in ,

Emak-emak Legend itu Bernama Nasida Ria

Nasida Ria menjadi kelompok musik yang patut dicatat dalam sejarah musik di Indonesia. Ribuan lagu telah dinyanyikan sejak berdiri 1975 silam. Hingga sekarang, Nasida Ria telah memasuki generasi ketiga. Para personelnya telah berganti karena faktor usia.

Mereka terbukti mampu bertahan melawan waktu. Totalnya diperkirakan telah memiliki ciptaan lagu sebanyak 350 karya. Tentu ini capaian yang tidak sederhana dan membuktikan bahwa Nasida Ria menjadi pionir musik kasidah di Indonesia.

Lagu-lagu ciptaannya terkenal di jagat nusantara, melalui gelombang radio, televisi, acara pengajian hingga speaker hajatan pernikahan di pelosok kampung di Indonesia.

Sebut saja lagu Kota Santri, Perdamaian, Jilbab Putih, Bom Nuklir, Pengantin Baru dan masih banyak lagi. Lagu-lagu Nasida Ria ini juga kerap diarransemen ulang oleh artis papan atas di Indonesia.

Grup legend itu bermula di sebuah kampung pesisir yakni Kelurahan Tugurejo Kota Semarang. Hingga sekarang, mereka tetap konsisten berkarya dan memertahankan ciri khasnya, yakni semua personelnya perempuan yang bisa memainkan alat musik sekaligus menyanyi.

“Ini generasi ketiga, generasi pertama dan kedua sebagian telah pensiun karena keterbatasan usia. Generasi pertama yang masih bertahan tinggal dua orang. Saat ini memiliki personel penerus berjumlah 13 orang,” kata salah satu personel Nasida Ria, pemain gitar sekaligus vokalis, Hajjah Afuah.

Corak karya musik Nasida Ria tetap dipertahankan, yakni berkonsep lagu islami dengan menyimpan pesan dakwah Islam. Dominan menggunakan irama Arabian. “Totalnya, ada kurang lebih 350 lagu. Hampir semua lagu, Kebanyakan lagu Nasidaria diciptakan oleh KH Bukhori Masruri atau dikenal dengan Abu Ali Haidar,” katanya.

Meski tak setenar dulu, sampai sekarang Nasida Ria tetap eksis manggung di berbagai wilayah seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Gresik, Lamongan, Jakarta, Bekasi. Di Kota Semarang sendiri termasuk jarang.

Untuk melahirkan karya baru, para personel Nasida Ria tetap berlatih rutin di Kelurahan Tugurejo. Mereka harus mengatur waktu agar para personelnya bisa bertemu. “Sebab, para personelnya tidak hanya warga Kota Semarang. Tetapi berasal dari sejumlah daerah, seperti Kendal, Pemalang, Salatiga dan Rembang,” katanya.

Apa kunci rahasia Nasida Ria bisa tetap eksis dan bertahan? Afuah menjelaskan bahwa Nasida Ria bisa bertahan karena menciptakan pangsa pasar sendiri. Artinya, konsisten dengan konsep yang dibawa sejak awal dan tidak mengikuti arus industri musik secara global.

Sehingga Nasida Ria menjadi pelopor musik kasidah moderen pertama di Indonesia. “Kami tidak mengikuti kemauan pasar, Nasida Ria membuka pasar sendiri yakni kasidah yang memiliki ciri khas khusus. Satu-satunya di Indonesia,” katanya.

Sejarah berdirinya pada 1975 silam. Kali pertama dikelola oleh H Mudrikah Zain, kemudian dilanjutkan Choliq Zain. Mudrikah Zain, dulunya seorang guru qira’at, mengumpulkan sembilan siswinya untuk membentuk suatu kelompok musik kasidah. Yakni Mudrikah Zain, Mutoharoh, Rien Jamain, Umi Kholifah, Musyarofah, Nunung, Alfiyah, Kudriyah, dan Nur Ain.

Pada awalnya, kelompok ini hanya menggunakan alat musik rebana. Sehingga masih bercorak klasik. Tetapi dalam perkembangannya, di masa Wali Kota Semarang Iman Soeparto Tjakrajoeda, disumbangkan sebuah alat musik keyboard. Dari sinilah, coraknya berkembang, dengan ditambah alat musik lain bas, gitar elektrik, dan biola.

Tiga tahun berproses, album moderen yang menjadi debut pertama adalah Alabaladil Makabul. Dipasarkan oleh Ira Puspita Records. Lagu mereka mengusung nilai dakwah dengan pengaruh inspirasi musik Arab. Termasuk menggunakan bahasa Arab. Hal itu berlangsung hingga tiga album berikutnya.

Atas saran Kiai Ahmad Buchori Masruri, Nasidaria akan lebih efektif dan lebih dikenal masyarakat, perlu diubah menggunakan bahasa Indonesia. Sejak saat itulah, Nasida Ria membuat karya lagu berbahasa Indonesia.

Keberadaan Nasida Ria meniti puncak kejayaan hingga tahun 2000-an. Kelompok ini tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga di Malaysia, Jerman dan sejumlah negara lain. Setelah 2000-an, Nasida Ria mulai meredup karena personelnya ada yang meninggal, sakit dan keluar karena faktor usia.

Meski sempat vakum, Nasida Ria tetap ada untuk menyapa penggemarnya. Karya-karya baru tetap berusaha dilahirkan dengan merekrut para personel baru. Hingga kini, Nasida Ria merupakan kelompok kasidah modern tertua di Indonesia. (abdul mughis)

Editor : Ismu Puruhito

Abdul Mughis