SEMARANG (jatengtoday.com) – Kasus kejahatan seksual terhadap anak masih saja terjadi. Meskipun sudah banyak pelaku yang dihukum, ternyata belum mampu membuat orang lain takut.
Baru-baru ini polisi mengungkap kasus pencabulan terhadap tujuh santri pria yang dilakukan ketua yayasan pendidikan di Banjarnegara.
Ada juga kasus pencabulan yang dilakukan guru agama SMP di Batang terhadap lebih dari 30 siswinya. Di Kota Semarang sedang diungkap kasus pencabulan yang dilakukan seorang pria terhadap adik iparnya sendiri.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonsesia (KPAI) Kota Semarang John Richard Latuihamalo mengaku prihatin ketika mengetahui ada korban kejahatan seksual.
Menurutnya, salah satu faktor yang menyebabkan kejahatan extraordinary ini terus berulang karena acaman hukumannya ringan. Sehingga para pelaku kejahatan seksual tidak takut berbuat bejat.
Sebanarnya, kata dia, undang-undang sudah mengatur hukuman yang dapat membuat jera pelaku, seperti hukuman kebiri. “Kebiri itu ada di undang-undang, kenapa tidak diterapkan?” kritik John, Jumat (9/9/2022).
Berdasarkan pengamatannya, penegak hukum di Indonesia tidak berani menerapkan hukuman kebiri karena mempertimbangkan banyak hal, seperti hak asasi manusia.
Padahal, katanya, para pelaku kejahatan seksual saat melancarkan aksinya tidak pernah menghargai hak asasi korban. Yang ada pelaku menghancurkan masa depan korban.
BACA JUGA: Komnas Perempuan: 4.898 Kasus Kekerasan Seksual Terjadi di 2019
John memberi masukan agar penegak hukum jangan ragu menghukum berat pelaku. Sudah saatnya hukuman seperti kebiri diterapkan agar pelaku jera sekaligus untuk memberi peringatan kepada orang lain.
“Hakim tidak usah pertimbangan yang terlalu banyak, toh yang dilakukan pelaku itu tidak manusiawi,” tegasnya. (*)
editor: abdul mughis