in

Kebijakan Pemerintah Diskriminatif, LKRI Siap Perjuangkan Hak Perokok

YOGYAKARTA (jatengtoday.com) – Merokok di Indonesia cenderung dianggap sebagai perilaku “jahat” yang merugikan kesehatan orang di sekitarnya. Bahkan merokok seringkali dituding sebagai sumber penyebab dari berbagai macam penyakit yang membunuh nyawa manusia. Kondisi itu diperparah dengan munculnya kebijakan pemerintah yang dinilai diskriminatif.

Salah satunya diberlakukan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai daerah Indonesia. Pasalnya, diberlakukannya Perda KTR tidak diimbangi dengan penyediaan ruang bebas merokok yang memadai. Kebijakan seperti itu dinilai timpang dan tidak adil. Sebab, selama ini perokok berkontribusi besar terhadap pendapatan negara hingga ratusan triliun setiap tahun.

Untuk memperjuangkan hak perokok tersebut, Lembaga Konsumen Rokok Indonesia (LKRI) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “mencari keadilan bagi konsumen rokok” sekaligus mendeklarasikan berdirinya LKRI Daerah Istimewa Yogyakarta.di R3 Café Brajan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (23/11/2019). Terpilih Ketua LKRI Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta, Agus Sunandar atau akrab disapa Agus Becak.

“LKRI Yogyakarta ini deklarasi yang ketiga, setelah sebelumnya dideklarasikan LKRI Jawa Tengah, dan deklarasi berdirinya LKRI sendiri pada 21 November 2017 di Kota Semarang,” kata Sekretaris Lembaga Konsumen Rokok Indonesia (LKRI), Tony Priliono di sela diskusi.

Tidak hanya itu, pihaknya menargetkan akan segera dideklarasikan LKRI Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara. “Para perokok ini ingin memberikan sumbangsihnya kepada para buruh tembakau, petani tembakau, serta industri tembakau,” terangnya.

Industri Berbasis Budaya

Mengapa industri tembakau harus dilindungi? Tony menjelaskan bahwa tidak ada negara di dunia yang bisa maju tanpa didukung oleh industri berbasis budaya.

“Indonesia memiliki dua industri berbasis budaya, yakni rokok (tembakau) dan jamu. Kalau ini dikembangkan, industri tembakau kretek pasti menang di level dunia. Tapi kalau industri ini dihancurkan, Indonesia tidak akan jadi negara besar. Sebab, kita nanti tidak memiliki industri berbasis budaya. Mau membikin industri otomotif? Ya tidak akan bisa besar karena tidak berbasis budaya,” katanya.

Lebih lanjut, kata Tony, LKRI telah memiliki riset sendiri tentang tembakau. “Rokok itu sebetulnya tidak merugikan kesehatan. Bahkan rokok itu menyehatkan. Ada kajian-kajian ilmiah berdasarkan sifat kimia, maupun sifat fisika dari daun tembakau. Bahkan bisa untuk pengobatan juga. Tapi industri berbasis budaya terkuat di Indonesia yang hendak dihancurkan adalah rokok,” katanya.

Sekretaris Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBH NU) Daerah Istimewa Yogyakarta, Gugun El Guyanie yang menjadi salah satu narasumber dalam FGD tersebut mengatakan, LKRI perwakilan Yogyakarta harus bisa memberikan perlawanan signifikan terhadap agenda rezim antirokok dunia.

“Karena selama ini, rezim kesehatan bersama rezim perdagangan international memulai gerakan antirokok secara global. Bahkan telah masuk ke berbagai lembaga, Non Government Organization (NGO), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lembaga keagamaan, bahkan masuk ke parlemen. Sehingga melahirkan produk legislasi antirokok berupa Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR),” kata Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga.

Maka dari itu, lanjut dia, LKRI harus bisa memberikan perlawanan wacana, counter kebijakan. “LKRI harus memberikan edukasi dan pencerahan, bahwa agenda antirokok global itu tidak seluruhnya benar dan harus dilawan. Karena perlawanan ini sebagai bentuk memperjuangkan kedaulatan industri rokok nasional. Memperjuangkan kedaulatan petani tembakau, juga kedaulatan ekonomi nasional,” tegasnya.

Selain Gugun, Dr Krishna Djaya Darumurti SH MH, dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Kota Salatiga membeberkan materi diskusi dengan tema “Menjaga perlindungan hukum hak atas rokok”, dan Imam Syafii dari Pecinta Tanah Air Indonesia (PETANASIA) dengan tema “Kiat perokok/konsumen terhadap kenaikan cukai dan harga rokok untuk tetap merokok”. (*)

Link Video:

editor : tri wuryono