in ,

Isu PMK Kembali Merebak Perdagangan Sapi di Pasar Hewan Ambarawa Terdampak

ILUSTRASI, aktivitas penjualan hewan ternak jenis sapi di Pasar Hewan Ambarawa, Kabupaten Semarang. (foto: bowo)

UNGARAN (jatengtoday.com)—Munculnya kembali penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak ruminansia di beberapa daerah, turut mempengaruhi kuantitas perdagangan hewan ternak jenis sapi, di Pasar Hewan Ambarawa, Kabupaten Semarang.

Hampir satu bulan terakhir, jumlah hewan ternak –khususnya sapi– yang diperdagangkan di pasar hewan ini mengalami penurunan yang cukup signifikan, jika dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.

“Penurunan jumlah sapi yang diperdagangkan di pasar hewan ini sudah sekitar 50 persen,” ungkap Kepala UPTD Puskeswan, Pasar Hewan dan RPH, Dinas Pertanian Perikanan dan Pangan (Dispertanikap) Kabupaten Semarang, Muhammad Hidayat, di pasar Hewan Ambarawa, Senin (06/01/2025).

Menurutnya, penurunan ini sudah terjadi sejak Desember 2024 lalu, saat kasus PMK kembali muncul beberapa daerah. Walaupun kemunculan kembali kasus PMK di Kabupaten Semarang hingga saat ini masih nihil, ternyata cukup berpengaruh.

Hidayat menjelaskan, Pasar hewan Ambarawa yang hanya buka pada pasaran Pon –sejak Desember 2024 hingga saat ini– sudah ada delapan kali. Berdasarkan data yang dihimpun Dispertanikap Kabupaten Semarang penurunannya berkisar 50 persen.

Pada saat kondisi normal, lalu lintas perdagangan sapi di pasar hewan ini bisa mencapai 350 hingga 400 ekor sapi setiap pasaran Pon. “Namun hari ini hanya 150 ekor sapi dan pada pasaran Pon sebelumnya (pada 1 Januari 2025) hanya 200 ekor sapi,” katanya.

Dalam upaya mengantisipasi merebaknya kembali PMK pada hewan ternak (sapi), lanjutnya, Pasar Hewan Ambarawa memang menerapkan standar ketat dalam hal pengawasan kesehatan hewan yang akan diperjualbelikan.

Petugas medis-paramedis, termasuk penarik retribusi selalu melakukan sosialisasi hewan yang masuk Pasar Hewan Ambarawa harus sehat agar idak menular dan berdampak pada hewan ternak lain yang sehat.

Sebaliknya, para pedagang sapi juga memiliki kesadaran yang tinggi terkait dengan risiko penyebaran PMK pada hewan ternak. “Alhamdulillah, mereka semua legowo dan proaktif dengan kebijakan yang kami terapkan,” jelasnya.

Hidayat juga menyampaikan, antisipasi penyebaran kembali PMK yang diterapkan ini menjadi cara terbaik. Karena kebijakan ini tidak sampai harus menutup operasional pasar hewan –yang pada akhirnya—bisa berdampak pada perputaran ekonomi para pedagang ternak.

Hidayat tidak menutupi, setiap skrining yang dilakukan oleh petugas medis hewan ternak pada saat hari pasaran, di Pasar Hewan Ambarawa memang selalu ada temuan, tiga hingga lima ekor sapi yang erindikasi terjangkit PMK.

Karena sapi- sapi yang diperdagangkan di Pasar Hewan Ambarawa ini juga ada yang berasal dari luar Kabupaten Semarang. Maka sikap pengelola pasar sangat tegas sapi- sapi yang terindikasi PMK harus segera dibawa pulang dan tidak boleh masuk ke lingkungan pasar hewan.

“Kami minta penjual yang membawa harus membawa pulang sapinya, tidak boleh masuk dan Pasar Hewan Ambarawa harus steril dari PMK,” tegasnya.

Sementara itu, Nanang (38), salah satu pedagang sapi yang dikonfirmasi menyampaikan, sejak ramainya kabar tentang merebaknya kembali PMK memang cukup berpengaruh.

Bahkan dampaknya tidak hanya jumlah sapi yang diperdagangkan, namun juga berimbas pada harga sapi di pasaran. Sehingga selain sepi, harga sapi juga turun berkisar Rp 1 juta hingga Rp 3 juta per ekor, jika dibandingkan dengan harga normal sebelumnya.

Meski kondisi ini kurang menguntungkan, terpaksa tetap harus dihadapi para pedagang hewan ternak sapi. “Yang penting laku dulu walaupun untungnya berkurang,” ungkapnya. (*)