SEMARANG (jatengtoday.com) – Tanah Papua memiliki 250 suku yang terbagi dalam 7 wilayah adat. Kebhinekaan tersebut perlu dijaga, jangan sampai menjadi penyulut perpecahan.
Wacana itu mengemuka dalam Seminar Virtual bertema “Kebhinekaan di Tanah Papua” yang digagas para santri Pondok Pesantren Al-Firdaus YPMI Ngaliyan, Kota Semarang, Jumat (18/6/2020).
Salah satu narasumber yang merupakan tokoh pemuda Papua, Robert Manaku menjelaskan, meskipun mempunyai banyak suku, tetapi orang Papua dapat hidup rukun. Termasuk rukun dengan suku luar Papua.
“Masyarakat Papua memeliki kearifan lokal yang harmoni dalam filsafat hidupnya,” ucap Robert.
Mantan Kepala Yayasan Cendrawasih Semarang tersebut mengaku prihatin dengan adanya ancaman-ancaman yang mengganggu kerukunan di Papua. Tanpa disadari, di Papua sendiri muncul dikotomi antar masyarakat Papua.
“Upaya untuk menghancurkan kerukunan orang Papua terus dilakukan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab melalui tangan-tangan tak terlihat,” keluhnya.
Robert mencontohkan dengan munculnya dikotomi antara orang gunung dengan orang pantai, orang Papua asli dengan non Papua, serta stigma separatis lainnya. “Ini dibangun untuk memecah belah,” ujarnya.
Menurut dia, cara untuk mengembalikan kebhinekaan di Papua adalah dengan menegakkan keadilan dan membangun kesetaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sementara itu, pembicara lain, Sekretaris Komisi V DPR Papua Fauzun Nihayah menambahkan, sebenarnya masyarakat Papua sangat terbuka dan ramah. Seandainya ada berita kerusuhan maka sebenarnya hal itu terjadi karena ada persoalan-persoalan tertentu.
“Prinsipnya tak ada asap jika tak ada api. Keurukunan antar suku dan agama juga sangat kental di sini. Banyak anak-anak muslim yang bersekolah di sekolah non muslim dan sebaliknya,” bebernya. (*)
editor: ricky fitriyantoÂ