in

Hutan Reklame Segera Ditata, Risikonya Kehilangan Banyak Retribusi

SEMARANG (jatengtoday.com) – Ribuan reklame yang berjejal di pusat Kota Semarang perlu segera dilakukan penataan. Tentunya agar tidak semrawut dan mengganggu keindahan kota.

Hal ini seiring berakhirnya masa transisi penyelenggaraan reklame berdasarkan Perda Nomor 6 Tahun 2017 tentang Reklame pada 31 Desember 2018 mendatang. Sejauh ini banyak reklame berdiri di atas tanah milik Pemkot Semarang, taman kota maupun trotoar.

Ke depan, hal tersebut sudah tidak diperbolehkan lagi. Penempatan reklame harus dipindah ke persil pribadi. “Konsekuensinya, pemkot tidak bisa menarik retribusi sehingga berpotensi menurunkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor reklame,” kata anggota Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Johan Rifai, usai pelaksanaan sosialisasi Perda Reklame yang dilaksanakan Dinas Tata Ruang Kota Semarang, Selasa (7/8).

Dikatakannya, penataan reklame harus dilakukan mulai sekarang. Menurut dia, Perda Nomor 6 Tahun 2017 sudah cukup jelas mengatur tentang reklame, tinggal diimplementasikan dengan peraturan wali kota atau perwal. “Penataan reklame ini perlu segera dilakukan, sebab akan menambah keindahan kota. Trotoar, taman dan sarana publik harus bersih dari reklame,” katanya.

Nantinya, lanjut dia, titik reklame akan semakin berkurang. Maka besar kemungkinan hanya perusahaan bonafide saja yang bisa memasang reklame dengan tarif mahal. “Jika aturan ini dilaksanakan, maka secara otomatis reklame akan tertata.

Sejauh ini, Johan melanjutkan, banyak reklame menutupi taman kota. Padahal taman tersebut dibangun pemerintah kota dengan menggunakan biaya mahal. Namun fungsi dari taman itu sendiri malah terganggu oleh keberadaan reklame. “Akses pandangan publik jangan sampai terganggu oleh keberadaan reklame. Apalagi bersifat komersil,” katanya.

Dia menyontohkan, di Taman Pandanaran Semarang yang telah selesai dibangun justru terhalang oleh keberadaan papan reklame dan baliho. Padahal, taman yang dibangun dengan anggaran Rp 1,8 miliar itu dikonsep sebagai taman aktif untuk masyarakat. Seharusnya sebagai tempat berinteraksi masyarakat. “Reklame di lokasi seperti itu harus dipindahkan atau digeser ke titik lain. Sehingga keberadaannya tidak menghalangi taman,” katanya.

Begitu pula taman-taman yang lain, banyak berjubal reklame, baliho, maupun videotron. Hal itu harus segera ditertibkan dan dilakukan penataan. “Taman Randusari juga begitu. Prinsipnya reklame harus ditata sejak sekarang. Jangan sampai masyarakat terganggu keberadaan reklame,” katanya. (*)

editor : ricky fitriyanto

Abdul Mughis