in

Guru Ajarkan Kedisiplinan dan Selalu Meningkatkan Kompetensi Diri

Kedisplinan berpengaruh terhadap pendidikan para siswa. Karena itu, saat menjadi guru, kedisiplinan adalah hal yang utama.

Suwarjo, ketua kelompok kerja pengawas SD. (istimewa)

DEMAK (jatengtoday.com) – Menjadi guru adalah cita-cita yang mulia. Ini seperti yang diharapkan oleh Suwarjo sejak kecil. Pria kelahiran Demak 10 Mei 1964 ini suatu saat bisa menjadi guru.

Harapannya pun terkabul. Suami dari  Suyatini ini bertahun- tahun menjadi guru. “Guru adalah cita-cita saya sejak kecil,” kata ayah dari Ika Wartina Sari, Aditya Dwi Cahyo dan Dimas Wahyu ini.

Suwarjo pun merasa bahagia. Sebab, berprofesi sebagai guru telah ia jalani cukup lama hingga anak-anaknya sudah dewasa semua. Anak-anaknya sudah ada yang berkeluarga dan ada pula yang masih kuliah.

Menurutnya, ia menjadi guru sejak 1 Mei tahun 1984. Pertama mengajar di SDN  Wonoagung, Kecamatan Karangtengah. Dia mengajar di SD tersebut selama sembilan tahun.

Kemudian, mengajar di SDN Pulosari, Kecamatan Karangtengaj selama 11 tahun. Lalu, diangkat sebagai kepala sekolah  di SD Tambakbulusan, Kecamatan Karangtengah selama lima tahun.  Kemudian, menjadi pengawas di UPTD Dikpora Kecamatan B onang selama 7,5 tahun.

Selanjutnya, menjadi pengawas di UPTD Karangtengah selama empat tahun.  Serta menjadi pengawas SD tingkat  kabupaten sejak tahun 2000 sampai sekarang.

Pengalaman menjadi guru dirasakan cukup menyenangkan. Suwarjo mengaku dirinya memiliki jiwa pendidik. “Saya senang bisa memberikan atau transfer ilmunya kepada orang lain,” ujarnya.

Suwarjo mengatakan, ia memiliki latar belakang lulusan sekolah pendidikan guru (SPG) kemudian berlanjut kuliah D2 pendidikan guru SD (PGSD) di IKIP Negeri Semarang pada 1999.

Lalu, lanjut S1 di Universitas Negeri Semarang (Unnes) pada 2002 jurusan kurikulum. Sedangkan, untuk pendidikan S2 ia ambil di Universitas PGRI Semarang lulus pada  2015 dengan ambil jurusan manajemen pendidikan.

Suwarjo menuturkan, kedisplinan berpengaruh terhadap pendidikan para siswa. Karena itu, saat menjadi guru, kedisiplinan adalah hal yang utama. Selain itu, pola pikir juga menjadi landasan dalam keberhasilan di dunia pendidikan.

“Saya sebagai guru juga termotivasi harus selalu belajar. Mau berubah. Selalu meningkatkan kompetensi diri. Ikuti perkembangan keilmuan dan tekhnologi,” ujarnya.

Dulu, kata dia, sistem mengajar masih tergolong longgar. Orientasinya masih berpaku pada materi buku yang jadi pegangan. Sekarang, orientasi tujuan sudah dibakukan oleh pemerintah. Anak mau dibawa ke mana, maka cara penyampaian guru juga punya cara sendiri.

“Tidak mungkin sama antara guru satu dengan yang lain. Makanya, saya prihatin dengan guru yang secara kompetensi kurang sehingga perlu pembekalan dan bimbingan. Sekali lagi menjadi guru itu panggilan jiwa,” katanya.

Suka duka menjadi guru juga dirasakan Suwarjo. Suka kalau dianggap berhasil mewujudkan minat kemampuan anak anak. Apalagi kalau anak-anak menjadi juara. Tidak bisa diukur dengan uang. Dukanya kalau menemui anak anak yang sulit dikembangkan. Itu menjadi tantangan.

“Apapun, kita tidak boleh anggap anak-anak itu bodoh. Maka, kesulitannya di situ. Cari minat bakat anak anak yang agak sulit. Padahal, meski punya keterbelakangan, tetapi semua tetap punya potensi,” katanya.

Dia mengatakan, menjadi guru tetap menarik apapun kondisinya. “Menjadi guru bisa senangkan hati kita. Karena bisa transfer ilmu kita ke orang lain,” katanya. (*)