SEMARANG (jatengtoday.com) – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang ngotot menggelar Konser Rock GP Music Corner. Mereka menjamin acara peluncuran buku Ganjar Pranowo yang dikemas dalam bentuk konser itu tak akan merusak bangunan cagar budaya (BCB) di Kota Lama Semarang.
Kasi Pagelaran Kesenian Disbudpar Kota Semarang Heri Supriyanto menegaskan, peningkatan pariwisata di Kota Semarang harus menggunakan strategi khusus. Tidak bisa disamakan dengan kota-kota lain yang notabene memiliki ciri khas masing-masing.
“Begini, Kota Semarang dari jualan wisata nggak bisa dibandingkan dengan Jogja atau Solo, yang memang dari sejarah dan budayanya sudah sangat menjual,” jelas Heri saat dihubungi, Sabtu (26/10/2019).
Salah satu upaya yang sedang dilakukan adalah menyelenggarakan event musik. Seperti pentas musik rock dari komunitas clasic rock Semarang (CRS) dan Semarang community of Rock (Scor) pada hari Minggu besok.
Menurutnya, hal tersebut sekaligus sebagai pembinaan berbagai genre komunitas seni musik.
Disbudpar Kota Semarang juga menegaskan bahwa konser rock di Kota Lama tidak akan merusak. Sebab, semuanya sudah dipersiapkan secara matang dengan memperhatikan berbagai ketentuan yang ada.
“Kami hanya menggunakan kapasitas tidak lebih dari 5k watt, dengan SPL tidak lebih dari 80 desibel (dB). Juga dengan low frequency yang terkendali diambang sangat aman untuk ukuran gedung cagar budaya,” bebernya.
Sebelumnya, para pegiat Kota Lama Semarang memprotes rencana konser tersebut. Karena, suara konser rock biasanya melebihi ambang batas kebisingan di kawasan bangunan cagar budaya.
Menurut sejarawan sekaligus pegiat Kota Lama Semarang, Tjahjono Rahardjo, tingkat kebisingan di kawasan bangunan cagar budaya tidak boleh melampaui batas 60 dB.
Hal tersebut mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Keputusan ini diteken oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja pada 25 November 1996.
“Diperkirakan kalau konser rock melebihi 60 dB. Artinya potensi merusak bangunan cagar budaya itu tinggi,” jelas Tjahjono.
Selain itu, dia juga mempermasalahkan konser rock di Kota Lama karena berkaitan dengan kepantasan.
Terkait hal ini, Ketua Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Hevearita Gunaryanti Rahayu pernah menyatakan bahwa tidak semua kesenian boleh ditampilkan di Kota Lama.
Imbauan tersebut diungkapkan Hevearita atau Ita, saat merespon maraknya pengamen dan pencari nafkah yang berkeliaran di kawasan Little Netherland.
Wakil Wali Kota Semarang tersebut menegaskan, penampilan kesenian harus disesuaikan dengan nuansa heritage. Sehingga, suasana yang menggambarkan Kota Lama bisa tetap hidup.
“Yang harus difokuskan adalah batasan-batasan dari kesenian itu. Mungkin ada dangdut atau rock, itu kan tidak pas dengan bagunan heritage. Keseniannya harus sesuai suasana heritage, semisal saksofon, siteran, keroncong, atau jazz,” ucap Ita pada awal Oktober 2019 lalu. (*)
editor : ricky fitriyanto