“Hotel sekarang memang lucu-lucu. Ada hotel yang mirip peti mati. Istilahnya hotel kapsul.”
SEMARANG (jatengtoday.com) – Hotel tidak hanya menyediakan kamar mewah dengan fasilitas super nyaman. Tetapi perkembangan bisnis penginapan justru berkembang dengan menyediakan kamar kecil. Kamar hotel tersebut mirip peti mati, berukuran kurang lebih 2 x 1 x 1,25 meter.
Ruangan tersebut sengaja didesain berukuran kecil, layaknya sebuah peti modular yang terbuat dari plastik atau fiberglass. Bisa juga terbuat dari papan kayu. Hampir menyerupai ruang kapsul modular untuk menyimpan mayat. Di dalam ruangan itu, pemesan kamar bisa istirahat dan tidur. Tersedia fasilitas hiburan seperti televisi, konsol elektronik dan wifi.
Ruangan-ruangan kapsul tersebut umumnya ditumpuk bertingkat dan berjajar ke samping. Disediakan tangga pijakan untuk menaiki ke ruangan kapsul. Sedangkan barang bawaan milik para tamu disediakan loker terpisah dan terkunci.
Privasi tamu hanya dibatasi dengan tirai atau pintu fiberglass di bagian masuk ruang kapsul. Sedangkan kamar mandi dan tempat mencuci tersedia untuk digunakan bersama atau umum. Tren hotel kapsul ini mulai marak di sejumlah kota besar, termasuk Kota Semarang. Penanda kota yang tak pernah tidur. Membaca peluang bisnis atas banyaknya orang yang terlampau sibuk dan tak sempat pulang.
“Hotel sekarang memang lucu-lucu. Ada hotel yang mirip peti mati. Istilahnya hotel kapsul. Harganya bervariasi, mulai Rp 30 ribu hingga Rp 100 ribu per malam,” kata seorang tokoh yang juga pakar Hidrologi dari Undip, Dr Ir Nelwan Dipl HE, Selasa (3/4/2018).
Di hotel kapsul, tamu masuk ke dalam kotak atau kamar kecil mirip peti mati tersebut. “Di Kota Semarang sudah ada hotel seperti itu. Salah satunya di Jalan Gajahmada Semarang, dekat pojok Jalan Kranggan. Saya mau dibayari, disuruh tidur situ enggak berani. Takut kalau sudah masuk, pintunya tidak bisa dibuka. Kan sama aja masuk peti mati,” ujarnya sembari bercanda.
Hotel tersebut bernama The Capsule Gajahmada Semarang. Tidak hanya itu, hotel lain yang juga mempunyai konsep kapsul adalah Hotel Sleep & Sleep Semarang di Jalan Imam Bonjol Semarang, dan DS Layur Hostel di Jalan Layur Semarang.
Menurut Nelwan, tren hotel kapsul sebetulnya telah lama muncul di sejumlah negara di dunia. Tapi baru merambah di sejumlah kota besar di Indonesia belakangan ini. “Aktivitas kota terlalu padat, konsepnya memang dibuat seperti itu bermaksud menghemat. Ada lagi di dekat Loyola Jalan Karanganyar Semarang, saat ini sedang dalam pembangunan. Di situ bikin hotel pakai kontainer ditumpuk-tumpuk,” katanya.
Sejarah hotel kapsul sendiri mulai dikenal di Jepang. Tamu hotel kebanyakan adalah pekerja yang tak bisa pulang karena lembur. Mereka harus berangkat di pagi hari berikutnya.
Hotel kapsul pertama bernama Capsule Inn di distrik Umeda, Osaka, Jepang pada 1979 silam. Desainernya adalah Kisho Kurokawa. Konsep tersebut kemudian berkembang di China pertama kali dibuka pada 2012 di Kota Xi’an. Sedangkan di Singapura ada Woke Home Hostel sebelum akhirnya berkembang di berbagai belalhan dunia, termasuk Indonesia.
Di Kota Semarang, sejumlah hotel kapsul rata-rata menyediakan fasilitas standar dan hampir sama, seperti akses wifi gratis, antar-jemput bandara, parkir, restoran, kamar bebas rokok, resepsionis 24 jam, dan teras taman. Pengunjung tidak boleh membawa binatang peliharaan. Harga yang murah sangat cocok bagi para backpacker yang singgah di Kota Semarang.
Seorang pengunjung hotel, Nathan, mengatakan harga hotel kapsul sangat terjangkau. “Pelayanan ramah, bersih dan mau ke mana-mana juga mudah. Tapi ada beberapa fasilitas yang kurang nyaman. Lokernya menurut saya kekecilan. Kalau mau beli oleh-oleh atau membawa tas besar tidak muat. Kalau ditaruh di bedroom ada kekhawatiran hilang terhadap barang-barang tersebut, dikarenakan hanya tertutup tirai. Apalagi ada peraturan pihak hotel tidak bertanggung jawab. Mungkin ke depannya diharapkan ada solusinya dan diperbaiki,” katanya.
Sedangkan pengunjung lain, Fransisca, mengaku kesan pertama menginap di hotel kapsul agak takut. “Selimut dan sarung bantal sepertinya tidak dicuci, jadi agak ragu untuk pakai. Cara menyiasatinya pakai kain sendiri. Airnya agak asin, but overall, recommended for traveller that want to stay for a night. Saran, bisa ditambahkan pilihan breakfast, bisa ditambahkan air panas,” katanya.
Sementara, Triana, menyaranan agar ruangan untuk laki-laki dan wanita dipisah agar lebih nyaman lagi dan lebih sering lagi menginap di sana. “Sebab agak risih saja tidur dan satu kamar mandi dengan laki-laki,” katanya. (abdul mughis)
Editor : Ismu Puruhito