in

Tantangan Fintech untuk Memacu Akselerasi Ekonomi

Fintech memacu percepatan ekonomi, terutama pada startup unicorn. Indonesia membuat QRIS untuk transaksi digital. Indeks literasi Indonesia masih rendah, terutama pada pilar “keamanan digital”.

fekdi-2023
FEKDI 2023. Ekonomi Digital sebagai Buffer dan Akselerator Perekonomian Nasional (Sumber: Publikasi Kementrian Ekonomi)

Lahirnya era Revolusi Industri 4.0 di Indonesia yang dimulai pada tahun 2016 salah satunya ditandai dengan munculnya digitalisasi ekonomi di mana hampir seluruh aktivitasnya berbasis teknologi.

Perkembangan pesat di dunia IT mendorong terjadinya perubahan perilaku atau gaya hidup serta pandangan manusia terhadap teknologi. Pembaruan di bidang ini mengantarkan Indonesia pada perubahan dari sistem tradisional menuju era serba-digital.

Berdasarkan studi Google Temasek, Bain & Company (2022), ekonomi digital 2022 tumbuh 22% dibandingkan tahun 2021. Sebesar 40% dari total nilai transaksi ekonomi digital di kawasan ASEAN berasal dari Indonesia, hal ini menjadikan Indonesia sebagai pemegang kendali ekonomi digital di kawasan ASEAN.

Fintech Mempengaruhi Start-up Unicorn

Kesuksesan penerapan ekonomi digital ini dipengaruhi dengan munculnya berbagai perusahaan start up yang mampu beradaptasi dengan adanya perkembangan teknologi sehingga mampu menciptakan persaingan di kancah internasional.

Salah satunya dengan kemunculan unicorn, yaitu perusahaan rintisan yang sudah memiliki nilai valuasi mencapai 1 miliar USD atau setara dengan 14 triliun rupiah, seperti: Lazada, Grab, Gojek, Tokopedia, dan Traveloka, Bukalapak, dll.

Pencapaian yang menyumbang dampak positif bagi perekonomian ini juga diimbangi dengan inovasi teknologi digital pada bidang finansial yang kini dikenal dengan Financial Technologi atau Fintech yaitu bentuk perpaduan antara teknologi informasi dan jasa keuangan yang mampu merubah model bisnis dan kemudahan dalam memasuki industri.

Berdasarkan penelitian tentang Fintech yang dilakukan INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) pada tahun 2019 yang menunjukkan, Fintech memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan sebesar 0,45% dan berkontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) lebih dari 60 Triliun.

Menurut World Bank, apabila terdapat upaya peningkatan fasilitas inklusi keuangan sebesar 1% maka akan dapat menaikkan PDB per kapita sebesar 0,03%.

Munculnya Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS)

Perkembangan Fintech yang semakin pesat ini juga diimbangi dengan adanya tren transaksi digital dikalangan masyarakat. Banyak industri dalam berbagai sektor, mulai menerapkan sistem pembayaran berbasis digital yang menjadi sarana belanja online.

Hal ini menunjukkan adanya perubahan gaya hidup serta tuntutan hidup masyarakat yang serba praktis, cepat, dan aman.

Adanya peluang emas terkait pemanfaatan teknologi informasi ini direspon baik oleh bank sentral yaitu Bank Indonesia dengan meluncurkan suatu produk layanan publik berupa Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) sebagai upaya standardisasi bagi perusahaan yang memanfaatkan Financial Technologi atau Fintech seperti GoPay, OVO, DANA, LinkAja, dll., sebagai sarana pembayaran digital.

Rendahnya Indeks Literasi Digital di Indonesia

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2023, penetrasi internet di Indonesia telah mencapai angka 78,19% atau menembus sekitar 215.626.156 jiwa dari total populasi penduduk yang sebesar 275.773.901 jiwa.

Menurut seorang Ekonom senior, Aviliani bahwa indeks literasi digital masyarakat Indonesia hanya mencapai 62% di bawah rata-rata indeks literasi digital di ASEAN yaitu 70%.

4 Pilar dalam Literasi Digital

Terdapat 4 (empat) pilar dalam literasi digital, yaitu:

  • Kecakapan Digital (Digital Skil),
  • Etika Digital (Digital Etic),
  • Keamanan Digital (Digital Safety), dan
  • Budaya Digital (Digital Culture).

Mana yang paling rendah dari 4 pilar itu di Indonesia? Pilar digital safety.

Rendahnya keamanan digital serta banyaknya jumlah pengguna internet yang melebihi setengah dari populasi penduduk di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat resiko yang besar terhadap munculnya cybercrime atau kejahatan digital, sehingga perlu adanya upaya antisipasi dan peningkatan literasi agar masyarakat lebih melek akan digital.

Program Guna Mendukung Peningkatan Indeks Literasi Digital

 

Salah satu respon baik dari pemerintah dalam menghadapi rendahnya angka literasi digital ada masyarakat tersebut yaitu dengan adanya upaya kolaborasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia dengan Gerakan Nasional Literasi Digital #Siberkreasi. Pada tahun 2021 ada program #MakinCakapDigital, untuk membangun wawasan dan pengetahuan terkait literasi digital. Kegiatan yang diselenggarakan: webinar, talk show, dan acara khusus.

Program ini agar indeks literasi digital Indonesia meningkat dan cybercrime berkurang.

Semakin banyak pengguna Fintech, konsumsi masyarakat akan meningkat, dan memacu percepatan pertumbuhan serta pemulihan ekonomi digital apalagi pasca krisis ekonomi akibat Pandemi COVID-19 yang melanda seluruh negara termasuk Indonesia. [tika]

Titin Ajeng Kartika. Mahasiswa Ekonomi Pembangunan di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, tinggal di Karanganyar, Jawa Tengah. Menulis opini permasalahan ekonomi dan kebijakan publik. Hobi melukis dan membaca.