Arti “kesadaran” (awareness) sangat kabur. Sepintas, “sadar” terjadi ketika kita melihat orang lain, sekeliling. Itu bukan kesadaran. Aspek utama kesadaran: visi sejati datang dari dalam.
Masalahnya, ketika kita mencoba untuk tetap “hadir”, ada beberapa alasan, berada di sini dan saat ini memicu dan membuat kita takut, seolah-olah kita harus melakukan sesuatu untuk membenarkan keberadaan kita. Mengenang kesalahan masa lalu dan merencanakan masa depan untuk menunjukkan kepada alam semesta bahwa kita tidak pasif.
Kita ragu bertindak karena ingin menghindari semua kesalahan. Sama ketika ingin mengakhiri hubungan toxic, kita terlalu talut pada pendapat orang tua atau teman kita.
Semua itu hanya terjadi di pikiranmu. Dunia belum menyadari, sementara kamu biarkan pikiranmu menipu dirimu.
“Kita membentuk pemikiran kita; mereka tidak membentuk kita.”
Kita bisa menjadi diri kita yang terbaik jika kita melepaskan kendali atas pikiran dan opini kita.
Tolle, Eckhart. The Power of Now: a Guide to Spiritual Enlightenment. New World Library, 2004. ISBN-13 978-1577314806.
Berhenti Mengutip Buddha. Jadilah Buddha.
Kita kecanduan berpikir. Merasa nyaman berlindung dengan suara-suara di pikiran kita. Membenarkan tindakan kita. Batin yang telanjang, yang sudah bagus itu, mencari dandanan agar terlihat pantas.
Kalau kamu bertanya, sumber dan bentuk ego kita, jawabannya: “pikiran”.
Bagaimana kita bisa mengenali entitas yang tidak dapat diduga ini?
Apa yang kita sebut “makna”, sebenarnya “lampiran”, bentukan dan dorongan dari luar, kemudian kita kenakan. Opini, penilaian, ideologi, genre seni favorit, estetika, dll.
Kita mencari penampilan diri kita dari sudut pandang yang baik, yang “diterima”. Ini yang disebut “kepribadian”.
Ketika kita melepaskan sejenak, ke hal-hal itu, terasa kehampaan.
Kita lebih memilih membiarkan pikiran kita menghilangkan kekhawatiran dan rasa tidak aman kita daripada menghadapinya dan menjadi utuh tanpa bergantung pada validasi eksternal.
“Emosi” merupakan limpahan pikiran kita. Tumbuh terlalu kuat, sehingga kita kehilangan kesadaran dan membiarkannya mengalahkan kita.
Tidak ada gagasan yang sepenuhnya benar, dan tidak ada pendapat yang menyeluruh. Orang tetap mudah panik ketika ada tuduhan datang, menunjukan kesalahan kita, menantang pandangan kita dengan argumen yang valid, ego kita mulai panik. Kita takut terekspos, itu semua dibangun di atas ilusi kredibilitas yang tegas, namun sejujurnya tidak berdasar. Ego tidak mau mengakui kesalahan. Ego menghindari rasa sakit..
Ego dan validasi eksternal sangat berkaitan.
“Saya tidak puas dengan hidup saya..”. Ketidakpuasan ini tidak lain hanyalah penyakit mental akibat persepsi waktu yang salah. Waktu yang tersedia adalah “sekarang”. Selebihnya, untuk yang lalu dan yang mendatang, hanyalah persepsi.
Kita perlu menyadari kehadiran kita “sekarang”. Jika tidak, kita terikat pada masalah yang berasal dari pikiran kita sendiri. Masalah kemarin, yang kita pikirkan sekarang, menjadi masalah sekarang.
Masa lalu dan masa depan hanyalah proyeksi pikiran kita yang membuat kita takut. Yang membuat kita tak-sadar dan kehilangan kehadiran “sekarang”.
Orang sering terlarut dalam waktu psikologis. Terjebak pada masalah, sampai bertahun-tahun, dalam kegelisahan mental.
