mencontohkan, dari Rp 270 juta nilai salah satu proyek hanya dibayar Rp 248 juta.
“Karena diperhitungkan fee 5 persen untuk terdakwa yang dipotong langsung dari pembayaran,” jelas jaksa Eko.
Terdakwa tidak pernah menerima laporan pertanggungjawaban. Dinas PU Pekalongan melakukan pemeriksaan fisik pembangunan Desa Sidorejo. Setelah dihitung oleh BPKP terdapat selisih Rp 170,6 juta.
Setelah diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan, Desa Sidorejo diketahui terdapat kejanggalan.
Padahal, katanya, dalam Permendagri disebutkan, dana desa harus dikelola dengan mengedepankan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
“Perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara Rp 170,6 juta,” bebernya. Karena kegagalan dana desa tahap 1 membuat tahap 2 dan 3 di Desa Sidorejo tidak bisa dicairkan.
Jaksa menjerat terdakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Serta Pasal 3 dalam undang-undang yang sama.
Dalam kesempatan itu terdakwa tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan. Terdakwa juga tidak bersedia didampingi penasihat hukum. (*)
editor: ricky fitriyanto