Facebook sudah habiskan USD10B untuk project “metaverse”. 10 milyar dollar Amerika. Mark sudah rancang ini, jauh sebelum ubah Facebook menjadi Meta. Facebook tidak lagi sekadar menulis status, chat, dan share content. Metaverse akan melangkah lebih jauh.
Saya tidak tutup akun. Hanya hapus semua content. Keputusan yang ternyata menghasilkan perubahan drastis dalam hidup saya. Tentu saja, ini sekadar cerita. Kamu tidak perlu menirunya, jika tidak berani.
Kalau pekerjaan kamu secara teknis masih membutuhkan Facebook, teruslah bermain Facebook. Kalau sudah terlanjur senang main Facebook, cerita tentang orang yang tidak lagi bermain Facebook, tidak akan mempan. Sebatas opini.
Keberanian saya memutuskan menghapus semua content di Facebook saya (kecuali 1 foto profil, 1 cover, quote di info “tentang saya”), bukan tidak berdasar.
Saya tidak lagi senang bermain Facebook. Tulisan ini hanya menceritakan, mengapa saya hapus content di akun Facebook saya.
Pekerjaan saya tidak lagi berhubungan-langsung dengan Facebook. Saya masih bisa berkomunikasi dengan orang-orang terpenting dalam hidup saya.
Coba tanyakan ke diri-sendiri, “Benarkah saya harus memakai Facebook demi pekerjaan saya?”.
Saya tidak mengajak meninggalkan Facebook. Saya tidak senang dengan zona-nyaman (comfort zone), apapun bentuknya. Berbahaya bagi mental saya.
Saya pernah menulis di catatan harian, “Ciri korban: merasa nyaman, terkena bystander effect (efek pengamat) yang cenderung tidak mau bertindak, dan tidak menyadari dirinya menjadi produk di tengah pemberian gratis. Selalu mau hiburan.”. Boleh saja orang menolak kriteria itu, namun coba kita refleksi, seberat apa kita menjadi korban, dengan ciri-ciri di atas? Anda bukan korban? Baiklah.
Yang terpenting, lebih banyak manfaat yang saya rasakan, ketika berhenti tidak membuka Facebook.
Perhatian saya berubah menjadi “fokus”. Scroll menjadi aktivitas lain. “Belum” menjadi “.. akhirnya, saya bisa.”.
Tidak bangun lalu buka Facebook. Saya terapkan hukum aksi-reaksi untuk menolak trigger (pemicu) berupa notifikasi Facebook. Saya matikan. Selain itu, saya matikan “service” Facebook di Android, saya restrict pemakaian data (WiFi, SIM 1, dan SIM2). Bahkan saya tidak bisa masuk ke Facebook setelah itu. Kalau trigger sudah dikenali dan reaksi kita sudah terbentuk, maka gangguan dianggap tidak lagi ada.
Saya pada tahap di mana sudah malas membicarakan alasan mengapa saya berhenti bermain Facebook. Bisa dibilang, tidak ada alasan lagi. Berhenti begitu saja.
Pernah hitung berapa lama kamu buka Facebook dalam sehari? Scroll, berhenti sebentar, membaca, melihat video, membuka inbox, berkomentar, dan berpikir-untuk menulis status?
Ini bisa kamu lihat dari durasi pemakaian per aplikasi di Android. Sehari, total di atas 4 jam, atau lebih?
“Bagaimana kalau waktu untuk buka Facebook, kamu ganti dengan belajar atau mengerjakan hal lain?”. Apa yang terjadi kemudian, ketika 4 jam itu saya tukar dengan hal lain, sungguh mengejutkan.
Total durasi yang bisa kamu pakai untuk mendalami keahlian tertentu. Bukan dengan melatih pikiran untuk immune (kebal), auto-reject (menolak secara otomatis), ketika berhadapan dengan tantangan sebenarnya.
Sebentar, mungkin ada yang mau bilang, “Itu kan tergantung cara kita pakai Facebook. Kalau tidak suka, lewati saja.”.
Benarkah? Anggap saja, jika benar, kita punya filter hebat, untuk menyaring content, memisahkan content menarik tak-menarik, namun manakah yang lebih efisien: berada di tempat yang kita inginkan dan penuh manfaat, ataukah di tempat di mana kita harus selalu menyaring terus-menerus? Filter mana yang lebih awet: yang sering dipakai untuk menyaring kotoran atau yang hanya bekerja sesekali di lingkungan “bersih”?
Waktu adalah segalanya. Kalau waktumu yang tidak tertukar itu, masih mau kamu pakai untuk ramah-tamah sosial dan indahnya berbagi, ya silakan.
Apa yang saya dapatkan setelah hapus semua content di Facebook dan tidak menulis status atau berkomentar lagi?
Yang saya dapatkan ketika tidak buka Facebook:
Tidak melihat selfie dengan caption nggak jelas.
Tidak perlu like, dislike, atau share sesuatu.
Tidak perlu membalas komentar.
Tidak beri perhatian 4 detik kali sekian puluh, ketika ada iklan dan content orang lain datang.
Tidak terlibat konflik personal-horizontal.
Tidak berkompromi dengan pemakaian kata-kata “sosial”, bebas memakai sarkas, dan bisa memakai technical terms.
Bisa menikmati moment, bukan membagikan foto kenangan atas moment itu.
Tidak melihat liburan orang-lain.
Tidak melihat orang lain membandingkan hidupnya dengan orang-lain.
Tidak melihat orang berpartisipasi menjadi seperti orang-lain. *) Kalau kamu bekerja terkait iklan Facebook, entah menarik traffic atau jualan product, saya tidak termasuk dalam demografi yang kamu targetkan.
Tidak mendengar orang lain berbicara tentang mantan mereka.
Merasakan tindakan saya dan menanggung akibat dari tindakan saya, tanpa filter media sosial.
Tidur nyenyak, bermimpi seperti masa kecil, dan memimpikan hal-hal yang nyata.
Saya bisa menulis 400 entri di catatan harian, dalam 3 bulan. Menulis artikel setiap hari untuk media online. Lebih banyak belajar dan menghargai apa yang saya capai, dalam dokumentasi yang rapi.
Dan tulisan ini tidak saya share di Facebook. [dm]