in

Gempadewa Desak Ganjar Hentikan Penambangan Batuan Andesit di Wadas

Izin Penetapan Lokasi (IPL) Desa Wadas yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo sebagai lokasi penambangan batuan andesit sudah habis per 7 Juni 2023.

Aksi "Wadas Lestari, Harga Mati, IPL Habis Hentikan Aktivitas Tambang" di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Jalan Pahlawan, Rabu (16/8/2023). (ist)

SEMARANG (jatengtoday.com)  Sekelompok warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) mendesak Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk menghentikan seluruh aktivitas penambangan batuan andesit di Desa Wadas.

Meski berkali ulang ditolak, pemerintah tetap melakukan pembukaan akses jalan menuju lokasi penambangan material untuk pembangunan Bendungan Bener.

“Aktivitas pembukaan akses menuju lokasi penambangan tersebut telah menyebabkan banjir air dan lumpur yang menggenangi ruas jalan di desa, pemukiman, dan tempat ibadah di Desa Wadas,” kata perwakilan Gempadewa, Siswanto, di sela aksi “Wadas Lestari, Harga Mati, IPL Habis Hentikan Aktivitas Tambang” di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Jalan Pahlawan, Rabu (16/8/2023) lalu.

Dikatakannya, dampak dari pembukaan akses jalan menuju lokasi penambangan tersebut mengakibatkan dua kali banjir yang terjadi pada 25 Maret 2023 dan 8 Juli 2023. Aktivitas rencana pertambangan batuan andesit di Desa Wadas masih terus berlangsung hingga sekarang.

“Padahal, Izin Penetapan Lokasi (IPL) Desa Wadas yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo sebagai lokasi penambangan batuan andesit sudah habis per 7 Juni 2023,” tegasnya.

Dengan habisnya masa IPL, lanjut Siswanto, maka seharusnya segala aktivitas penambangan dalam bentuk apa pun di Desa Wadas dihentikan. “Dengan demikian, aktivitas pembukaan akses tersebut dapat digolongkan sebagai aktivitas penambangan ilegal,” katanya.

BACA JUGA: Warga Wadas Usir Alat Berat, Mereka Minta Rencana Penambangan Batu Andesit Dibatalkan

Menurutnya, masih berlangsungnya aktivitas pembukaan akses menuju lokasi penambangan menunjukkan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh pemerintah di Desa Wadas.

“Lebih jauh dari itu, masalah ini bukan semata persoalan legalitas. Namun, ada persoalan tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Bahwa Desa Wadas bukan sekadar wilayah administratif yang dapat diperlakukan sewenang-wenang oleh pemerintah untuk pembangunan dengan dalih ‘kepentingan umum’,” terangnya.

BACA JUGA: Warga Wadas Minta Ancaman Konsinyasi dari Pemerintah Dihentikan

Sebab, lanjut dia, ada manusia dengan kehidupannya di dalamnya. “Aktivitas penambangan di Desa Wadas bukan hanya mengubah bentang alam dan merusak lingkungan saja. Identitas dan relasi sosial warga dengan tanahnya juga akan hilang,” beber dia.

Oleh karena itu, Gempadewa menggelar aksi menuntut Gubernur Jawa Tengah agar aktivitas penambangan dihentikan. “Kami mengingatkan kepada publik bahwa Wadas belum selesai. Selama masih ada kesewenang-wenangan dan ketidakadilan, Wadas akan terus melawan,” katanya.

BACA JUGA: Akademisi Kritik Mekanisme Konsinyasi dalam Penyelesaian Konflik di Desa Wadas

Sebelumnya, Priyan Susyie dari Wadon Wadas (organisasi sayap Gempadewa untuk perempuan) menilai tambang andesit akan menyebabkan warga Wadas menjadi miskin dan kehilangan mata pencahariannya sebagai petani.

“Pembukaan akses jalan ke tambang di Wadas sudah mengakibatkan banjir. Apalagi jika ditambang, pasti akan terjadi bencana yang lebih besar. Pemerintah sudah terbukti tidak serius mempertimbangkan keselamatan warga,” ujarnya. (*)