SEMARANG (jatengtoday.com) – Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak mengungkapkan, kultur keagamaan di Jatim dan Jateng memiliki kemiripan yang cukup kentara. Bahkan, ikatan kultural di kedua provinsi ini nyaris tidak diketahui batasnya.
Hal itu disampaikan Emil saat menjadi Keynote Speech seminar “Deradikalisasi Paham Keagamaan” yang diadakan Badan Kesbangpol Jateng bersama FISIP Universitas Diponegoro (Undip) Semarang di auditorium FISIP, Tembalang, Selasa (14/5/2019) petang.
Orang nomor dua di Jatim tersebut melanjutkan, kemiripan kultur yang ada tidak lepas dari adanya peran para wali penyebar Islam, yakni Walisongo. Baik di Jatim maupun di Jateng, sama-sama menjadi sasaran utama dakwah Islam saat awal memasuki Nusantara.
Disebutkan, di Jatim sendiri ada 6 Sunan. Yakni Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri di Gresik, Sunan Drajat Lamongan, dan Sunan Bonang. Adapun Sunan yang di wilayah Jateng adalah Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Kalijaga.
Sehingga, kata Emil, wajar jika terdapat kemiripan. “Mungkin bisa dikatakan, kemiripannya seakan menembus batas administrasi provinsi. Jadi ikatan kultural antara Jateng dengan Jatim tidak bisa dipisahkan,” ujarnya disambut riuh tepuk tangan.
Meskipun begitu, tentu ada perbedaan-perbedaan yang sifatnya spesifik. Kalau di Jatim, ujar Emil, kecenderungan keagamaannya bisa dikelompokkan menjadi 3 macam. Hal ini mengacu pada pemetaan yang telah dilakukan Badan Kesbangpol Jatim.
“Ada tiga gambarannya. Pertama kelompok Mataraman yang identik kepatuhannya pada tokoh birokrasi. Kedua Madura yang khas dengan nuansa kyainya. Serta terakhir kelompok Arek yang mengkombinasikan antara keduanya,” beber Emil.
Dirinya menyatakan, perbedaan kelompok tersebut sejauh ini tidak mengarah pada upaya-upaya radikalisme, sebagaimana tema yang diangkat dalam seminar ini. Namun, tidak dipungkiri juga bahwa ada sebagian ormas Islam yang mengarah ke sana.
“Di Jatim itu ya ada Syiah, ada HTI yang meskipun organisasinya sudah dibubarkan tapi kan orang-orangnya masih ada. Dan ada pula yang lainnya, yang cekcok karena perbedaan keyakinan,” jelasnya.
Namun, di sisi lain, dirinya enggan untuk menjelaskan lebih rinci. Emil berdalih karena itu di luar kapasitasnya. Tetapi di akhir sambutannya Emil menyampaikan bahwa sejauh ini pesantren menjadi benteng dari radikalisme yang paling efektif.
Seminar tersebut dihadiri berbagai tokoh ternama. Seperti Pengasuh Pondok Pesantren Girikusumo KH Munif Zuhri, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Kepala Kesbangpol Jateng, Rektor Undip, Rektor UIN Walisongo, serta Muhammad Adnan yang disertasinya menjadi bahan kajian utama seminar. (*)
editor : ricky fitriyanto