SEMARANG (jatengtoday.com) – Pemerintah memutuskan melakukan penyesuaian BBM bersubsidi jenis Pertalite mulai 1 September 2022 besok.
Sebagai kompensasi, pemerintah memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp 600.000 yang juga didistribusikan mulai awal September.
Pengamat ekonomi dari Undip Semarang, FX Sugiyanto menilai, penyesuaian harga BBM ini memang harus dilakukan untuk menyelamatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dikatakan, penyesuaian harga BBM idealnya 25 persen agar laju inflasi tidak terlalu besar sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga.
“Saya belum menghitung persis (penyesuaian harga BBM). Yang jelas jangan lebih dari 25 persen. Tentu ini sangat tergantung pada konsumsi dan efek dominonya, karena pasti akan berdampak pada biaya transportasi, yang juga berpengaruh pada biaya distribusi pangan,” ucapnya ketika dihubungi, Rabu (31/8/2022).
Pembatasan Pembelian BBM Bersubsidi
Sugiyanto juga meminta pemerintah untuk melakukan memperketat regulasi pembatasan pembelian bersubsidi.
Pasalnya, selama ini BBM subsidi, terutama Pertalite,lebih banyak dikonsumsi oleh orang mampu.
Penerapan pembatasan dengan menggunakan aplikasi MyPertamina merupakan langkah yang sudah tepat, karena teknologi ini juga memungkinkan adanya pendataan yang lebih baik.
“Saya sempat nongkrong di SPBU, dan mengamati yang membeli Pertalite itu banyak mobil – mobil mewah, seperti ada Honda CRV dan Alphard. Memang tidak ada larangan, tapi kita harus melihat dari sisi keadilan sosial,” ungkapnya.
Selain itu, lanjutnya, penyesuaian harga BBM bersubsidi perlu diimbangi edukasi ke masyarakat agar lebih rasional.
Tapi yang terpenting pemerintah harus punya alasan yang masuk akal dan adil, karena ini punya dampak berbeda-beda terhadap masyarakat.
“Lebih baik terjadi perdebatan di masyarakat, daripada pemerintah langsung melakukan kenaikan harga. Memang negatifnya harga mulai naik, tapi sisi baiknya masyarakat melihat pemerintah tidak diam-diam dalam mengambil keputusan,” tururnya.
Intervensi Pemerintah Daerah
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng, Adhi Wiriana menyarankan pemerintah daerah ikut intervensi.
Salah satunya dengan mengontrol agar tarif angkutan baik darat, laut maupun udara tetap terjangkau oleh masyarakat.
“Jika kenaikan tarif angkutan tidak lebih dari 2-3 persen, hal itu masih bisa diterima oleh masyarakat,” tururnya.
Selain itu, pemerintah harus bisa menjaga daya beli masyarakat, dan memberikan bantuan di sektor kesehatan, pendidikan, serta mendorong penciptaan lapangan kerja baru.
“Beasiswa perlu diperbanyak, orang berobat tidak dipersulit dan harga obat-obatan murah sebagai salah satu bentuk layanan pemerintah,” jelasnya.
Terkait dengan bantuan pemerintah, seperti BLT sebagai bantalan untuk menghadapi penyesuaian harga BBM, Adhi menyambut positif hal tersebut.
“Walaupun bantalan tidak ke seluruh masyarakat, tapi kita tetap berusaha melahirkan data akurat untuk mendukung bantalan tadi, seperti subsidi listrik dan lain-lain,” tandasnya. (*)