SEMARANG (jatengtoday.com) – Alih-alih membantu meringankan beban warga miskin yang terdampak pandemi, distribusi bantuan sosial (bansos) justru menjadi dilema menyedihkan bagi sebagian masyarakat.
Pemerintah cenderung mengklaim sembako telah terdistribusikan dengan baik. Namun tidak sedikit warga miskin harus kecewa lantaran tak masuk dalam data bansos sebagai penerima.
Dampaknya, bansos yang semestinya diperuntukkan warga miskin tidak tepat sasaran, bahkan berpotensi disalahgunakan.
Berdasarkan pengecekan jatengtoday.com di website bappeda.semarangkota.go.id/logistik/landing pada Selasa (8/12/2020) pukul 13.00 WIB, tercatat total pemberi bantuan 272 sumber, total permohonan 1.087, distribusi 1.087, paket yang terdistribusi totalnya 48.473 sembako. Distribusi tersebut dalam kurun waktu Maret hingga September 2020.
Di situs resmi pemerintah tersebut tercatat daftar penerima bansos sembako dengan nama perseorangan “by name by address”. Namun sejumlah perseorangan tersebut menerima paket sembako dengan jumlah banyak dan tidak logis.
Bahkan tercantum sejumlah nama yang menerima dengan alamat Jalan Pemuda 148 Semarang dan di wilayah Kelurahan Gayamsari. Jumlah paket sembako yang diterima masing-masing beragam. Ada yang ratusan hingga ribuan paket sembako secara bertahap.
Bansos sembako tersebut berisi minyak goreng 1.633 liter, beras 10.000 kilogram, mie instan 15.500 bungkus, biskuit 3.600 pack, gula 2.517 kilogram, dan kecap 1.350 bungkus.
Di lain sisi, sejumlah warga Kampung Kalaan, Randusari RT 6 RW 2 Kelurahan Nongkosawit, Kecamatan Gunungpati Semarang sempat mengadu ke DPRD Kota Semarang beberapa waktu lalu. Mereka mengeluhkan distribusi bansos sejak tahap 1 hingga tahap 4 yang tidak pernah diterima warga di kampung tersebut.
“Tidak ada satu pun warga di kampung kami menerimanya. Padahal sebagian besar warga mengalami kesulitan karena banyak yang di-PHK,” ungkap salah satu perwakilan warga, M. Yusuf Iswadi.
Kepala Bappeda Kota Semarang Bunyamin saat dikonfirmasi mengenai data daftar penerima bansos yang terposting di website bappeda.semarangkota.go.id/logistik/landing tersebut enggan menjelaskan lebih jauh. “Kami di Bappeda tidak memiliki tupoksi untuk mengurus (distribusi bansos) itu. Kewenangan Dinsos,” ujarnya.
Sayang, setelah beberapa saat konfirmasi tersebut, link bappeda.semarangkota.go.id/logistik/landing tersebut tidak bisa diakses dengan keterangan “404 Not Found”. Sehingga publik tidak bisa mengakses dan menganalisa data tersebut.
Sekretaris Komisi D DPRD Kota Semarang Anang Budi Utomo menilai penyaluran bansos sembako di Kota Semarang sudah optimal. “Cuman namanya bantuan, kalau keinginan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan karena Covid-19 itu ya belum. Sebagai wujud perhatian pemerintah ke rakyat ya, saya pikir sudah berjalan ya. Intinya bansos sudah jalan dan diberikan. Tapi kalau untuk memenuhi kebutuhan masyarakat ya masih jauh, karena sembako hanya bisa membantu 3-7 hari lah,” katanya.
Menurut Anang, problem dasar selama ini adalah data. Penerima bansos ini mengacu ke Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Kata kuncinya, penerima bansos harus masuk dalam DTKS. Artinya, semua warga yang telah masuk di DTKS dipastikan menerima bansos.
“Tetapi probem klasiknya, data yang masuk DTKS itu belum mencerminkan validitas atau tidak update. Apalagi dihubungkan dengan dampak covid, banyak orang kehilangan pekerjaan, nyari pekerjaan sulit, proyek-proyek tidak sesuai dengan harapan, daya beli masyarakat melambat,” katanya.
Dimintai tanggapan mengenai data penerima bansos yang termuat di website Bappeda Kota Semarang dan tercatat ada perseorangan menerima banyak paket sembako, menurutnya tidak wajar atau tidak logis. “PNS tidak boleh menerima sembako. Tetapi pernah terjadi, Ketua RT, RW, LPMK dapat jatah sembako, ternyata kebetulan mereka ini berstatus sebagai PNS. Maka jatahnya diberikan ke warga yang membutuhkan,” katanya.
Penyalur Bansos
Anang menduga, data Bappeda tersebut kategori “penyalur” bansos, bukan penerima. Ada kemungkinan dia menjabat di struktur kepengurusan masyarakat, sehingga dipercaya untuk mengambil dalam jumlah tertentu kemudian dibagikan ke masyarakat.
“Misalnya Kelurahan Tlogosari saja punya hak pilih 22 ribu jiwa. Kelurahan Sendangmulyo punya 22 ribu jiwa. Kasi Kesos, Petugas Sosial Masyarakat (PSM), ataupun Tim Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) misalnya bisa menerima bansos sekian. Dia mengkoordinir dalam satu wilayah. Itu bisa menerima dalam jumlah banyak. Tapi kalau perorangan kok menurut saya tidak logis,” katanya.
Dia mengakui sejauh ini masih banyak aduan masyarakat di DPRD Kota Semarang terkait distribusi bansos. “Awal-awalnya memang agak semrawut, semua kan terkaget-kaget akibat pandemi. Tapi selanjutnya kan ada perbaikan-perbaikan, sehingga di penerimaan pada September, Oktober, November, Desember, hampir tidak ada gejolak lagi,” katanya.
Dari koordinasi dewan dengan Dinsos Kota Semarang, lanjut Anang, akhirnya persyaratan penerima bansos dikendorkan. “Dari semula mengacu DTKS, kemudian diberlakukan bagi warga yang terdampak covid. Mungkin rumahnya bagus, tapi dia korban PHK, maka dia bisa mendapatkan bansos sembako,” katanya.
Mengenai adanya penerima bansos sembako dengan alamat Jalan Pemuda 148 (alamat Pemkot Semarang), Anang menjelaskan hal itu bisa saja terjadi. “Pengalaman saya pernah mengajukan permohonan 100 paket sembako untuk guru TK swasta di Semarang, penerimaannya mengutus orang untuk serah terima di Pemkot Semarang. Mungkin pengajuan untuk kelompok seperti itu,” terang dia.
Yang dikhawatirkan terjadi potensi penyalahgunaan seperti kasus penerima fiktif. “Tapi kalau data fiktif saya kira tidak. Kalau ada yang menerima overlap, double satu dua mungkin,” katanya.
Lebih lanjut, kata Anang, Pemkot Semarang sedikitnya menyiapkan Biaya Tak Terduga (BTT) kurang lebih Rp 117 miliar untuk penanganan dampak pandemi. “Anggaran tersebut tidak semua dialokasikan untuk bansos sembako, tapi juga dialokasikan ke Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk operasional tempat karantina di rumah dinas wali kota serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Anggaran tersebut juga berasal dari anggaran refocusing, semua ditumpuk ke situ,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Semarang Muthohar saat dikonfirmasi belum merespons untuk memberikan penjelasan mengenai data yang termuat di website bappeda.semarangkota.co.id tersebut. (*)
editor: ricky fitriyanto