Tutup mata dan tanyakan, “Apa yang akan saya pikirkan selanjutnya?”. Sadari keheningan pikiran itu. Ini akan mengarah pada kehadiran pikiran “sekarang”.
“Pikiran” menyamarkan diri kita. Pikiran adalah penemu masalah sekaligus perangkat identifikasi. Pikiran berisi kekhawatiran dan ketakutan yang mengikat pada masa lalu.
Ego tertarik pada ego yang lebih besar, terserap ke dalam pengakuan kolektif.
Pejamkan mata. Terima ketakutan. Lihat arusnya. Rasakan secara fisik apa ynag terjadi padamu?
Cinta tidak memiliki alternatif.
Masyarakat sudah familiar dengan siklus perpecahan yang kacau; menolak kesenangan drama bisa jadi menantang. Kita memasuki hubungan romantis dengan mengharapkan kesembuhan pribadi. Kamu melihat vas bunga yang pecah, menganggap semuanya berantakan, padahal pecahan itu bisa kita gunakan untuk memperbaiki vas bunga itu.
“Cinta itu tidak selektif, seperti halnya cahaya matahari yang tidak selektif.”
Cinta tanpa syarat memancar dari dalam. Kondisi ini tercapai jika kita meningkatkan kesadaran.
Kita terlalu mudah menilai, mengkritik, pasangan kita, bingung dengan kekurangan kita sendiri. Sebagian lagi, terlalu kecanduan dengan pasangannya, menjadikan pasangan sebagai penentu keutuhan batin mereka. Kita mengkondisikan diri untuk menarik pasangan: penampilan, status sosial, karier, dll. Kita memenuhi ego, dorongan untuk menghakimi, dan akhirnya mencari “penerimaan”.
Perempuan lebih sulit melepaskan diri dari pengalaman kolektif dan pribadi karena intensitasnya. Sepanjang sejarah, perempuan menderita akibat kekerasan yang disebabkan oleh laki-laki, eksploitasi, pemerkosaan, kehamilan yang tidak diinginkan, dan kehilangan anak, belum lagi rasa sakit saat menstruasi.
Aktifkan mode saksi setiap kali pasangan kamu menimbulkan respons negatif tertentu dalam diri kamu.
Faktanya, kualitas seperti kasih sayang, pengampunan, dan penyerahan diri berasal dari pengalaman negatif.
Apa yang negatif? Kegagalan adalah cara terbaik menuju kesuksesan; Ketidaknyamanan memotivasi kita untuk memperkuat, bukan kemenangan.
Kesulitan adalah bagian dari siklus hidup kita; tanpa mereka, kita tidak akan menghargai kesuksesan. Jadi, untuk mengubah persepsi kita terhadap hambatan, kita harus mempraktikkan pengampunan dan penyerahan diri:
Penyerahan diri, berarti memaafkan dan menerima masa lalu, membiarkan “sekarang” masuk bersama peluang yang biasa kita abaikan. Menyerah berarti menerima keadaan “sekarang”. Mengakui “sekarang” tanpa kemarahan, menyelesaikan tanpa tersinggung.
Banyak orang gagal menerima “sekarang” karena ego menguasai mereka. yang terlalu terikan secara pribadi pada sesuatu. Mereka rentan terhadap negativitas dan menyebarkan perselisihan.
Waktu itu persepsi atas masa lalu, ilusi yang membuat kita tenggelam, tempat melarikan diri dari masa “sekarang”. Orang sering menerima status sebagai “korban” karena memberikan rasa aman dan membenarkan penilaian mereka — atas masa lalu.
“Kesadaran” itu pahit, karena melepaskan perisai pelindung, mengeluarkan kita dari ruang nyaman dan aman, kemudian menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik: penerimaan, penyerahan diri, dan pengampunan.
Sadari kekuatan “sekarang” maka hidupmu akan terbebas dari “masalah” masa lalu dan masa depan. [dm]