SEMARANG (jatengtoday.com) – Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jawa tengah menguatkan vonis kedua terdakwa kasus korupsi program Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) Desa Plumbon, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang.
Terdakwa adalah Sulimin (55), mantan Kepala Dusun (Kadus) Nali, Desa Plumbon serta Marjoko (36), mantan Kadus Pranggen, Desa Plumbon.
Sebelumnya, mereka divonis oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang dengan pidana penjara 1 tahun dan denda masing-masing Rp 50 juta atau setara 1 bulan kurungan.
Namun, jaksa penuntut umum Kejari Kabupaten Semarang belum puas dengan hukuman yang dijatuhkan. Sebab sebelumnya ia menuntut agar dijatuhi hukuman 3 tahun penjara. Sehingga jaksa mengajukan upaya hukum banding ke PT Jateng.
Lalu, dalam amar putusannya, majelis hakim PT Jateng yang dipimpin Daliun Sailan menerima permintaan banding penuntut umum dan menguatkan vonis Pengadilan Tipikor Semarang.
Selanjutnya menetapkan masa penahanan dikurangkan seluruhnya dengan pidana yang dijatuhkan. Para terdakwa diperintahkan untuk tetap ditahan dan membayar biaya perkara banding yang timbul.
Diklaim Hanya Korban
Terdakwa Sulimin dan Marjoko sebelumnya didakwa melakukan tidak pidana korupsi secara bersama-sama dengan Tri Astono alias Anton selaku Kadus Kemiri, Desa Plumbon (sudah dipidana awal 2019).
Anton disebut telah membuat proposal pengajuan program PUPM tahun 2016 kepada Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian RI.
Dia yang mengakali persyaratan pencairan dana, termasuk mengganti struktur Gapoktan Maju Tani yang menjadi ‘alat’ untuk mengajukan bantuan. Serta menyeret nama Sulimin dan Marjoko selaku sesama kadus di Desa Plumbon.
Baca juga: 2 Kadus Desa Plumbon yang Korupsi Dana PUPM Divonis 1 Tahun dan Denda Rp 50 Juta
Menanggapi vonis PT Jateng ini, kuasa hukum kedua tersakwa, Mohtar Hadi Wibowo dan Taufik Hidayat sangat menyayangkan atas vonis yang dijatuhkan. Hanya saya pihaknya tetap harus menghormati segala keputusan majelis hakim.
“Kami kecewa karena mereka (para terdakwa) sebenarnya dapat bagian Rp 5 juta. Jadi klien kami hanya korban,” ucap Mohtar saat dikonfirmasi, Kamis (30/4/2020). (*)
editor: ricky fitriyanto