SEMARANG (jatengtoday.com) – Pembatasan jarak fisik (physical distancing) masih terus ditingkatkan. Bahkan saat ini telah dikeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), salah satunya melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020, maupun Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Bahkan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, bagi siapapun yang melanggar batasan aktivitas transportasi akan dikenakan pidana kurungan penjara atau denda uang.
Ketentuan pembatasan penumpang pada kendaraan bermotor saat PSBB sudah diatur. Untuk sepeda motor kapasitas tempat duduk dua orang, jumlah yang boleh diangkut satu orang (hanya pengemudi), atau dilarang berboncengan. Mobil penumpang sedan kapasitas tiga orang diizinkan paling banyak tiga orang, satu pengemudi dan dua orang di belakang.
Sedangkan mobil penumpang bukan sedan kapasitas tujuh penumpang, diperbolehkan satu pengemudi, dua penumpang tengah dan satu penumpang belakang. Sementara untuk bus dengan kapasitas lebih dari tujuh orang, diberikan maksimal 50 persen dari kapasitas angkut.
Saat ini, kebijakan tersebut baru diterapkan di DKI Jakarta selama 14 hari sejak 10 April 2020. Namun tidak menutup kemungkinan, kebijakan PSBB ini diterapkan di pemerintah daerah, provinsi, kabupaten maupun kota, mengingat perkembangan penyebaran wabah Covid-19 di sejumlah wilayah di Indonesia cukup mengkhawatirkan.
“Bagi yang melanggar akan dikenakan Pasal 92 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda maksimal sebanyak Rp 15 miliar,” kata Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, Sabtu (11/4/2020).
Dikatakannya, Pasal 15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 menyatakan, bahwa ojek daring hanya boleh beroperasi mengangkut barang, bukan orang. “Kami berikan apresiasi kepada Menteri Kesehatan yang konsisten melaksanakan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019,” ujarnya.
Sementara itu, Wali Kota Hendrar Prihadi mengatakan Kota Semarang merasa belum perlu mengajukan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagaimana diberlakukan di DKI Jakarta. “Kota Semarang saat ini merasa belum perlu. Kami ikut saja kebijakan Provinsi Jawa Tengah,” ujar Hendi, sapaan akrabnya.
Menurutnya, jika Semarang dilakukan karantina namun kabupaten/kota lain di Jawa Tengah tidak dilakukan kebijakan serupa, hal itu akan percuma. Pasalnya, Kota Semarang menjadi lintasan beberapa kota di Jawa Tengah. Apabila Gubernur Jawa Tengah mengambil kebijakan sterilisasi wilayah Jawa Tengah, Kota Semarang pun siap mengikuti.
“Semua berdasarkan koordinasi dengan Gubernur. Nanti kalau Pak Ganjar menerapkan PSBB untuk Jawa Tengah kami ikuti. Kalau tidak ya seperti ini,” ujarnya. (*)
editor : tri wuryono