SEMARANG – Kota Semarang yang telah menjadi kota metropolitan meninggalkan sebuah ironi. Bagaimana tidak, di kota yang ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah itu, masih ada persoalan kekeringan yang melanda warganya.
Memasuki musim kemarau, warga Kampung Deliksari Kelurahan Sukorejo Kecamatan Gunungpati mengalami kekeringan. Sendang Gayam, satu-satunya sumber air yang menjadi tumpuan warga menjadi kering sehingga menghasilkan air yang tidak sebanyak saat musim penghujan.
Karena sumber air yang mengering, air yang mengalir ke perkampungan warga menjadi terbatas, sehingga warga hanya mendapatkan kesempatan enam hari sekali untuk mendapatkan air secara bergiliran dengan warga yang lain.
Di kampung Deliksari ini, ada sebanyak enam RT warga yang bermukim di sana, warga setiap hari bergantian untuk mendapatkan air dari sendang bergantian setiap masing-masing RT. “Kalau musim panas seperti sekarang ini, warga harus bergantian untuk mendapatkan air, bergantian enam hari sekali. Setiap dapat giliran, dapat jatah tiga pikul,” ujar Rubiyati, salah seorang warga kepada wartawan, Jumat (8/9).
Ia menuturkan, kekeringan ini telah berjalan setidaknya dalam dua bulan terakhir ini. Layanan PDAM yang belum mencapai perkampungan tersebut semakin mempersulit warga untuk mendapatkan air bersih.
Jatah air yang hanya dapat diperoleh dalam enam hari sekali, mangharuskan warga untuk mencari air tambahan untuk mencukupi kebutuhan air. Untuk mencukupi kebutuhan air tersebut, warga biasanya mengambil air langsung air di Sendang Gayam sejauh tiga kilometer menggunakan ember sederhana. “Kebanyakan wanita yang mengambil air para wanita, kalau yang punya motor pakai motor, kalau tidak ya jalan kaki sejauh tiga kilo,” kata Ana Sumardani, warga deliksari lainnya.
Sumardani menerangkan, sulitnya mendapatkan air bersih saat musim kemarau seperti ini membuat sebagian warga memutuskan membeli tambahan air untuk mencukupi kebutuhan air setiap harinya. Warga biasanya membeli air seharga Rp8.000 untuk setiap empat dilijennya. “Air tersebut digunakan untuk mandi serta mencuci, sementara untuk kebutuhan memasak, warga membeli air galon isi ulang,” terangnya.
Ironisnya, Sumardani menuturkan jika kekeringan seperti ini selalu warga alami memasuki musim kemarau tiba sejak 28 tahun lalu, saat ia baru pindah ke kampung tersebut. Ia berharap, pemerintah segera membangun saluran air ke daerah tempat tinggalnya tersebut, sehingga warga tidak lagi disulitkam masalah air walaupun di musim kemarau. (andika prabowo)