SEMARANG (jatengtoday.com) – Dinkes Kota Semarang setuju dengan usulan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng yang meminta Pemkot Semarang melakukan rapid test massal untuk karyawan.
“Saya setuju (rapid test massal). Tapi itu (bayar) mandiri,” kata Kepala Dinkes Kota Semarang, Moch Abdul Hakam, Rabu (15/7/2020).
Dijelaskannya, mengingat anggaran APBD Kota Semarang yang terbatas, maka pihaknya menyarankan perusahaan melakukan rapid test secara mandiri. “Jadi begini, mereka itu memfasilitasi untuk karyawan sendiri untuk rapid test. Nanti kalau hasilnya reaktif, baru kami lakukan swab test,” terangnya.
Biaya Rapid Test Rp 150 Ribu
Mengenai rapid test yang selama ini banyak dikeluhkan masyarakat karena tarifnya mahal dan berbeda-beda, Hakam mengaku telah melakukan koordinasi dengan sejumlah elemen asosiasi untuk melakukan standarisasi tarif rapid test. Di antaranya asosiasi rumah sakit, klinik utama, laboratorium swasta, dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Semarang.
“Mereka sepakat, harga untuk pemeriksaan rapid test maksimal Rp 150 ribu. Di situ tidak ada kata-kata mengeluarkan surat keterangan. Jadi apabila ‘surat keterangan’ itu kembali ke masing-masing asosiasi, mau menambahi berapa. Tapi kan tidak mungkin kalau hanya rapid saja, kalau mereka butuh surat keterangan ya harus menambah biaya. Itu kan ada tanda tangannya dokter, tanggung jawab dokter. Tapi kalau rapidnya Insya Allah semuanya sudah Rp 150 ribu,” tambahnya.
Lebih lanjut, apabila di lapangan ditemukan pelayanan rapid test dengan memungut harga lebih tinggi dari kesepakatan tersebut, pihaknya akan menegur. “Jelas, kami akan menegur, karena regulasinya ada di kami. Karena sudah bertemu semua (sepakat),” katanya.
Sementara itu, menyikapi timbulnya klaster baru Covid-19 di tiga perusahaan besar Kota Semarang beberapa waktu lalu, Hakam menyebut dari jumlah 300-an karyawan dari tiga perusahaan besar yang dinyatakan positif Covid-19, separuhnya terkonfirmasi sembuh.
“Alhamdulillah, mendekati separuh karyawan dari tiga perusahaan itu sudah sembuh,” kata dia.
Beberapa hari yang lalu, lanjutnya, juga dilakukan test dan pemeriksaan di daerah Semarang Utara dan Genuk menunjukkan hasil cukup baik. “Sebagian besar atau 99 persen non reaktif. Sehingga tidak ada yang diteruskan proses swab test,” tuturnya.
Mengenai apakah tiga perusahaan tersebut telah memulai aktivitas operasional, dia mengaku tidak memiliki kewenangan untuk menyampaikan hal tersebut. “Itu kewenangan Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang, Apindo dan pihak perusahaan. Kami hanya menyampaikan rekomendasi bahwa jangan sampai kejadian tersebut terulang,” katanya.
Penerapan protokol kesehatan menjadi point terpenting untuk diterapkan di tiga perusahaan tersebut, termasuk perusahaan yang lain. “Terutama pada saat jam istirahat, salat dan makan, harus benar-benar diperketat. Hampir 99 persen dari karyawan positif kemarin adalah OTG (orang tanpa gejala),” katanya.
Ketua Apindo Jateng Frans Kongi meminta Pemkot Semarang maupun Pemprov Jateng melakukan rapid test untuk semua karyawan di Kota Semarang dan Jawa Tengah. Hal itu menyikapi timbulnya klaster baru Covid-19 di tiga perusahaan besar Kota Semarang.
“Kami mendukung upaya pemerintah dalam penanganan Covid-19 ini. Maka pemerintah harus melakukan rapid test massal karyawan. Pemerintah harus membiayai rapid test tersebut, karena kami sendiri kan sudah susah terkait keuangan,” katanya.
Status pandemi yang ditetapkan ini telah menjadi permasalahan dan tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya. Maka pemerintah harus memfasilitasi penanganan pandemi tersebut. Tidak hanya itu, pemerintah mestinya juga harus membantu mencarikan solusi atas kesulitan para pengusaha akibat terdampak pandemi ini. Tujuannya, agar roda ekonomi masyarakat dan industri tetap berjalan serta agar tidak terjadi krisis ekonomi.
“Kami pernah menyampaikan untuk relaksasi pajak. Baik pajak penghasilan perusahaan, pribadi dan lain-lain, kami minta pajak ini bisa ditunda, enam bulan lah,” katanya. (*)
editor: ricky fitriyanto