JAKARTA (jatengtoday.com) – Data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat terdapat sembilan jurnalis mati dibunuh karena berita. Delapan kasus di antaranya dikategorikan “dark number” atau masih gelap penyelesaiannya hingga kini. Hanya satu kasus yang pelakunya diproses hukum.
Sembilan jurnalis tersebut masing-masing: Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin (1996), Naimullah (1997), Agus Mulyawan (1999), Muhammad Jamaluddin (2003), Ersa Siregar (2003), Herliyanto (2006), Ardiansyah Matrais Wibisono (2010), Anak Agung Prabangsa (2009) dan Alfred Mirulewan (2010).
“Hanya satu kasus pembunuhan jurnalis yang pelakunya diproses hukum,” kata Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), Erick Tanjung dalam keterangan pers Peringatan Hari Internasional Mengakhiri Impunitas Kejahatan Terhadap Jurnalis, Rabu (2/11/2022).
Dikatakannya, AJI juga mencatat, sejak 2006 hingga 2022 telah terjadi 935 kasus kekerasan terhadap jurnalis. “Beberapa kejadian terkini misalnya jurnalis Manado Post dijemput paksa polisi karena berita, situs konde.co tidak bisa diakses setelah memberitakan kasus perkosaan di salah satu kementerian, HP jurnalis di Jeneponto dilempar oleh ketua bawaslu, dan dihapusnya data dua jurnalis Papua yang meliput sidang militer,” ungkap dia.
Sementara itu, data pemantauan Amnesty International Indonesia menunjukkan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia selalu terjadi setiap tahun. Pada 2019, terjadi 16 kasus kekerasan dengan 52 korban, pada 2020 terjadi 36 kasus dengan 68 korban, pada 2021 terjadi 37 kasus dengan 49 korban, dan pada 2022 terjadi 17 kasus dengan 23 korban.
Setiap 2 November masyarakat internasional memperingati Hari Internasional Mengakhiri Impunitas Kejahatan Terhadap Jurnalis. “Peringatan itu bertujuan untuk mendesak negara-negara anggota PBB agar melakukan langkah-langkah yang pasti untuk melawan budaya impunitas, terutama terhadap jurnalis,” kata Nurina Savitri dari Amnesty International Indonesia.
BACA JUGA: Polisi Didesak Usut Kasus Kekerasan Terhadap Jurnalis
Pemilihan 2 November sebagai peringatan Hari Internasional Mengakhiri Impunitas Kejahatan Terhadap Jurnalis juga dilakukan untuk mengenang pembunuhan terhadap dua jurnalis Prancis di Mali pada 2 November 2013.
“Peringatan Hari Internasional Mengakhiri Impunitas Kejahatan Terhadap Jurnalis sangat relevan bagi Indonesia, karena negara ini masih memelihara impunitas terhadap berbagai kejahatan yang dilakukan oleh aktor negara maupun aktor non-negara kepada jurnalis,” katanya.
BACA JUGA: Usai Menulis Pelecehan Seksual Pejabat, Rumah Jurnalis Ini Diteror Preman
Walaupun jurnalis Indonesia sudah dilindungi Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia, lanjut dia, namun dalam praktiknya masih banyak jurnalis yang menjadi korban kekerasan, bahkan dikriminalisasi, karena berita yang mereka buat.
“Dengan situasi seperti itu, Indonesia tidak bisa dikatakan sebagai tempat yang aman bagi jurnalis untuk melakukan tugas-tugas jurnalistiknya,” terangnya.
Lebih lanjut, Peringatan Hari Internasional Mengakhiri Impunitas Kejahatan Terhadap Jurnalis pada 2 November 2022 ini, sudah seharusnya menjadi momen bagi negara untuk tidak lagi membiarkan aksi kekerasan terhadap jurnalis.
“Siapa pun yang melakukan kejahatan terhadap jurnalis yang melakukan tugas jurnalistiknya harus diproses hukum,” tegasnya.
Seperti diketahui, Komite Keselamatan Jurnalis dideklarasikan di Jakarta pada 5 April 2019 bertujuan untuk mengadvokasi kasus kekerasan terhadap jurnalis. Komite beranggotakan 10 organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil, yaitu; Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, SAFEnet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). (*)