SEMARANG (jatengtoday.com) – Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kabupaten Purbalingga, Subeno memastikan pada 2017 lalu Desa Buara di Kecamatan Karanganyar pernah digelontor Bantuan Keuangan Kabupaten (BKK).
“Bantuan itu sebagai penyertaan modal pembangunan sarana air bersih. Untuk besarannya sesuai dengan proposal yang diajukan,” jelasnya saat dihadirkan sebagai saksi sidang dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang dengan terdakwa eks Kades Buara, Supardi.
Menurutnya, selain Desa Buara ada 12 desa lain di Kecamatan Karanganyar yang juga mendapat bantuan serupa. “Masing-masing desa dapat Rp 100 juta,” ungkapnya.
Dana tersebut dicairkan dalam dua tahap. Untuk Desa Buara tahap pertama cair Rp 70 juta, kedua baru Rp 30 juta. Proses pencairan dana tahap kedua disyaratkan ada laporan penggunaan dana tahap pertama.
Laporan itu juga sudah diperiksa oleh Dinas Perumahan dan Permukiman (Disrumkim) Purbalingga sebagai SKPD yang ditunjuk menjadi PJ program pembangunan air bersih di Kecamatan Karanganyar.
“Jadi Desa Buara sudah cair semua. Soalnya dari segi pemberkasan sudah klir,” ujarnya.
Semua proses pencairan dana dilakukan dengan cara transfer ke rekening. “Kami di awal sudah melakukan sosialisasi terkait siapa yang menerima dan besarannya. Kalau sudah cair kami informasikan ke desa-desa,” imbuhnya.
Namun, dia mengaku tidak tahu secara jelas apakah bantuan yang sudah turun itu dipergunakan sebagaimana mestinya atau tidak.
“Kalau itu kami tidak tahu. Karena kami hanya memastikan dana sudah sampai ke desa-desa. Pengawasan dilakukan Disrumkim,” tuturnya.
Dana Digelapkan
Sementara itu, Ketua Badan Koordinasi Desa, Sukmo mengungkapkan, dari 13 desa di Kecamatan Karanganyar, Purbalingga hanya Desa Buara yang belum menyetorkan dana untuk pembangunan sarana air bersih. Ketika itu kadesnya adalah terdakwa.
Berdasarkan kesepakatan, seharusnya dana BKK yang sudah cair Rp 100 juta langsung dikumpulkan di rekening BUMDes Bersama Mitra Sejahtera Kecamatan Karanganyar. “Semua sudah, yang belum Desa Buara,” tegasnya.
Selain itu, Desa Buara ternyata juga belum menyetor iuran awal sebesar Rp 200 juta yang diambil dari dana desa masing-masing.
Dia menjelaskan, rencana pembangunan sarana air bersih tersebut sebenarnya merupakan hasil Musrenbang yang disepakati kades dan camat untuk mengatasi kelangkaan air pada musim kemarau.
Pada awalnya disepakati Rp 200 juta. Namun setelah dianalisis ternyata kurang. Kemudian semua sepakat untuk mengajukan proposal bantuan kepada Bupati Rp 100 juta per desa.
“Sebelum proposal diajukan ke Bupati, sebelumnya kami sudah berkonsultasi dulu dengan Bakeuda,” tandasnya.(*)
editor: ricky fitriyanto