SEMARANG (jatengtoday.com) — Dampak dari krisis iklim disebut semakin mengkhawatirkan. Antara lain yang bisa dirasakan adalah peningkatan suhu dan intensitas bencana alam di berbagai kota.
“Kesannya alam itu begini-begini saja, padahal iklim hari ini beda dari iklim zaman orang tua kita,” ujar Koordinator Jaringan Peduli Iklim dan Alam, Ellen Nugroho saat aksi Semarang Climate Strike di kawasan Jalan Pahlawan Semarang, Jumat (25/3/2022).
Menurutnya, kenaikan suhu bumi tak ubahnya seperti tubuh manusia yang sedang demam, bakal mengacaukan semua ekosistem.
Berdasarkan laporan Panel Internasional tentang Perubahan Iklim, per 10 tahun suhu bumi terus naik 0,2 derajat celsius. Jika kecepatan pemanasannya seperti ini, ambang batas aman akan terlewati tahun 2040.
Kata Ellen, satu-satunya hal yang masuk akal adalah ikut serta mengerem kenaikan suhu bumi sehingga meminimalisir potensi bencana.
Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Tengah Patria mengatakan, sebenarnya pada tahun 2016 Indonesia sudah membuat komitmen turunkan emisi 11%, tetapi nyatanya tidak selaras dengan RPJMN yang masih menggenjot energi batubara.
Menurutnya, itu terbukti dari masih dibangunnya sejumlah PLTU baru, konsesi hutan dan pengalihan fungsi hutan menjadi tambang atau kawasan sentra bisnis, eksploitasi alam tidak diimbangi konservasi, moda transportasi publik belum diperbaiki.
“Di KTT Iklim (COP26) Indonesia tidak menunjukkan target ambisius untuk menurunkan emisi,” tambah Patria,
Perwakilan LBH Semarang, Dhika menambahkan, pemerintah saat ini masih mengutamakan kepentingan para pengusaha dibandingkan masyarakat lain yang tinggal di lokasi-lokasi proyek percepatan pembangunan nasional.
Masih banyak kasus perusakan lingkungan yang berdampak besar dan memicu konflik, seperti kasus pertambangan di Desa Wadas Purworejo, pencemaran air dan udara PT RUM Sukoharjo, perampasan lahan pada pembangunan PLTU Batang dan pembangunan pabrik semen di Rembang.
Sebagai informasi, Jaringan Peduli Iklim Alam menggelar aksi Semarang Climate Strike atau Jeda untuk Iklim yang merupakan bagian dari aksi solidaritas pegiat iklim sedunia.
Jaringan tersebut terdiri dari Persaudaraan Lintas Agama, EIN Institute, Charlotte Mason Indonesia Semarang, YLBHI LBH Semarang, Klub Merby, Puanhayati, Gemapakti, Suster Penyelenggaraan Ilahi (SDP), KPA Pashtunwali, Walhi Jateng, Unissula, dan LRC-KJHAM. (*)
editor : tri wuryono