in

Kompolnas: Keluarga Korban ‘Unlawful Killing’ dapat Minta JPU Banding

Poengky menilai penggunaan Pasal 49 oleh majelis hakim dalam perkara itu tepat.

Anggota Kompolnas Poengky Indarti saat memberikan keterangan di Jayapura, Papua. (Antara/Evarukdijati)

JAKARTA (jatengtoday.com) – Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menyarankan apabila keluarga korban unlawful killing merasa tidak puas dengan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, maka dapat meminta jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan gugatan banding.

Keberatan terhadap putusan hakim tersebut harus dilakukan melalui ketentuan hukum yang berlaku, kata Poengky saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (18/3/2022).

“Kompolnas menghormati proses hukum yang berjalan di pengadilan secara terbuka. Apabila keluarga korban atau pengacaranya tidak puas dengan putusan majelis hakim, maka dapat meminta jaksa penuntut umum mengajukan banding,” katanya kepada media di Jakarta, Jumat (18/3/2022).

Majelis hakim PN Jakarta Selatan, dalam sidang pembacaan putusan Jumat, memvonis dua terdakwa penembakan anggota Front Pembela Islam (FPI) lepas dari sanksi hukum dan bebas dari seluruh tuntutan.

Hakim memutuskan Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin Ohorella bebas, meskipun kedua polisi itu terbukti melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana disebutkan dalam dakwaan primer jaksa.

Ketua Majelis Hakim M. Arif Nuryanta dalam putusannya menyampaikan seluruh unsur dalam dakwaan primer jaksa terpenuhi.

Dakwaan primer jaksa adalah Briptu Fikri dan Ipda Yusmin terbukti merampas nyawa orang lain, dengan menembak empat anggota FPI di dalam mobil Xenia milik polisi pada 7 Desember 2020. Perbuatan itu diatur dalam Pasal 338 KUHP.

Majelis hakim menilai penembakan itu merupakan upaya pembelaan diri para terdakwa, sehingga kedua polisi itu tidak dapat dipidana sebagaimana diatur dalam Pasal 49 KUHP. Poengky menilai penggunaan Pasal 49 oleh majelis hakim dalam perkara itu tepat.

“Kami melihat penerapan Pasal 49 KUHP oleh majelis hakim, karena didukung dengan tindakan diskresi kepolisian sesuai undang-undang yang mengacu pada prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia bagi aparat penegak hukum,” jelasnya.

Dengan demikian, Briptu Fikri dan Ipda Yusmin tidak dapat dipidana atau dimintai pertanggungjawaban atas kematian empat anggota FPI. Majelis hakim juga memerintahkan hak dan martabat kedua polisi itu dipulihkan, serta biaya perkara dibebankan kepada negara.

Terkait itu, JPU yang diwakili oleh Jaksa Fadjar mengatakan pihaknya akan pikir-pikir dulu sebelum memutuskan akan menerima putusan atau mengajukan banding.

Pada Desember 2020, enam anggota FPI tewas tertembak polisi di dua lokasi yang berbeda, yaitu Luthfi Hakim (25), Andi Oktiawan (33), Muhammad Reza (20), Ahmad Sofyan alias Ambon (26 tahun), Faiz Ahmad Syukur (22), dan Muhammad Suci Khadavi (21).

Luthfi dan Andi tewas saat anggota FPI terlibat baku tembak dengan polisi di Jalan Simpang Susun Karawang.

Sementara empat anggota FPI lainnya tewas tertembak di dalam mobil Xenia milik polisi, saat kendaraan itu melaju di Tol Cikampek KM 51+200 menuju Markas Polda Metro Jaya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menyatakan untuk menghormati keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memvonis lepas terhadap dua polisi terdakwa pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) empat anggota FPI tersebut.

“Kami hormati putusan pengadilan,” katanya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan mengatakan Polda Metro Jaya akan menghormati putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

“Polda Metro Jaya menghormati putusan pengadilan yang sudah dilaksanakan secara transparan dan terbuka,” katanya.

BACA JUGA: Dua Polisi Terdakwa Pembunuhan Anggota FPI Lepas dari Jerat Hukum

Menurutnya, atas puutusan pengadilan negeri Jakarta Selatan terkait peristiwa di KM50, ini berarti apa yang dilakukan kepolisian dalam peristiwa KM50 adalah sesuai SOP anggota di lapangan. Terkait apakah kedua anggota Polda Metro Jaya tersebut akan kembali bertugas setelah putusan tersebut?

“Tentunya menunggu rampungnya proses hukum kasus KM50 ini,” katanya. (ant)