in

Lakukan Ini Jika Merasa Ide Kamu Masih Mentah

Semua ide bagus, awalnya mentah. Kalau dapat perlakuan tepat, yang mentah bisa jadi ide bagus. Ini langkah-langkahnya..

Ide mentah itu seperti apel. Semakin kamu gigit dan lihat dalamnya, semakin kamu mengerti bagaimana bagian dan rasa apel itu. (Credit: shelma1)

Tidak ada ide yang langsung jadi. Kamu tidak perlu kagum pada idemu sendiri, mengatakan orang lain belum pernah ada yang berpikiran seperti kamu, apalagi merasa ide itu datang seperti inspirasi yang datang tiba-tiba. Kalau itu yang kamu lakukan, kamu tidak tahu bagaimana suatu ide datang dan bagaimana memperlakukan ide mentah.

Semua ide merupakan sintesis dan pengembangan dari ide-ide lain. Jika kamu merasa ide kamu masih mentah, itu bagus, berarti kamu siap menguji ide itu dan mengolahnya menjadi ide yang layak dikerjakan.

Kita perlu mengerti, bagaimana sebaiknya memperlakukan ide yang kita anggap masih mentah.

Bagaimana saya memperlakukan ide mentah?

Tuliskan, Sekalipun Masih Mentah

Yang penting, tuliskan. Soal perbaikan, editing, bisa nanti. Ide melintas dalam pikiran. Mengalir begitu saja. Seringnya, terlewatkan. Saya menulis untuk menangkap sinyal seperti ini.

Tidak langsung-jadi. Tidak ada target berapa panjang. Bisa hanya 1 paragraf, bisa 1 kalimat.

Kadang hanya keyword yang akan saya uraikan nanti ketika sedang duduk dan ada waktu. Yang penting, tercatat dan jangan terlewatkan. Itu sebabnya saya selalu mengajak menulis catatan harian. Ini bisa kamu mulai dengan menulis catatan harian 15 menit sehari.

Menunggu bertemu kawan-bicara yang mengerti dan mau mendengarkan apa yang ingin saya tuliskan, terlalu lama. Bahkan tidak sempat membicarakan itu, secara detail, kepada diri-sendiri. Terlalu banyak.

Seperti itulah firasat. Intuisi. Pengambilan keputusan. Mengenal cara saya memperlakukan ide. Saya pernah menghitung, dalam sehari, bisa terjadi puluhan kali.

Perhatikan Konteks Data

Saya melakukan ini agar orang lain merasakan manfaatnya. Suatu contoh, beberapa kawan saya yang sering nongkrong bareng, bertanya kepada saya, “Biasanya kamu download film di mana?”.

Saya akan ceritakan BTS di balik pertanyaan ini. Mereka sering kecewa, alamat situs download film, sering berubah. Sampai kemudian saya punya trik pencarian di Google, untuk menemukan film yang mereka cari, tanpa menghafal alamat dan akan sampai di film yang mereka cari, lengkap dengan subtitle Indonesia.

Pemicu: Pertanyaan dan Keyword

Temukan, apa yang tadi membuat ide kamu muncul.

Pemicu yang sangat saya suka adalah “pertanyaan”, untuk diri sendiri. Bahkan ketika mempertanyakan pikiran dan tindakan orang lain, saya kembali kepada diri sendiri. Seperti kasus di atas.

Saya harus punya trik yang “work”, bisa dijalankan “sekarang”, yang lebih baik dan lebih cepat daripada cara sebelumnya. Saya tidak pernah percaya ada 1 trik terbaik dan bertahan selamanya.

Dengan cara di atas, berarti: pemicu saya untuk menulis adalah “bertanya kepada diri sendiri”, kemudian mencari jawaban yang lebih baik daripada jawaban yang sudah ada.

Seperti kecerdasan bayangan, yang harus saya kenal. Jika saya mengenal kecerdasan bayangan ini, saya lebih memahami jalannya bagaimana.

