in

Kerja Sama dengan Perusahaan, Lulusan SMKN Jateng Bisa Langsung Kerja

SEMARANG (jatengtoday.com) – Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) Jawa Tengah Semarang terus mengembangkan kurikulum. Salah satunya, membuka kelas industri “Buma School” sejak awal Januari 2019. Berbeda dengan kelas industri lainnya, siswa yang mengikuti program itu akan diangkat menjadi karyawan tetap.

Kepala SMKN Jateng Semarang, Yudi Wibowo mengungkapkan, kelas industri itu didirikan bekerja sama dengan PT Bukit Makmur Mandiri Utama atau biasa disebut PT Buma, perusahaan tambang batu bara nasional. Sebanyak 30 anak, mulai kelas 2 akan dididik dengan kurikulum khusus sesuai kebutuhan perusahaan.

“Untuk bisa masuk kelas Buma, siswa harus mengikuti seleksi seperti yang dilakukan di perusahaan. Mulai dari tes kesehatan, potensi akademik, wawancara, serta kebugaran,” bebernya.

Ditambahkan, kurikulum yang diajarkan sehari-hari menyesuaikan dengan kebutuhan PT Buma, mulai teori hingga praktik. Bahkan, untuk kebutuhan praktik, PT Buma memberikan bantuan engine crane dan escavator. Dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai tersebut, setelah lulus mereka langsung bisa bekerja di perusahaan itu. Mereka bukan diangkat sebagai tenaga kontrak, melainkan direkrut menjadi karyawan tetap.

“Ini sekaligus mengurangi pengangguran yang katanya disumbang oleh lulusan SMK. Sebenarnya mereka bukannya tidak terserap, tapi kebanyakan lulusan SMK bekerja di perusahaan dengan masa kontrak dua tahun, sesuai regulasi. Setelah itu, putus kontrak dan perusahaan mencari karyawan baru. Tapi, kelas Buma ini berbeda. Para siswa diangkat menjadi karyawan tetap,” terang Yudi.

Keuntungan lain dari kelas industri tersebut, imbuhnya, para guru juga mendapatkan keterampilan yang sama. Sejumlah pengajar dari SMKN Jateng Semarang dikirim ke Kantor Pusat PT Buma di Balikpapan, untuk memperoleh pelatihan. Saat ini, sudah 4 guru menempuh pendidikan tersebut.
Tak hanya di kelas industri, menurut Yudi penyempurnaan kurikulum juga dilakukan untuk kelas reguler.

Seperti, memperbanyak praktik-praktik, khususnya membuat produk, dari semula 2 jam menjadi 7 jam per hari. Sehingga, setelah lulus mereka bisa menjadi wirausaha baru.

Pada 2018 lalu, dari 118 siswa, yang terserap bekerja dan yang melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi mencapai 198 orang atau 91,53 persen. Artinya, hanya menyisakan 8,47 persen pencari kerja.

“Kami memang mulai melatih mereka menjadi wirausaha. Dengan begitu, akan menekan pengangguran dan menyerap tenaga kerja, setidaknya dari warga di sekitar tempat tinggalnya,” tandas Yudi. (kom)

editor : ricky fitriyanto