SEMARANG (jatengtoday.com) – Kawasan Kota Lama Semarang, Kampung Melayu, Kampung Arab, dan Pecinan telah resmi ditetapkan sebagai warisan Cagar Budaya Nasional. Semua itu dinamakan Semarang Lama.
Hal tersebut diungkapkan Anggota Tim Ahli Cagar Budaya Nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI Junus Satrio Atmodjo, saat mengisi Seminar Cagar Budaya, Festival Kota Lama di Gedung Marabunta, Selasa (17/9/2019).
“Penetapan cagar budaya nasional di Kota Semarang tidak bisa jika hanya diambil Kota Lama saja. Tapi juga kawasan lainnya di kota ini yang mencerminkan sejarah panjangnya, bukan hanya sejarah kolonialnya,” jelas Junus.
Menurutnya, batas-batas yang digunakan untuk menentukan kawasan Semarang Lama itu pula yang memperlambat penetapannya sebagai warisan cagar budaya nasional.
“Sebenarnya kan sudah lama, sudah beberapa kali diusulkan. Dan baru Agustus 2019 kemarin kami tetapkan. Kebetulan saya sendiri yang memimpin rapat penetapannya,” beber Junus.
“Jadi sebenarnya kami ingin melihat bagaimana sih kota ini berkembang dari sebelum Belanda datang (menjajah). Karena perdangan antar pulau di sini itu sudah terjadi sejak Belanda datang,” imbuhnya.
Menurutnya, yang harus dipikirkan pasca penetapan Semarang Lama sebagai cagar budaya nasional ini adalah bagaimana membuat kebijakan, baik di tingkat kota maupun provinsi, untuk menjaga kawasan ini agar tidak rusak.
Sebab, dalam undang-undang, revitalisasi maupun adaptasi cagar budaya diperbolehkan. Hanya saja, bangunan di kawasan Semarang Lama mayoritas merupakan bangunan pribadi. Sehingga, Pemkot perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait perawatan cagar budaya.
“Misal pemiliknya mau membuat bangunan heritage-nya menjadi restoran. Kan itu boleh-boleh saja. Tapi kan harus tahu batasan-batasannya. Seperti harus tetap mempertahankan arsitekturnya,” katanya.
Pemilik bangunan pun sebenarnya diperbolehkan untuk menjebol bagian temboknya. “Menurut saya boleh, selama tidak merobohkan bangunan. Kalau menjebol kan hanya tata ruang saja yang berubah. Kecuali kalau sampai membuat yang semula tidak tingkat menjadi tingkat,” imbuhnya.
Hal itu perlu diperhatikan. Sebab, setiap bangunan memiliki gagasan dan sejarah yang berbeda.
Sementara itu, Fotografer kontributor National Geographic, Feri Latief mengakui desain Semarang Lama, khususnya Kota Lama saat ini sangat bagus. Hanya saja, aktivitas yang menggambarkan kota tersebut beberapa sudah hilang.
“Jadi karena saking rapi dan bersihnya, aktivitas yang mengambarkan kota pun ikut bersih. Misalnya, saya tidak melihat pangkalan becak, tukang gerobak air, berbagai pengrajin, yang dulu pada zamannya ada,” tandas Feri. (*)
editor : ricky fitriyanto