April 2022 menjadi bulan inflasi tertinggi sepanjang tahun 2020-2022. Tren meningkatnya inflasi pada bulan Ramadhan bukan sebuah hal baru dalam perekonomian Indonesia. Fenomena ini telah terjadi dari tahun ke tahun. Namun inflasi yang terjadi pada momen Ramadhan kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Ramadhan 2022 ini masih dalam masa pemulihan ekonomi pascapandemi. Masyarakat baru saja bisa bernafas untuk kembali melakukan aktivitas dan menyambut Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri di luar rumah. Ini akan membawa kejutan setelah 2 tahun gerakannya dibatasi.
Inflasi Ramadhan kali ini dibarengi dengan kondisi dunia yang tengah tidak baik-baik saja. Perang Russia-Ukraina sebagai pemicu inflasi.
Salah satu penyebab inflasi berkepanjangan sejak awal tahun, karena Russia punya fundamen kuat. Russia mempunyai logistik yang sangat bagus sehingga kehidupan tidak begitu terpemgaruh perang. Russia mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Ini berbanding terbalik dengan negara-negara yang tergantung oleh Russia maupun Ukraina.
Jika perang berkepanjangan dan banyak jalur-jalur pasokan global dan infrastruktur pelabuhan atau airport rusak maka supply global akan terhambat.
Russia sendiri menyumbang 1,9% total ekspor dunia. Russia juga mengekspor 49% persen minyak dan gas ke Uni Eropa dan masuk sebagai negara ke -7 eksportir gas terbesar. Russia memproduksi 9,7 barel minyak/hari. Catatan ini menempatkan Russia sebagai penghasil minyak kedua terbesar setelah Amerika Serikat.
Inflasi di Bulan Ramadhan
Sejak Januari sampai April 2022 angka inflasi tercatat di atas 2 persen. Bahkan angka inflasi Januari-April 2022 mengalahkan inflasi selama tahun 2021 yang hanya tercatat 1,86 persen.
Inflasi yang luar biasa di bulan Maret tersebut dipengaruhi peningkatan harga minyak goreng. Setelah pemerintah menghapus harga eceran tertinggi minyak goreng yang menyebabkan kelangkaan, harga minyak goreng melambung dua kali lipat dari harga sebelumnya. Dampaknya, minyak goreng tidak lagi langka di pasaran.
April memasuki bulan suci Ramadhan. Bulan di mana umat muslim sebagian besar di Indonesia merayakan. Ramadhan selalu ditandai dengan kenaikan harga bahan pokok makanan. Semua ingin menyajikan hidangan istimewa setiap berbuka. Tentu ini akan memicu kenaikan harga-harga bahan makanan. Pemerintah sudah mengantisipasi dengan persediaan stok lebih cukup pada bulan Ramadhan. Tetap saja harga naik. Ini sudah sering dikeluhkan oleh emak-emak. Apakah ini menjadi tren permainan pelaku usaha?
Selain minyak goreng yang masih terpantau tinggi, gula pasir ikut naik dari Rp13.000/kg menjadi Rp13.500/kg. Kedelai, telur, cabai, bawang merah, dan bawang putih ikut merangkak naik dengan kisaran kenaikan rata-rata Rp500/kg. Ini tentu membuat ibu-ibu menjerit dengan keadaan.
Belum lagi pemerintah per 1 April menaikkan harga LPG non-subsidi. Kenaikan LPG ini imbas dari harga minyak dunia yang melambung. Selain LPG, pemerintah juga menaikkan harga Pertamax di seluruh Indonesia.
Pengaruh Perang Russia-Ukraina
Dampak ekonomi dari perang Russia-Ukraina ke dunia internasional sudah terasa. Harga energi, minyak nabati, gandum dan bahan baku pupuk sudah melonjak tinggi.
Contohnya, kenaikan harga kedelai. Mahalnya harga kedelai sejak awal tahun membuat pengrajin tahu-tempe mogok produksi sebagai aksi protes. Asosiasi Kedelai Indonesia (AKINDO) selaku importir kedelai dari pasar internasional menjelaskan kenaikan tidak bisa dihindari karena sejumlah faktor.
Amerika Serikat adalah negara pengekspor kedelai terbesar ke Indonesia.
Amerika ikut mengalami inflasi sampai 7% pada Januari 2022.
Dampaknya memicu harga-harga input produksi pertanian naik termasuk harga pupuk yang di-supply dari Russia. Amerika juga terimbas sejak perang Russia-Ukraina karena ganggungan rantai pasokan.
Russia menyumbang 1,9% total ekspor dunia. Russia juga mengekspor 49% minyak bumi dan gas ke Uni Eropa dan masuk sebagai negara ke-7 eksportir gas terbesar untuk Jepang, Uni Eropa, dan China. Russia memproduksi 9,7 bareel minyak/hari. Catatan ini menempatkan Russia sebagai penghasil minyak kedua terbesar setalah Amerika Serikat.
Jika ekspor minyak dari Russia berkurang setengahnya, harga minyak mentah berpotensi melonjak. Harga minyak naik akan mendorong semua harga barang meningkat.
Ketahanan Pangan sebagai Antisipasi
Sudahkah Indonesia mempunyai ketahanan pangan yang kuat dalam menghadapi krisis global?
Melihat dari daftar impor masih tercatat impor gula, susu, mentega, telur, kedelai, dll, Indonesia belum cukup kuat menghadapi krisis.
Jika saja Indonesia menempatkan ketahanan pangan menjadi prioritas pembangunan, mungkin Indonesia akan menjadi negara eksportir pangan dunia. Dari sisi sumber daya alam, Indonesia tidak kekurangan. Namun, kreativitas, kemampuan, dan keinginan yang masih jauh untuk berupaya mencukupi kebutuhan dalam negeri dengan hasil bumi sendiri.
Adanya perang Russia-Ukraina yang telah menempatkan terjadinya inflasi di hampir semua negara. Ini menjadi intropeksi diri.
Sekali lagi berupaya mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM untuk menjaga ketahanan pangan Indonesia. Jangan lupa: kesejahteraannya juga harus dipikirkan. Tidak hanya produksi yang digenjot.
Semoga krisis ini segera berakhir. [edt: dm]