SEMARANG (jatengtoday.com) – Satu lagi inovasi teknologi di salah satu kampus di Semarang ini mulai mendunia. Kolaborasi 15 dosen yang memiliki gelar master hingga profesor bersama mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang itu mampu mencuri perhatian dunia.
Mereka mewakili Indonesia dengan menampilkan pertunjukan orkestra musik tradisional gamelan dengan konsep elektronik (E-Gamelan) di markas United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) Paris, Perancis pada 28 Juni-1 Juli 2018 lalu.
Karya E-Gamelan asal Semarang itu bersanding dengan penampilan sejumlah negara lain seperti Chile, Argentina, Estonia, Rusia Nigeria, Nicaragua, dan negera kawasan Afrika.
“Di sana, kami perform dengan menampilkan seni karawitan Bedhoyo Nuswantoro dan Prajurit Nuswantoro menggunakan e-gamelan dilengkapi dengan tari. Kami mengenalkan budaya Indonesia di kancah dunia,” kata Kepala Humas Udinus Semarang Agus Triyono, kepada jatengtoday.com, Sabtu (14/7).
Agus juga menjadi satu di antara dosen yang tampil di UNESCO. Tak hanya tampil di UNESCO saja, tim E-Gamelan Udinus juga tampil di berbagai tempat yakni di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Perancis dan Animation Park Disneyland. Ia mengaku terharu ketika tarian-tarian Indonesia diiringi E-Gamelan mendapatkan aplause dari ribuan pengunjung.
“Banyak negera memberi apresiasi atas penampilan itu. Karena gamelan menurut mereka alat musik yang unik. Saat tampil di Unesco, e gamelan berkolaborasi dengan tari, karena memang dibatasi waktu. Sebetulnya, kami juga memiliki dalang perempuan yang biasanya menampilkan wayang kulit. Tetapi karena waktunya terbatas, kami tidak menampilkan dalang wayang kulit. Kami menampilkan komposisi pengrawit, sinden, dan penari,” katanya.
Dikatakannya, pertunjukan E-gamelan ini menggunakan piranti teknologi tab atau tablet, tool-nya berbentuk gamelan. Misalnya gong, kenang, bonang, demung, saron, peking, kenong dan kenthuk, slenthem, gambang, rebab dan siter. Selain itu ditambah kendang. “Semua elektronik, kecuali kendang,” katanya.
Atas pertunjukan tersebut, lanjutnya, kerja keras selama 9 bulan dan berlatih selama dua minggu sekali di sela-sela jadwal mengajar yang padat telah terbayarkan.
Salah satu pemain E-Gamelan, Deva Pambudi Raharjo, mengatakan E-Gamelan dibuat agar anak muda di era sekarang belajar gamelan. Mengenal bunyi pelog-selendro di gamelan. “Yang awalnya tidak tahu menjadi tahu. Gamelan elektronik bukan bermaksud mengganti gamelan. Tetapi E-Gamelan bisa dikolaborasikan dengan gamelan. Kami kadang juga full pakai e-gamelan, tetapi juga bisa dikolaborasikan dengan gamelan,” kata mahasiswa semester 6 yang kerap memainkan siter, bonang, dan kendang.
Senada, Pembina E-Gamelan Udinus, Khafiizh Hastuti mengatakan anak muda saat ini cenderung tidak gagap teknologi. Gamelan elektronik merupakan terobosan agar anak muda tetap cinta budaya Indonesia. “Mereka bisa mengenal berbagai instrumen gamelan, bunyi yang dihasilkan masing-masing instrumen, cara memainkan,dan memainkannya secara orkestra,” katanya. (*)
Editor: Ismu Puruhito