Saya tidak suka mengendalikan pikiran saya. Kalau memang liar, saya biarkan liar. Kebanyakan orang, jarang terkejut menghadapi gagasannya sendiri, karena mereka terlalu memakai standar normal. Common sense. Mudah menghakimi gagasannya sebagai “aneh”, “berdosa”, atau “tidak layak dituliskan”.

Jangan terlalu percaya kepada firasat atau intuisi. Kamu tidak bisa andalkan intuisi dalam berpikir dan memproses gagasan.

Intuisi bukanlah instrumen. Intuisi hanyalah jaringan pengaman, dan lebih sering menciptakan bias. Lawan dari logika. Menulis adalah cara terbaik agar intuisi dan rasio bekerja berdampingan.

Prinsip saya sangat mudah: gagasan yang terlintas, saya tuliskan. Nanti bisa saya kembangkan.

Mempertanyakan Realitas

Dengan mempertanyakan realitas, saya bisa mengerti penalaran saya sendiri. Saya harus fokus, menyortir, memeras yang terbaik, kemudian melakukan “rekayasa terbalik” (reverse engineering). Pertanyaan ini harus bisa mengantar saya, dari melihat produk atau menikmati layanan, menjadi perjalanan “menebak” proses di balik pembuatan.

Para pembaru melihat hal yang sama di dunia ini, namun mereka melihatnya dengan cara berbeda.

Pikiran saya mudah terganggu namun saya mengendalikan reaksi saya atas pemicu yang datang. Itu yang membuat saya bisa fokus.

Pikiran bisa menjadi emosi yang kabur, ketika datang pertanyaan-pertanyaan besar dan belum pernah kita pikirkan. Saya sering mengajukan pertanyaan untuk melihat kesigapan seseorang menghadapi hal-hal yang jarang ia pikirkan.

Mengerti Cara Memperlakukan Ide Mentah

Untuk memperlakukan ide mentah, kamu perlu jawab 5 pertanyaan ini:

Apa yang kamu unggulkan ketika bersaing dengan orang lain di dunia menulis?.

Singkatnya, kamu perlu menetapkan “mengapa” kamu menulis. Simon Sinek menjelaskan “mengapa”, yang bisa membedakan tindakanmu dari orang lain. Apa yang dilihat orang lain, dari kamu, hanyalah permukaan. Orang perlu mengerti, “mengapa” kamu melakukan ini.

Bagaimana cara kamu mempelajari topik yang belum pernah kamu tahu?
Bagaimana kamu menghadapi resiko tak-terduga? Ini berkaitan dengan model mental yang kamu pakai. Ironis dan naif jika orang atau lembaga tidak memiliki model mental untuk mengambil keputusan. Secara khusus, saya membuat checklist dalam mengambil keputusan.

Strategi berpikir seperti apa yang kamu terapkan ketika suatu ide datang?

Saya punya tulisan panjang tentang strategi berpikir, yang bisa kamu pakai untuk memproses ide mentah dalam proses kreatif.

Apa yang membuatmu berubah akhir-akhir ini?

Kenali perkembangan yang terjadi pada dirimu. Jadilah pribadi yang berkembang, bukan pribadi yang tidak mau berubah.

Skill apa yang kamu dalami hari ini?

Itulah pertanyaan yang harus terjawab, agar pikiran bisa mengatasi pikiran.
Orang merasa tidak tahu. Menolak potensi yang tidak terpenuhi. Melihat secara mentah. Menjadi pencerita, pembohong, atau menuliskan panggilan kejujuran.
Menulis di sini berarti belajar sambil-jalan.

Yang lebih penting, memahami 5 pertanyaan itu, sebagai bagian dari memahami proses kreatif.

Singkatnya, jangan bertanya dari mana kamu akan mendapatkan ide. Kamu mendapatkan ide justru ketika menulis. Dan pemicu terbaiknya adalah bertanya. Kemudian kamu menggali, mengambil, menyusun dan memperbaiki, menyajikan yang terbaik.

Terlepas dari itu, semuanya adalah pertarungan yang membuatmu lebih kuat dalam menghadapi kemauan dirimu. Dengan menulis, kamu lebih mengerti kemauan dirimu, dan terlibat dengan orang lain. [dm]