in

Duh, Anggaran Rp 2 Triliun Tak Mempan Atasi Banjir

SEMARANG (jatengtoday.com) – Sejak beberapa tahun belakangan, penanganan banjir di Kota Semarang memang menguras energi sekaligus biaya. Berbagai upaya untuk menanggulangi masalah banjir telah dilakukan. Tetapi dalam sekejap ketika hujan turun dalam intensitas tinggi, banjir tetap saja membuat repot warga Kota Semarang, terutama di wilayah Semarang Timur dan Utara.

Selama dua tahun terakhir, duit triliunan amblas untuk penanganan masalah banjir di Kota Semarang. Anggaran tersebut baik berasal dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana maupun APBD Kota Semarang.

“Duit yang dikeluarkan oleh Pemkot Semarang dan BBWS saya kira sudah sangat banyak. Sudah habis Rp 2 triliun lebih. Tapi ketika hujan dalam intensitas tinggi, kami tidak biasa apa-apa,” kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang, Iswar Aminuddin, Kamis (13/12/2018).

Dikatakannya, berbagai upaya normalisasi sungai sebagian telah dilakukan dan sebagian dalam proses. Perbaikan saluran atau drainase maupun pembuatan embung juga telah dilakukan. Pertanyaannya tentu mengapa masih terjadi banjir?

“Kalau kita identifikasi, saat hujan berhenti semua air bisa surut. Artinya, ini tidak ada masalah saluran. Hanya saja intensitas infrastruktur yang kita miliki kecil. Sedangkan intensitas hujan tinggi. Berbeda kalau setelah hujan air tidak bisa surut, itu artinya ada masalah saluran,” bebernya.

Iswar mengakui, untuk penanganan banjir ini memang perlu gerakan bersama-sama. “PU memang harus segera melakukan langkah antisipasi terhadap masalah banjir. Tetapi sebaik apapun sistem, mesin, maupun pompa yang kita miliki, saya kira tidak akan pernah berhasil ketika sungai masih dijadikan tempat sampah oleh masyarakat,” cetusnya.

Hasil identifikasi terhadap masalah banjir di Kaligawe yang membludak ke permukiman warga ini diakibatkan oleh sampah. “Sampah ini ada yang kategorinya sengaja dibuang ke sungai, ada yang tidak disengaja. Barang bekas tersebut sebelumnya ditampung warga kemudian terbawa banjir dan hanyut ke arus sungai,” katanya.

Sejauh ini banyak bantaran sungai didirikan bangunan liar. Sehingga kondisi sungai terjadi penyempitan. “Kalau melihat Sungai Tenggang, hulunya berada di daerah Jalan Majapahit menuju ke utara. Di sana terjadi penyempitan yang dulunya memiliki lebar 6-8 meter, sekarang tinggal 1 meter, 2 meter. Hal itu disebabkan karena banyak bantaran sungai didirikan bangunan rumah. Ini harus dibebaskan,” katanya.

Selain itu, lanjutnya, masih banyak warga yang tidak peduli lingkungan. “Ada sampah yang sengaja dibuang ke sungai. Barang bekas yang simpan di belakang rumah, kemudian barang tersebut terhanyut banjir. Seharusnya bantaran sungai tidak boleh dipakai untuk tempat tinggal,” katanya.

Maka dari itu, lanjutnya, pihaknya akan melakukan identifikasi untuk pembebasan lahan bantaran sungai di Kota Semarang, salah satunya di bantaran Sungai Tenggang.

“Berdasarkan hasil analisa tersebut, maka tidak ada alasan lagi untuk segera membebaskan bantaran sungai dari bangunan liar. Kalau memang ada surat atau sertifikat tanah pasti kami kasih ganti rugi. Tapi kalau tidak ya harus segera kami pindahkan. Yang penting bagaimana mengembalikan bantaran sungai berfungsi sebagai mestinya,” katanya.

Sebelumnya, Kepala BBWS Pemali Juana, Ruhban Ruzziatno, menjelaskan, terdapat tiga anak sungai yang berkontribusi sampah terbesar di Sungai Banjir Kanal Timur.

“Ketiga anak sungai tersebut adalah Sungai Kedungmundu, Sungai Bajas, dan Sungai Candi. Tiga anak sungai tersebut memberikan kontribusi sampah sangat besar,” kata Ruhban.

Saking besarnya sampah, lanjutnya, bahkan hingga seperti supermarket terbuka. “Ada kulkas, mesin cuci, kasur, sandal, sepatu, pakaian, dan lain-lain. Itu karena masyarakat masih terbiasa membuang sampah di sungai,” katanya. (*)

editor : ricky fitriyanto

Abdul Mughis