in

Eksploitasi Air Bawah Tanah Berdampak Buruk Bagi Masyarakat

SEMARANG (jatengtoday.com) – Aturan pengambilan air bawah tanah di Kota Semarang hingga saat ini tidak jelas. Pengambilan air bawah tanah cenderung diekspolitasi untuk kepentingan bisnis. Baik untuk keperluan industri, hotel, perumahan, dan lain-lain, tanpa batasan.

Akibatnya, berbagai kerusakan lingkungan semakin mengkhawatirkan. Tercatat setiap tahun terjadi penurunan permukaan tanah kurang lebih 10-15 centimeter. Sumber mata air alam lambat laun semakin berkurang. Banyak sendang di Kota Semarang yang mati pelan-pelan.

“Pengambilan air bawah tanah yang tidak terkendali hingga saat ini masih menjadi masalah serius,” kata Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kota Semarang, Joko Santoso, Rabu (4/3/2020).

Dikatakannya, pengambilan air bawah tanah hingga saat ini tidak ada aturan jelas. “Jika ini dibiarkan, tentu akan berdampak buruk terhadap kelestarian lingkungan. Setiap tahun terjadi penurunan permukaan tanah kurang lebih 10-15 centimeter,” katanya.

Sedangkan eksploitasi air bawah tanah terus dilakukan seiring aktivitas ekonomi yang berkembang pesat. Namun yang menjadi kendala saat ini adalah kewenangan pemberian perizinan pengambilan air bawah tanah berada di Dinas ESDM Jawa Tengah.

“Tanggung jawabnya ada di pemerintah provinsi, tapi yang terkena dampak Kota Semarang. Ini harus ada aturan jelas, bagaimana pengawasan perusakan lingkungan dilakukan?” ujarnya.

Kota Semarang pun harus siap untuk melakukan penataan pengendalian air bawah tanah. Bagaimana suplai air bersih dari PDAM bisa memenuhi kebutuhan masyarakat hingga industri. “Kalau kita membuat larangan pengambilan air bawah tanah, sedangkan PDAM tidak memenuhi kebutuhan, kita tidak bisa,” katanya.

Pihaknya mengaku akan membahas masalah ini di DPRD bersama sejumlah stakeholder agar bisa menemukan solusi ke depan. Masalah ini tidak bisa dianggap enteng. Sebab, dampak kerusakan lingkungan telah banyak menimpa masyarakat. Contohnya, di wilayah Semarang Utara, Semarang Tengah, Genuk dan sekitarnya. “Masyarakat di sana hampir setiap tahun terkena dampak penurunan tanah. Mereka harus menabung untuk meninggikan rumah,” katanya.

Masyarakat kecil tanpa disadari terkena dampak lingkungan. Kebanyakan pengambilan air tanah dalam intensitas besar biasanya dilakukan untuk kepentingan industri maupun bisnis, seperti perhotelan, pabrik, hingga pengembang perumahan. Mereka melakukan pengambilan air bawah tanah dengan cara pengeboran.

“Ini harus ada aturan secara jelas, pengawasan dan seterusnya, supaya kelestarian lingkungan tetap terjaga. Jika hal itu tidak dilakukan, maka dampaknya semakin buruk,” katanya. (*)

 

editor: ricky fitriyanto

Abdul Mughis